Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, yang populer sebagai aplikasi komunikasi terenkripsi, ditangkap oleh Office National de Lutte Contre la Fraude/ONAF (Kantor Anti-Penipuan Nasional) pada 24 Agustus malam setelah tiba di Bandara Paris-Le Bourget dengan pesawat pribadi dari Azerbaijan. Telegram aplikasi percakapan yang memiliki 800 juta pengguna aktif
www.aboluowang.com
Pavel Durov, yang merupakan pendiri dan CEO Telegram, ditangkap oleh Kantor Penipuan Prancis pada 24 Agustus malam setelah tiba di Bandara Paris-Le Bourget dengan pesawat pribadi dari Azerbaijan. Sebelumnya, Durov mengatakan bahwa dia dan Telegram mendapat terlalu banyak perhatian dari badan intelijen Amerika Serikat.
Menurut jaringan siaran berita televisi dan radio Prancis, BFMTV, Durov, yang berusia 39 tahun, sebelumnya telah dicari oleh pemerintah Prancis karena Telegram digunakan untuk kegiatan ilegal seperti pencucian uang dan penyelundupan, yang dianggap tidak diawasi dengan baik oleh Durov.
Menurut BFMTV, pendiri Telegram tersebut tidak pernah bepergian secara rutin ke Prancis dan Eropa sejak surat perintah penangkapan dikeluarkan.
Telegram yang berkantor pusat di Dubai memiliki pengaruh besar di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet, dan menjadi salah satu platform media sosial utama.
Menurut laporan United Daily News Taiwan, sejak Rusia menginvasi Ukraina pada tahun 2022, Telegram telah menjadi sumber utama informasi perang dari kedua belah pihak, meskipun banyak dari konten tersebut tidak disaring dan bisa menyesatkan.
Aplikasi ini telah menjadi sarana komunikasi pilihan bagi Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dan pejabatnya, sementara Kremlin juga menggunakan Telegram untuk menyebarkan berita, menjadi salah satu dari sedikit platform yang digunakan rakyat Rusia untuk mendapatkan informasi terkait perang.
Durov meninggalkan Rusia pada tahun 2014 karena menolak bekerja sama dengan pemerintah Rusia untuk menutup akun-akun oposisi di jaringan sosial VK dan menjual platform tersebut. Pengusaha kelahiran Rusia itu diketahui tinggal di Dubai, tempat Telegram berkantor pusat, dan memegang kewarganegaraan ganda Prancis dan Uni Emirat Arab.
Majalah Forbes memperkirakan kekayaan Durov mencapai 15,5 miliar dolar AS. Durov pernah mengatakan bahwa dia mendapat tekanan dari beberapa pemerintah, namun dengan 800 juta pengguna aktif saat ini, dia menegaskan bahwa platform ini harus tetap “netral” dan bukan “pemain geopolitik.”
Laporan media Prancis menyatakan bahwa polisi Prancis sedang menyelidiki kurangnya pengawasan Telegram terhadap kegiatan kriminal, sehingga mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Durov.
Kementerian Dalam Negeri Prancis dan polisi tidak memberikan tanggapan atas pertanyaan dari Reuters. Kedutaan Besar Rusia di Prancis menyatakan bahwa mereka sedang memeriksa situasi tersebut.
Kantor berita resmi Rusia, Sputnik, melaporkan bahwa Durov di Prancis terancam hukuman penjara hingga 20 tahun. Seorang jurnalis Prancis menulis di platform media sosial X bahwa Durov “terancam hukuman penjara hingga 20 tahun dan akan diadili pada Minggu malam (25/8).”
Pakar keuangan “Asia Financial” di platform X menyatakan bahwa Durov telah lama menjadi target FBI. Setelah tersebar berita ini, harga Toncoin anjlok, dan dugaan kejahatan yang melibatkan Durov mungkin lebih serius dibandingkan dengan kasus Changpeng Zhao, mantan CEO Binance dan Justin Sun, mantan Wakil Tetap Grenada untuk Organisasi Perdagangan Dunia. Mengingat latar belakang Rusia-nya, para investor disarankan untuk menjaga jarak dengan Telegram. (Jhon)