Epoch Times
Pejabat Kementerian Kesehatan Palestina pada Kamis (5/9/2024) mengatakan bahwa serangan Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki telah menewaskan enam orang, termasuk putra seorang tokoh militan yang terkenal.
Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan bahwa kota Tubas di Tepi Barat utara diserang pada malam hari, menyebabkan lima orang tewas, termasuk Mohammed Zubeidi. Namun, kementerian tidak mengonfirmasi apakah mereka adalah warga sipil atau pejuang.
Israel menyatakan bahwa semua orang yang tewas adalah militan yang terlibat dalam serangan tersebut.
Ayah Mohammed Zubeidi, Zakaria Zubeidi, adalah seorang komandan militan terkenal selama Intifada Palestina kedua pada awal abad ini. Dia juga terlibat dalam pelarian penjara yang jarang terjadi pada tahun 2021, namun ditangkap beberapa hari kemudian dan dikembalikan ke penjara.
Militer Israel mengatakan bahwa Mohammed Zubeidi terlibat dalam serangan terhadap tentara Israel di Tepi Barat dan saat menjadi sasaran serangan, ia sedang bersama sebuah kelompok bersenjata Palestina.
Militer menambahkan bahwa seorang pejuang lainnya tewas dalam serangan udara di kamp pengungsi Al-Faraa setelah melemparkan bom molotov ke arah pasukan Israel. Militer Israel juga merilis video yang menunjukkan baku tembak di antara kedua belah pihak, serta menemukan bom pinggir jalan di kamp tersebut. Kamp pengungsi ini didirikan setelah perang Timur Tengah pada 1948 yang berhubungan dengan pendirian Israel. Israel telah melakukan serangan besar-besaran di wilayah tersebut selama seminggu terakhir, dengan tujuan melemahkan kelompok-kelompok bersenjata Palestina dan mencegah serangan.
Palestina khawatir perang di Gaza akan meluas ke Tepi Barat.
Pada hari yang sama, di provinsi Deir Al-Balah, bagian tengah Jalur Gaza, Israel melancarkan serangan terhadap sebuah kamp tenda yang menewaskan empat pria dan melukai dua anak. Serangan pagi hari itu menghantam sebuah kamp di dekat Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di pusat kota Deir Al-Balah. Pejabat rumah sakit mengonfirmasi jumlah korban tewas, sementara wartawan Associated Press melihat jenazah korban.
Militer Israel menyatakan bahwa mereka melakukan serangan presisi terhadap pusat komando dan kontrol Hamas dan Jihad Islam yang lebih kecil, yang didirikan di zona bantuan kemanusiaan.
Seorang wanita bernama Umm Mohammed Wadi, yang tinggal di dekat lokasi serangan, mengatakan, “Apa yang telah mereka (para korban) lakukan hingga diserang saat sedang tidur? Tidak ada satu rumah sakit pun yang aman, tidak ada satu sekolah atau rumah tangga yang aman.”
Militer Israel menyatakan bahwa serangan hanya menargetkan militan dan berusaha sebisa mungkin menghindari korban sipil.
Dalam perang antara Israel dan Hamas yang berlangsung hampir 11 bulan, sekitar 90% dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi, banyak di antaranya mengalami pengungsian berulang kali. Israel telah memerintahkan evakuasi massal ke zona bantuan kemanusiaan, meskipun serangan sesekali juga terjadi di sana. Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikelola Hamas, melaporkan bahwa sejak perang dimulai, setidaknya 40.861 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 94.000 orang terluka. Namun, statistik kementerian tidak membedakan antara warga sipil dan pejuang.
Perang Israel-Hamas dimulai setelah serangan besar-besaran oleh Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar adalah warga sipil, dan sekitar 250 orang diculik. Meskipun sebagian sandera dibebaskan selama gencatan senjata pada bulan November, sekitar 100 sandera masih berada di Gaza, dan sepertiga dari mereka diyakini telah tewas.
Pada 1 September, Pasukan Pertahanan Israel menemukan jenazah enam sandera yang diculik di sebuah terowongan bawah tanah di kota Rafah, Gaza selatan. Kabar ini memicu kemarahan di seluruh Israel, dengan warga menggelar aksi protes dan pemogokan besar-besaran, menuduh pemerintah Netanyahu gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas lebih awal. (jhon)