Pada 5 Agustus, rakyat Bangladesh berhasil menggulingkan Perdana Menteri Sheikh Hasina yang bersahabat kental dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Sebelumnya Hasina pernah mengeluh kepada wartawan: “Dalam 15 tahun terakhir, saya telah membangun negara ini. Apa lagi yang belum saya lakukan untuk rakyat Bangladesh?” Mungkin saja dirinya tidak menyangka bahwa lengser dari jabatan merupakan satu-satunya tindakan yang bisa dia lakukan terakhir kali untuk rakyatnya.
Di tengah protes keras dari seluruh rakyat Bangladesh, Sheikh Hasina (76) yang sudah panik terpaksa melarikan diri beserta saudara perempuannya Rehana Siddique dengan menumpang helikopter militer menuju Pangkalan AU Hinton dekat Delhi, India pada 5 Agustus 2024.
Pada saat itu, Hasina dan adiknya yang merasa tidak aman bersembunyi di “rumah perlindungan” dan secara diam-diam mempelajari ke negara mana hendak mencari perlindungan. Kabarnya, Hasina memilih beberapa negara termasuk Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, serta negara-negara tempat tinggal anggota keluarga dekatnya, yakni Amerika Serikat (AS), Finlandia, dan India.
Menurut pemberitaan dari media India sebelumnya, Sheikh Hasina berencana untuk mencari suaka di Inggris, namun Kementerian Dalam Negeri Inggris menolak berkomentar.
Ada laporan yang menyebutkan bahwa keponakan Hasina, Tulip Siddique, adalah anggota Partai Buruh Inggris dan menjabat sebagai Sekretaris Urusan Ekonomi Kementerian Keuangan. Seorang pejabat menyatakan bahwa sudah menjadi kebijakan Inggris untuk mendesak siapa pun yang mencari perlindungan internasional untuk mengajukan suaka di negara aman pertama yang mereka datangi.
Ada pula sumber yang mengungkapkan bahwa visa masuk AS untuk Hasina telah dicabut. Pejabat India lainnya juga mengabarkan bahwa karena Hasina tidak lagi menjabat sebagai perdana menteri, jadi visa di paspor resminya “tidak berlaku lagi.”
Ada pula kabar bahwa Hasina bermaksud akan kembali ke negaranya setelah pemerintah sementara memastikan untuk mengadakan pemilihan umum.
Sikap pasif militer menjadi kunci Hasina memilih mundur dari jabatan
Tidak jelas apakah Hasina yang digulingkan bisa kembali ke tanah airnya. Namun bencana yang diakibatkan oleh ulahnya secara perlahan-lahan tengah mereda.
Selama 1 bulan unjuk rasa terjadi di Bangladesh, militer pada dasarnya tidak menghalanginya. Sampai sehari sebelum Hasina melarikan diri, yakni pada 4 Agustus malam, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Waker-Uz-Zaman baru mengadakan pertemuan dengan para jenderal senior militer, dan memutuskan bahwa tentara tidak akan menekan dan menembak para pengunjuk rasa.
Jenderal Waker-Uz-Zaman kemudian menghubungi kantor Perdana Menteri Hasina untuk memberitahukan bahwa militer Bangladesh memutuskan untuk menolak menindas rakyat sebagaimana yang diperintahkan oleh Hasina.
Sehari sebelumnya, yakni dalam pertemuan di balai kota pada 3 Agustus, Jenderal Waker-Uz-Zaman bahkan berpidato di depan ratusan petugas polisi berseragam.
Juru bicara Angkatan Darat Sami Ud Dowla Chowdhury yang mengutip ucapan Jenderal Zaman menyatakan bahwa Angkatan Darat Bangladesh adalah simbol kepercayaan masyarakat dan harus melindungi kehidupan masyarakat, oleh karena itu ia menyerukan kepada para perwiranya untuk menunjukkan sikap kesabaran.
Meskipun Jenderal Zaman masih memiliki jalinan dari hubungan pernikahan, namun ia menolak menjalankan perintah Hasina untuk menindas rakyat yang sedang berunjuk rasa.
