Lebih dari 1.700 Virus Purba Ditemukan Bersembunyi Jauh di Dalam Gletser di Himalaya, yang Belum Pernah Terlihat Sebelumnya

EtIndonesia. Ilmuwan telah menemukan lebih dari 1.700 spesies virus purba di dalam gletser di Himalaya.

Mereka kini berlomba-lomba mengamankan inti es karena pemanasan global akan menyebabkan es mencair di seluruh dunia dan masyarakat khawatir hal itu dapat melepaskan patogen yang berpotensi berbahaya.

Pada tahun 2015, tim peneliti internasional menjelajah ke Gletser Guliya di Dataran Tinggi Tibet di Himalaya untuk mengumpulkan inti es.

Terperangkap di dalam inti es sepanjang 300 m terdapat lebih dari 1.700 spesies virus, yang sebagian besar belum pernah terlihat sebelumnya. Beberapa berasal dari 41.000 tahun yang lalu dan telah bertahan hidup tiga kali dari iklim dingin ke hangat.

Penemuan ini telah memicu kekhawatiran dari masyarakat.

Permafrost yang mencair di lokasi lain di seluruh dunia sebelumnya telah melepaskan patogen mematikan ke udara.

Pada tahun 2016, spora antraks keluar dari bangkai hewan ketika lapisan es Siberia yang telah membeku selama 75 tahun mencair.

Puluhan orang dirawat di rumah sakit dan seorang anak meninggal karenanya.

Mengenai virus di inti es Himalaya, para peneliti mengatakan bahwa tidak ada yang mengancam kesehatan manusia. Ini karena virus hanya dapat menginfeksi organisme bersel tunggal dan bakteri. Manusia, hewan, dan bahkan tumbuhan semuanya aman.

Namun, virus tetap penting untuk dipelajari, memberi kita gambaran tentang bagaimana virus beradaptasi dengan perubahan iklim dari waktu ke waktu.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Ohio State University mengebor lebih dari 300m ke Gletser Guliya dan mengambil sembilan segmen inti es, yang masing-masing mewakili periode waktu yang berbeda mulai dari 160 hingga 41.000 tahun yang lalu.

“Cakrawala waktu ini mencakup tiga siklus dingin-ke-hangat utama, yang memberikan kesempatan unik untuk mengamati bagaimana komunitas virus telah berubah sebagai respons terhadap berbagai kondisi iklim,” kata ZhiPing Zhong, seorang paleoklimatolog di Ohio State University dan penulis utama penelitian tersebut.

DNA yang diekstraksi dari segmen-segmen ini kemudian dianalisis, yang memberi mereka wawasan tentang sejarah iklim Bumi yang mendalam serta apa yang mungkin terjadi di masa depan.

“Dengan mempelajari virus-virus kuno ini, kita memperoleh wawasan berharga tentang respons virus terhadap perubahan iklim masa lalu, yang dapat meningkatkan pemahaman kita tentang adaptasi virus dalam konteks perubahan iklim global yang sedang berlangsung.” (yn)

Sumber: uniladtech