Ekonom Italia: Krisis Ekonomi di Bawah Pemerintahan Tiongkok Mengancam Dunia

Secretchina.com

Pada Jum’at (6/9/2024), ekonom Italia, Fabio Scacciavillani, mengeluarkan peringatan bahwa krisis ekonomi serius di Tiongkok berpotensi “meracuni” seluruh dunia. Menurutnya, setiap negara bisa terdampak, dan kasus Tiongkok sangat mengkhawatirkan.

Scacciavillani, yang pernah bekerja di IMF, Bank Sentral Eropa, dan Universitas Chicago, dalam wawancaranya dengan media Italia Le Formiche, menjelaskan bahwa krisis ekonomi Tiongkok bisa membawa dampak global yang parah.

Menurut laporan dari Central News Agency, Scacciavillani menyatakan bahwa produksi barang di Tiongkok jauh melebihi kebutuhan domestiknya. Ia menjelaskan bahwa motivasi utama pemerintah Tiongkok adalah untuk menghancurkan ekonomi pesaing, tanpa peduli pada kesejahteraan rakyatnya.

Scacciavillani menyebutkan bahwa masalah ekonomi Tiongkok sangat kompleks dan mengerikan, terutama karena memiliki “sifat beracun”. Krisis ini tidak hanya akan membahayakan Tiongkok sendiri, tetapi juga dunia.

Saat ini, sekitar 30% barang di dunia diproduksi di Tiongkok, sementara konsumsi Tiongkok hanya mencakup 13% dari GDP global. Ketidakseimbangan ini membuat barang-barang yang tidak dikonsumsi di Tiongkok harus diekspor ke pasar internasional, menciptakan masalah kelebihan kapasitas.

Scacciavillani menilai ada beberapa alasan mengapa Tiongkok tidak memperluas konsumsi domestik. Pertama, Beijing tidak ingin mengulangi kesalahan negara-negara seperti Brasil, yang mengalami ketidakseimbangan akibat peningkatan konsumsi. Kedua, alasan ideologis, di mana konsumsi tinggi dianggap sebagai filosofi kapitalisme, yang bertentangan dengan keyakinan rezim komunis. Tiongkok lebih memilih menginvestasikan dana besar untuk infrastruktur seperti pembangunan kereta cepat daripada mendorong konsumsi generasi muda.

Meski pemerintah Beijing telah menghabiskan 750 miliar euro untuk pembangunan kereta cepat, Scacciavillani mengkritik bahwa banyak proyek tersebut tidak dibangun di daerah yang membutuhkan. Sebaliknya, dana tersebut seharusnya digunakan untuk meningkatkan sistem kesehatan rakyat. Pemerintah yang benar-benar peduli dengan rakyatnya akan mengalokasikan dana untuk kesejahteraan sosial dan kesehatan, namun hal ini tidak dilakukan oleh pemerintah Tiongkok.

Pemerintah Tiongkok fokus untuk mencapai dominasi di semua sektor industri, yang tercermin dalam kebijakan “Made in China 2025”. Semua sumber daya dan investasi pemerintah diarahkan untuk mencapai tujuan ini. Namun, menurut Scacciavillani, pendekatan seperti itu tidak lagi relevan untuk negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Ia memperingatkan bahwa jika Tiongkok terus menghancurkan rantai industri Barat, maka tidak akan ada yang mampu membeli produk-produk Tiongkok dalam jumlah besar.

Scacciavillani juga menyoroti bahwa menggunakan PDB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi Tiongkok bisa menyesatkan. PDB hanya relevan dalam konteks ekonomi pasar bebas, sementara di Tiongkok, kebijakan subsidi besar-besaran sudah mengubah makna PDB. Lebih baik fokus pada masalah utang yang sedang dihadapi Tiongkok.

Xi Jinping Mengakui “Kesulitan Ekonomi” Tiongkok

Baru-baru ini, Xi Jinping secara langka mengakui bahwa Tiongkok sedang mengalami kesulitan ekonomi yang luas di berbagai sektor setelah selesainya Pleno Ketiga Komite Sentral ke-20. Lin Lan, seorang penyiar senior di NTDTV, dalam program daringnya, menyebutkan bahwa pengakuan ini menunjukkan tiga sinyal penting tentang kondisi ekonomi Tiongkok.

Lin Lan menilai, Xi mungkin sedang menghadapi tantangan dari pejabat-pejabat lainnya dalam partai. Dalam kebiasaan Partai Komunis, kesalahan hanya diakui ketika berada di bawah tekanan yang signifikan. Pengakuan Xi ini kemungkinan dipicu oleh adanya perlawanan dari tokoh-tokoh penting di dalam partai.

Lin Lan juga mengatakan bahwa tingkat keparahan krisis ekonomi di Tiongkok mungkin jauh lebih buruk daripada yang diperkirakan oleh publik internasional. Biasanya, Partai Komunis Tiongkok menyembunyikan masalah ini, tetapi jika diakui, berarti situasinya sangat serius.

Xi Jinping kemungkinan akan mengambil langkah-langkah besar untuk mengatasi masalah ekonomi ini, termasuk kebijakan moneter longgar seperti menurunkan suku bunga dan menambah stimulus ekonomi. Namun, Lin Lan memperkirakan bahwa kebijakan ini justru akan memperburuk inflasi dan beban utang di dalam negeri. (jhon)