Pada 5 Agustus (sehari setelah Hasina melarikan diri), militer Bangladesh mengumumkan pencabutan jam malam mulai 6 Agustus jam 6 pagi. Dan Jenderal Zaman akan membentuk pemerintahan sementara.
Pada 5 Agustus, Presiden Bangladesh Mohammed Shahabuddin juga mengeluarkan pernyataan untuk segera membebaskan Ketua Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) Khaleda Zia, termasuk semua yang ditangkap selama unjuk rasa mahasiswa.
Pada 6 Agustus, Asosiasi Polisi Bangladesh, yang mewakili ribuan petugas polisi mengumumkan mogok kerja dan meminta maaf kepada publik dengan mengatakan: “Kami mohon masyarakat dapat memaklumi atas segala tindakan petugas kepolisian yang telah menangkap para siswa yang tidak bersalah”. Asosiasi menyebutkan bahwa polisi “dipaksa untuk melepaskan tembakan” dan juga diminta “berperan kasar” oleh atasan.
Pada 8 Agustus, pemenang Hadiah Nobel Muhammad Yunus dilantik sebagai pemimpin pemerintahan sementara Bangladesh.
Perubahan zaman
Hasina yang digolongkan sebagai wanita legenda oleh majalah “Time” digambarkan sebagai pemimpin wanita yang paling lama menjabat, dia telah memenangkan lebih banyak pemilu dibandingkan dengan Iron Lady Inggris Ny. Margaret Thatcher, juga mantan Perdana Menteri India Indira Gandhi. Jika dihitung termasuk pemilu yang gagal ini, maka Hasina telah menjabat perdana menteri sebanyak lima kali.
Hasina pertama kali terpilih sebagai pemimpin Bangladesh pada 1996, namun dia kemudian kalah dalam pencalonannya untuk pemilu 2001. Pada 2009, Hasina kembali terpilih menjadi perdana menteri, dan dia berhasil membawa prestasi ekonomi yang luar biasa bagi negara, yang membawa tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan Bangladesh menjadi rata-rata 6% lebih, dan berhasil meningkatkan pendapatan per kapita Bangladesh menjadi tiga kali lipat dalam sepuluh tahun pemerintahannya. Selain itu juga tercatat bahwa pertumbuhan Bangladesh pada 2021 telah melampaui India, dan populasi kemiskinan menurun secara signifikan, sehingga 95% dari 170 juta populasi Bangladesh dapat memiliki akses terhadap listrik.
“The Indian Express” melaporkan pada 5 Agustus bahwa, Sheikh Hasina telah menggiring masuknya sejumlah besar investasi asing ke Bangladesh, yang membuat industri garmen berkembang pesat, dan mengubah Bangladesh menjadi salah satu pusat manufaktur garmen dunia. Dia juga mendapat pujian atas perhatiannya terhadap pendidikan dan kesehatan nasional.
Hasina yang terlahir sebagai putri sulung keluarga di sebuah desa dekat ibu kota Dhaka pada 1947, meninggalkan kesan baik dengan menaruh perhatian terhadap adik-adiknya. Pada saat itu Hasina muda juga berpenampilan “gadis terpejar”. Selama pemerintahan Inggris, dia sudah berkeinginan untuk mempromosikan budaya bahasa ibunya. Pada 1967, dia masuk Universitas Dhaka, sebuah universitas bergengsi di Bangladesh, di mana dia mengambil jurusan bahasa dan sastra Bengali. Kemudian membentuk keluarga bersama fisikawan nuklir Bangladesh M. A. Wazed Miah.
Kala itu wilayah Benggala terbagi menjadi Benggala Barat milik India dan Benggala Timur milik Pakistan. Pada Maret 1971, Pakistan Timur mendeklarasikan kemerdekaan, dan Bangladesh secara resmi berdiri pada Januari 1972.
Sheikh Mujibur Rahman, ayahanda Hasina adalah pemimpin gerakan kemerdekaan Bangladesh. Ia menjadi Perdana Menteri pertama pada 1972. Hasina menjadi putri Bapak Bangsa.
