Zhou Guihang
Seiring dengan resesi ekonomi yang melanda Tiongkok secara keseluruhan, industri restoran juga semakin terpuruk. Pada paruh pertama tahun ini, lebih dari 1 juta restoran tutup dan banyak raksasa restoran juga mengalami kerugian besar.
Restoran terkenal asal Beijing, Din Tai Fung, mengumumkan bahwa mereka akan menutup 14 cabang di berbagai kota seperti Beijing, Tianjin, Qingdao, Xiamen, dan Xi’an sebelum 31 Oktober. Penutupan ini menarik perhatian publik dan kembali menyoroti kesulitan yang dihadapi industri restoran di Tiongkok.
Menurut laporan platform media industri restoran “Canguan Bureau,” bagi para pengusaha restoran di Tiongkok, paruh pertama tahun ini sangatlah sulit. Industri restoran kini mengalami kemerosotan yang parah.
Laporan tersebut mengutip data yang menunjukkan bahwa lebih dari 1 juta restoran tutup pada paruh pertama tahun ini, hampir menyamai jumlah total tahun lalu dan dua kali lipat dari jumlah pada tahun 2022. Banyak pengusaha restoran yang mengalami kerugian besar dan terpaksa menutup usaha mereka. “Bertahan hidup” menjadi tujuan utama bagi semua pelaku usaha restoran.
Tak hanya merek-merek kecil yang terdampak; merek-merek restoran besar di Tiongkok juga menghadapi masa-masa sulit. Misalnya, minuman teh “Nayuki’s Tea” diperkirakan akan mengalami kerugian antara RMB.420 juta hingga RMB.490 juta . Sementara itu, jaringan restoran “Xiabu Xiabu” diperkirakan akan merugi setidaknya RMB.260 juta . Raksasa kopi, Luckin Coffee, juga melaporkan penurunan laba sebesar 50% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Laporan keuangan dari perusahaan restoran besar yang terdaftar di bursa menunjukkan, kecuali beberapa perusahaan seperti Domino’s China, Quanjude, dan Yum China, sebagian besar perusahaan lainnya mengalami penurunan laba secara signifikan dengan situasi yang memprihatinkan.
Sebagai contoh, “Xiabu Xiabu” diperkirakan memperoleh pendapatan sekitar RMB.2,4 miliar dalam enam bulan pertama tahun ini, turun 15,9% dari tahun sebelumnya. Kerugian bersih diperkirakan berada di antara RMB.260 juta hingga RMB.280 juta, dibandingkan dengan laba bersih RMB.2,12 juta pada periode yang sama tahun lalu, ini berarti penurunan hampir 133 kali lipat.
Meskipun Luckin Coffee masih mencatat laba, laba bersih mereka juga menurun drastis. Luckin Coffee membuka hampir 10.000 toko baru tahun lalu dan menambah 5.128 toko lagi hingga Juli tahun ini. Laporan keuangan paruh pertama tahun ini menunjukkan pendapatan bersih sebesar RMB.14,681 miliar, meningkat 38% dari tahun sebelumnya. Namun demikian, laba bersih hanya sekitar RMB.788 juta, turun 50% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, ini menunjukkan fenomena “pendapatan meningkat tetapi laba tidak.”
Laporan menyebutkan bahwa persaingan harga yang terus berlangsung telah menekan laba, ditambah dengan tekanan yang dihadapi oleh merek/gerai yang kurang kompetitif. Perusahaan restoran besar terpaksa menutup gerai untuk meminimalkan kerugian. Kedua faktor ini menyebabkan kinerja keuangan perusahaan restoran yang terdaftar pada paruh pertama tahun ini sangat buruk.
Isi laporan juga mengutip analisis bahwa “pajak, upah jaminan sosial, dan sebagainya meroket, tetapi harga turun, keuntungan juga turun, seharusnya musim puncak tidak booming”, yang mengakibatkan penderitaan industri katering.
Laporan menunjukkan bahwa ketika perang harga terus berlanjut, industri katering Tiongkok telah memasuki era laba mikro, dan seperti yang dianalisa oleh beberapa analis industri, gelombang perang harga masih jauh dari puncaknya, dan “hari-hari mendatang mungkin akan semakin sulit.” (Hui)