Laporan Think Tank AS Mengungkap Peran Tiongkok dalam Mendorong Krisis Fentanil di AS

EtIndonesia. Pada September, Heritage Foundation merilis sebuah laporan yang mengungkapkan peran Partai Komunis Tiongkok (PKT) dalam mendorong krisis fentanil di Amerika Serikat. Laporan tersebut mengalihkan fokus dari Meksiko ke PKT sebagai pihak yang berkolusi, dan mengusulkan kebijakan untuk meminta pertanggungjawaban PKT.

Fentanil adalah obat sintetis golongan opioid yang kekuatannya 50 kali lebih kuat daripada heroin. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS memperkirakan bahwa pada tahun 2023, 108.000 orang Amerika tewas akibat overdosis obat, di mana hampir 75.000 (sekitar tiga perempat) disebabkan oleh opioid sintetis, terutama fentanil. Badan Antinarkoba Amerika Serikat (DEA) menyatakan bahwa fentanil adalah “ancaman narkoba paling mematikan yang pernah dihadapi Amerika Serikat.”

Robert Greenway, Direktur Pusat Keamanan Nasional Allison, menyatakan: “Antara tahun 2021 hingga 2023, jumlah orang Amerika yang tewas akibat opioid lebih banyak daripada jumlah gabungan warga Amerika yang tewas dalam Perang Dunia I, Perang Korea, dan Perang Vietnam. Sudah saatnya kita mengakui bahwa PKT adalah dalang dari krisis fentanil di Amerika.”

“Selama bertahun-tahun, PKT telah memperluas pasar fentanil mereka dengan memberikan pembiayaan dan sumber daya produksi kepada kartel-kartel kriminal di Meksiko, yang merugikan kepentingan AS. Meksiko dan PKT telah berulang kali menunjukkan kurangnya komitmen untuk menyelesaikan krisis ini. PKT bertanggung jawab langsung atas krisis ini, namun belum pernah menghadapi konsekuensinya.”

Andrew Harding, Asisten Peneliti dan juga penulis bersama laporan ini, menambahkan, : “Meskipun jaraknya jauh, Tiongkok — bukan Meksiko — adalah kekuatan utama di balik krisis fentanil Amerika.” 

“Bahan kimia dan kegiatan pencucian uang dari Tiongkok telah memberi keberanian kepada kartel-kartel kriminal Meksiko, yang berujung pada kematian warga Amerika.” 

“Serangan terbaru PKT terhadap AS ini mengonfirmasi bahwa PKT tetap menjadi lawan utama Amerika.”

Berikut adalah ringkasan dan rekomendasi dari laporan tersebut:

  • Perusahaan farmasi dan pemasok lain dari Tiongkok memanfaatkan pasar di darknet untuk menjual narkotika ilegal, termasuk banyak prekursor dan bahan kimia fentanil.
  • Jaringan pencucian uang dalam perdagangan fentanil menunjukkan bahwa peran PKT dalam krisis fentanil tidak hanya terbatas pada pelabuhan-pelabuhan di Meksiko, tetapi PKT sangat aktif di seluruh Meksiko bahkan di AS.
  • Amerika Serikat harus memimpin dalam menghadapi krisis fentanil, mengambil langkah-langkah untuk melindungi sistem perdagangan, keuangan, dan kesehatan, serta menggunakan badan intelijen dan penegak hukum AS untuk memerangi jaringan ilegal ini.

Krisis Fentanil Melanda Amerika Serikat

Gelombang keempat krisis opioid melanda setiap komunitas dan sudut di AS, dengan jumlah warga Amerika yang tewas akibat overdosis fentanil lebih banyak dari sebelumnya. Enam tahun lalu, pada tahun 2017, Kim Blake kehilangan putranya, Sean, di Burlington, Vermont akibat overdosis fentanil secara tidak sengaja. Saat itu Sean berusia 27 tahun.

Dalam sebuah blog yang ditulis pada tahun 2021 untuk mengenang putranya, Blake menulis: “Setiap kali saya mendengar kabar seseorang meninggal karena penyalahgunaan narkoba, hati saya semakin teriris.” 

“Satu lagi keluarga yang hancur. Mimpi dan perayaan hilang selamanya, tergantikan oleh kesedihan tak berujung.”

Pada tahun 2021, untuk pertama kalinya, jumlah orang yang meninggal akibat overdosis di seluruh AS melebihi 100.000 orang. Narkoba ini diproduksi dan dijual secara ilegal oleh kartel kriminal. Menurut DEA, sebagian besar fentanil ilegal yang ditemukan di AS diproduksi dengan bahan kimia dari Tiongkok dan diselundupkan melalui Meksiko.

Pada tahun 2010, kurang dari 40.000 orang di AS meninggal akibat overdosis narkoba, dan kurang dari 10% terkait dengan fentanil. Pada waktu itu, sebagian besar kematian disebabkan oleh penggunaan heroin atau ramuan obat opioid.

Peneliti dari Universitas California, Los Angeles (UCLA), baru-baru ini merilis sebuah studi yang menggambarkan perbandingan ini. Dengan menggunakan data dari CDC AS, mereka meneliti tren kematian akibat overdosis narkoba di AS antara tahun 2010 hingga 2021. Data tersebut dengan jelas menggambarkan bagaimana fentanil telah mendefinisikan ulang kematian akibat overdosis di Amerika selama dekade terakhir.

Hampir setiap sudut di Amerika, dari Hawaii hingga Alaska dan Rhode Island, telah terpengaruh oleh fentanil. Data menunjukkan bahwa peningkatan kematian akibat fentanil pertama kali muncul pada tahun 2015. Sejak saat itu, obat ini mulai menyebar di seluruh AS, dan angka kematian melonjak drastis.

Peneliti UCLA menemukan bahwa di negara bagian di Timur Laut AS, seperti Vermont dan Connecticut, tingkat kematian akibat penggunaan fentanil dan kokain sangat tinggi. Penelitian ini juga menemukan bahwa di negara bagian seperti Alaska, Virginia Barat, Rhode Island, Hawaii, dan California, tingkat kematian akibat overdosis sangat tinggi.(jhn/yn)