Hasina yang lulus dari Universitas Dhaka pada 1973 dan sudah menikah itu lebih sering tinggal bersama keluarga ibunya karena suaminya harus bekerja sepanjang tahun di luar negeri.
Pada 30 Juli 1975, Hasina memutuskan pergi ke Republik Federal Jerman untuk tinggal bersama suaminya, dan sekaligus membawa serta saudara perempuannya agar dia lebih “mengenal dunia”. Tak disangka bahwa perpisahan ini menjadi keabadian, karena kudeta di Bangladesh setengah bulan kemudian. Tentara Bangladesh yang mengendarai tank masuk dan menyerang istana presiden dalam beberapa jam telah menewaskan 15 orang kerabat dan petugas istana, termasuk orang tua Hasina, 3 orang saudara laki-laki, 2 orang saudara ipar perempuan.
Hari itu menjadi hari yang mengubah hidup Hasina. Saat mengenang momen itu dia mengatakan bahwa Duta Besar Bangladesh untuk Republik Federal Jerman memberitahu dirinya dan suami tentang kudeta yang terjadi di negaranya. Dia langsung menyadari bahwa keluarganya berada dalam bahaya.
“Pagi itu, saya mendengar telepon berdering, dan saya masih teringat sampai sekarang tentang bunyi dering telepon mengerikan itu …… Adik laki-laki bungsu saya belum genap 10 tahun saat itu”.
Hasina begitu terpukul sehingga dia segera memutuskan untuk pulang ke Bangladesh tanpa hirau bahaya yang mengancam. Namun pemerintah militer menolak dirinya masuk. Jadi dia terpaksa mengasingkan diri ke India.
Pada 1980, situasi politik di Bangladesh mengalami perubahan yang berarti. Sejumlah anggota Partai “Liga Rakyat Bangladesh” datang ke India dan meminta Hasina untuk kembali ke Bangladesh. Pada 17 Mei 1981, Hasina yang sempat menjadi ketua Liga Awami (Liga Rakyat Bangladesh) kembali ke Bangladesh. Dia sengaja menata kantornya di ruangan tempat ayahnya dibunuh, seolah mengungkapkan tekadnya untuk membalaskan dendam keluarganya.
Setelah terjun ke dunia politik, Hasina sering menyebut dirinya adalah seorang “penyintas”, karena dia telah lolos dari 19 kali percobaan pembunuhan. Peristiwa paling mengejutkan terjadi pada 21 Agustus 2004, dimana Hasina nyaris mati saat pembunuh dari posisi tinggi yang menguntungkan melemparkan 13 buah granat ke podium tempat dirinya memberikan pidato pada hari itu! Pengawal pribadi Hasina dan 2 orang pemimpin Partai “Liga Awami” tewas di tempat, Hasina pun terluka. Hasina kemudian berhasil keluar gedung dengan selamat setelah pengawal lainnya segera membentuk “perisai manusia”.
Pasca insiden pembunuhan tersebut, Departemen Keamanan Bangladesh segera melancarkan penyelidikan, menangkap 49 orang yang terlibat dalam pembunuhan tersebut dan mengeksekusi mati mereka.
Dorongan hati pertama Hasina: Balas dendam
Ayah Hasina, Sheikh Mujibur Rahman adalah Perdana Menteri pertama Bangladesh dari 1971 hingga 1975, dan menjadi Presiden pada 1975 hingga ia dibunuh oleh tentara kudeta pada 15 Agustus di tahun itu.
Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Ziaur Rahman kemudian mengambil alih kekuasaan dan menjadi presiden pada April 1977. Bangladesh pada 1978 mengadakan pemilihan presiden. Front Nasionalis yang terdiri dari enam partai yang dipimpin oleh Ziaur Rahman terpilih sebagai presiden Bangladesh pertama yang dipilih secara demokratis dengan memenangkan 78% suara.
Pada April 1979, Ziaur Rahman memenuhi janjinya ketika mencalonkan diri sebagai presiden, yaitu mengakhiri darurat militer secara nasional dan pensiun dari militer. Pada titik ini, Bangladesh menyelesaikan transisinya ke pemerintahan sipil. Namun Rahman dibunuh saat terjadi pemberontakan di Chittagong pada 1981. Jandanya, Khaleda Zia, menjadi perdana menteri perempuan pertama Bangladesh 10 tahun kemudian.
Setelah Hasina menjadi ketua Partai “Liga Awami” pada 1981, dia dan Partai Nasionalis yang dipimpin oleh Khaleda Zia melancarkan perjuangan terpisah melawan pemerintahan militer Irsyad. Khaleda Zia menjabat sebagai Perdana Menteri untuk pertama kalinya dari 1991 hingga 1996, dan kembali menduduki jabatan tersebut dari 2001 hingga 2006.
Selama 23 tahun sejak 1991 hingga 2024, kedua perempuan ini bergantian mengendalikan politik Bangladesh.
Pada 1996, Hasina memenangkan pemilu untuk yang pertama kalinya dan menjadi Perdana Menteri Bangladesh. Setelah berkuasa, dia segera mencabut undang-undang yang mengampuni personel kudeta dan mulai menuntut pertanggungjawaban pidana para pemimpin kudeta yang membunuh keluarganya. Pada 1998, pengadilan di Dhaka menuntut hukuman mati kepada 15 orang perwira muda militer yang terlibat dalam pembunuhan Sheikh Mujibur Rahman. Namun Pengadilan Tinggi Bangladesh menjatuhkan hukuman tidak bersalah terhadap 3 orang dan hukuman mati kepada 12 orang dari mereka pada 2001. Setelah gagal naik banding, kelima orang pembunuh tersebut menjalani hukuman gantung di Penjara Pusat Dhaka pada dini hari 28 Januari 2010.
Selain bersikeras untuk membalas dendam terhadap pembunuh keluarganya, Hasina menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi pemilu demi rekor “lima kemenangan berturut-turut” sebagai perdana menteri, yang mendapat kritikan tajam dari publik dalam dan luar negeri.
Menurut laporan “Indian Express”, Hasina menerapkan kebijakan tekanan tinggi terhadap lawan politiknya selama pemerintahannya. Dia yang memenangkan beberapa pemilu telah dituduh melakukan kecurangan dan mengintimidasi lawan-lawannya.
Pada 2014, Hasina meraih kemenangan besar dan kembali membentuk pemerintahan meskipun partai nasionalis yang dipimpin oleh Khaleda Zia memboikot pemilu.
Pada Februari 2018, Khaleda Zia dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena menggelapkan dana sumbangan panti asuhan. Partainya menggambarkan bahwa hukuman tersebut sebagai penganiayaan politik yang dilakukan Hasina terhadap Zia. Menurut undang-undang Bangladesh bahwa mereka yang dijatuhi hukuman lebih dari dua tahun penjara tidak diperbolehkan untuk mencalonkan diri dalam pemilu.
Selama pemilihan umum pada Januari tahun ini, Hasina yang telah berkuasa selama 15 tahun berturut-turut “memenangkan kembali pemilu dengan mayoritas kursi parlemen” tanpa adanya ketegangan akibat pemboikotan oleh partai-partai oposisi. Namun, hal itu dikritik sebagai hal yang “konyol” oleh Human Rights Watch, Al Jazeera, dan lainnya. Mereka menyebut bahwa pemerintahan Hasina telah melakukan penipuan, menciptakan lingkungan yang sangat tidak menguntungkan bagi partai-partai oposisi, bahkan “menjelek-jelekkan lawan politik” untuk memastikan “kelanggengan” kekuasaannya.
Data resmi menunjukkan, pemilihan umum itu hanya diikuti oleh 40% pemilih sah. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat Bangladesh pun memilih untuk memboikot. Menurut pengamat Al Jazeera, satu jam menjelang berakhirnya pemungutan suara pada pemilu itu, partisipasi pemilih sah hanya mencapai sekitar 27,15%.
Dorongan hati kedua Hasina: Mempertahankan hak-hak istimewa pegawai negeri
Tepat ketika Hasina mengunjungi Beijing untuk bertemu dengan Xi Jinping pada 10 Juli, demonstrasi damai berskala besar terjadi di Bangladesh. Para mahasiswa menuntut reformasi sistem kuota pegawai negeri yang tidak adil dengan berunjuk rasa duduk di Universitas Dhaka.
Selama 15 tahun berkuasa, Hasina bersikeras mempertahankan “sistem kuota pelayanan publik” yang diperkenalkan oleh ayahnya pada tahun 1971, yakni 30% dari posisi pekerjaan Tingkat 1 dan Tingkat 2 di pemerintahan menjadi peruntukan bagi keturunan “pejuang kemerdekaan” Bangladesh. Hal mana serupa dengan sistem pejabat turun temurun yang dinikmati oleh Putra Mahkota Anggota Partai Senior PKT yang selama ini diterapkan oleh pemerintah komunis Tiongkok. Dengan demikian berarti bahwa sebagian besar keturunan dari keluarga biasa hanya bisa masuk ke dalam daftar terpisah di “tempat kerja nasional”. Hal ini tentunya menyulut rasa ketidak-adilan dari masyarakat Bangladesh yang menganggapnya sebagai hak Istimewa (privilege).
Di Bangladesh, ujian masuk untuk pegawai negeri tidak kalah ketatnya dengan ujian kejuruan yang selama ini diikuti oleh ratusan ribu murid lulusan perguruan tinggi di Tiongkok. Bahkan jumlah warga Banglangdesh yang mendaftar ujian masuk pegawai negeri setiap tahunnya bisa mencapai ratusan ribu orang. Seperti tahun ini saja sudah ada 320.000 orang yang mendaftar, padahal pemerintah hanya membutuhkan 3.140 orang. Ini setara dengan mengambil satu untuk lebih dari 100 orang.
Pada tahun 2012 lalu, pemerintahan Hasina lagi-lagi melakukan “reformasi” dengan mengurangi jumlah kuota yang diperuntukkan bagi bidang dan kelompok preferensi lainnya, sehingga posisi yang tersedia untuk rekrutmen berdasarkan prestasi dalam sistem pegawai negeri yang ada hanya tersisa 44%. Hal ini sama saja dengan menambah ketidakpuasan warga sipil terhadap pemerintah.
Sesungguhnya, sebagian besar dari generasi pertama “pejuang kemerdekaan” Bangladesh telah masuk liang kubur setelah setengah abad berlalu. Namun Hasina masih ingin terus mewariskan jatah tersebut kepada anak dan cucu mereka.
Bangladesh merupakan salah satu negara kurang berkembang dan saat ini mempunyai tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Karena gaji dan status sosial PNS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan swasta Bangladesh, maka status tersebut menjadi rebutan bagi generasi muda Bangladesh.
Namun, dalam persaingan memperebutkan sumber daya yang langka ini, sebagian besar generasi muda Bangladesh hanya mampu bersaing untuk mendapatkan kurang dari separuh dari lowongan pekerjaan yang ada. Akibatnya, protes nasional yang menuntut pengurangan kuota bagi anggota keluarga “pejuang kemerdekaan” dari 56% menjadi hanya 10%. Meski begitu, kurang dari 0,01% penduduk keturunan tersebut masih bisa menikmati kuota 10%, yang dianggap sudah cukup toleran bagi mereka. Dalam hal ini Hasina terpaksa membuat konsesi.
Namun di tahun ini, generasi ketiga dari “pejuang kemerdekaan” tersebut mulai tidak puas karena anak-anak mereka tidak bisa masuk ke dalam sistem untuk mengambil alih posisi mereka. Karena itu ada beberapa orang dari mereka ini yang menuntut pemerintah melalui pengadilan untuk mengembalikan kuota terdahulu yang 56%. Setelah Hasina memenangkan pemilu yang kelima kalinya, ia menjadi semakin yakin bahwa dirinya cukup aman untuk mendukung keluarga “pejuang kemerdekaan” dengan memutuskan pengembalian kuota ke 56%.
Selain melakukan penindasan keras terhadap para pengunjuk rasa, Ucapan negatif dari pidato Hasina pada 14 Juli yang berbunyi: “Jika anak cucu ‘pejuang kemerdekaan’ tidak mendapat manfaat kuota, apakah anak cucu Razakar yang harus mendapat manfaat?”
“Razhakar” mengacu pada milisi Pakistan Timur yang membantu bekas otoritas Pakistan menekan kemerdekaan selama gerakan kemerdekaan Bangladesh, yaitu “pengkhianat” dalam konteks politik Bangladesh. Mirip dengan klasifikasi PKT mengenai pengkhianat, dan populasi kelas bawah secara politik.
Pidato Hasina yang melukai hati rakyat dinilai menjadi pertanda penting meningkatnya konflik warga dengan pemerintah. Selain itu, Hasina juga mengadakan pertemuan dengan departemen-departemen yang berkuasa, menuduh para pengunjuk rasa sebagai “teroris” dan memerintahkan penindasan dengan tangan besi. Namun militer Bangladesh mampu bersikap menahan diri, kecuali pihak kepolisian.
Polisi menanggung akibat dari serangan balasan mahasiswa
Polisi anti huru hara melaksanakan perintah Hasina, dengan mematikan jaringan Internet dan melepaskan tembakan untuk menekan mahasiswa yang melakukan protes. Ketika konflik meningkat, hampir setiap hari ada pelajar yang dipukuli hingga tewas. Pada hari korban tertinggi, jumlah pelajar yang tewas mencapai lebih dari 90 orang. Seorang mahasiswa berusia 25 tahun sudah mengangkat tangan dan menolak pergi ketika polisi mengusir para pengunjuk rasa, ia malahan ditembak mati dari jarak dekat oleh anggota polisi.
Polisi Bangladesh juga mempertontonkan mayat di muka umum untuk menakut-nakuti para mahasiswa. Namun kejadian itu malahan memperburuk situasi sehingga suasana semakin tidak kondusif dan sulit dikendalikan yang memaksa pengadilan mengeluarkan perintah pengurangan kuota pegawai negeri bagi anak-anak “pejuang kemerdekaan” menjadi hanya 5%. Namun nasi sudah menjadi bubur, para pengunjuk rasa malah meningkatkan tuntutan mereka, dengan mengatakan bahwa mereka sudah tidak lagi menuntut soal kuota pekerjaan, tetapi memperjuangkan kehidupan yang bebas di Bangladesh bagi generasi berikutnya.
Pada 4 Agustus tahun ini, ratusan ribu demonstran menuntut Hasina mundur dan pemerintah harus bertanggung jawab atas kematian, cedera, dan penangkapan warga sipil.
Ada 14 orang petugas polisi yang tewas dalam bentrokan dan serangan balik mahasiswa ke kantor polisi, bahkan juga ada keluarga polisi yang dibunuh.
Menurut laporan bahwa akibat kejadian itu, pihak kepolisian terpaksa menghentikan tindakan kerasnya terhadap para pengunjuk rasa, dan melarikan diri bersama keluarganya. Suatu saat petugas polisi yang berada di Ibu Kota Dhaka mendadak menghilang semua. Mahasiswa yang melakukan protes menyerang kantor polisi, kemudian menyerbu penjara dan membebaskan lebih dari 400 orang tahanan. Setelah itu para pengunjuk rasa yang marah menyerbu Gedung Pemberitaan dan menghancurkan stasiun TV………
Selain itu, pengunjuk rasa juga menargetkan Partai Liga Awami pimpinan Hasina, dan merusak aset mereka. Sebuah hotel berbintang milik Sekjen partai tersebut dibakar habis oleh mahasiswa yang melakukan protes.
Rumah Menteri Pendidikan yang memerintahkan penutupan sekolah juga dijarah, dua unit mobil mewah yang berada di depan pintu dibakar. Kasus terburuk dialami MD Shah Alam, anggota parlemen Liga Awami yang seluruh keluarganya dieksekusi secara massal, dengan yang termuda masih berusia 12 tahun.
Sheikh Hasina adalah sahabat lama PKT
Sejak berkuasa Hasina telah berulang kali mempererat hubungannya dengan PKT, dan mempelajari teknik pemerintahan totaliter yang jahat.
Pada 2018, pemerintahan Hasina mengumumkan RUU Keamanan Digital yang kontroversial. Berdasarkan undang-undang itu, setiap warga yang mengeritik pemerintah baik secara online maupun lewat media dapat dikenakan hukuman penjara, dan polisi dapat menggeledah siapa pun atau di mana pun tanpa surat perintah jika mereka mencurigai seorang warga negara telah melanggar peraturan tersebut. Undang-undang ini dikutuk keras oleh opini publik dunia.
Pada Juli 2021, Hasina dinyatakan sebagai Predator Kebebasan Pers Tahun 2021 oleh Reporters Without Borders.
Hampir sebulan sebelum pemerintahannya jatuh, yakni pada 10 Juli 2024, Hasina mengunjungi Beijing untuk bertemu dengan pemimpin PKT Xi Jinping. Di sana Hasana telah menandatangani 28 perjanjian bilateral dengan mereka, terutama menyangkut kerja sama dalam perdagangan dan investasi. Pihak Beijing dalam pernyataan bersamanya menyebutkan bahwa kedua negara akan mempromosikan proyek kerja sama infrastruktur berskala besar yang ada di bawah “Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan”, dan memberikan perlakuan tarif nol terhadap 98% produk ekspor Bangladesh ke Tiongkok.
Bangladesh merupakan negara pertama di Asia Selatan yang pada tahun 2015 telah bergabung dengan “Inisiatif Sabuk dan Jalan” dari PKT. Proyek yang dinamakan Koridor Ekonomi Bangladesh-Tiongkok-India-Myanmar (BCIM) ini diresmikan oleh Xi Jinping dalam kunjungannya ke Dhaka pada 2016.
Pada 2016, RRT dan Bangladesh menandatangani perjanjian pinjaman senilai lebih dari USD 24 miliar (370 triliun rupiah), yang merupakan pinjaman luar negeri terbesar yang diperoleh Bangladesh.
Pada 2022, dengan jumlah investasi RRT yang hampir mencapai USD1 miliar yang merupakan 65% dari total investasi Bangladesh. RRT telah menjadi investor asing langsung terbesar bagi Bangladesh. Di Asia Selatan, Bangladesh berada di urutan kedua setelah Pakistan dalam menerima investasi RRT telah diakui oleh Beijing sebagai “sahabat lama”.
Hasina berharap kepada PKT untuk mendukung rencana pembangunan di Bangladesh, sementara itu PKT ingin mengkonsolidasikan posisinya di kawasan melalui banyak berinvestasi di Bangladesh.
Selama beberapa tahun terakhir, PKT telah menginvestasikan dana total sekitar USD 40 miliar (617 triliun rupiah) di Bangladesh. Pembangunan infrastrukturnya antara lain termasuk pembangunan jalan, jembatan, jalur kereta api, pembangkit listrik, pelabuhan laut dan sebagainya, merupakan bagian terbesar dari investasi itu. Jembatan Padma, infrastruktur terbesar dalam sejarah Bangladesh, adalah contoh dari kasus itu. Sedangkan masa depan proyek-proyek tersebut pada saat ini sedang menghadapi ketidakpastian yang besar.
Sebuah pepatah Tiongkok mengatakan: Siapa saja yang berbuat jahat pasti akan menemui jalan buntu bagi dirinya. Sesungguhnya Hasina telah memiliki sumber daya politik yang baik dan bisa menjadi politisi yang baik dan jujur serta memenangkan kepercayaan rakyat Bangladesh. Tetapi sayang seribu sayang dia berpikiran sempit dan mengadopsi pemerintahan totaliter Partai Komunis Tiongkok yang jahat. Inilah akibatnya, dia mengalami kejatuhan dan berakhir dengan hancurnya reputasi. (sin/whs)