EtIndonesia. Pada 10 November 2024, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy melaporkan bahwa Rusia meluncurkan 145 drone dalam satu malam, menandai serangan malam terbesar sejak invasi dimulai. Di sisi lain, Ukraina mengerahkan drone dalam jumlah besar ke Moskow sebagai respons atas serangan ini. Insiden ini menandai peningkatan konflik di tengah ketegangan global.
Dalam laporannya, The Washington Post menyebut bahwa Donald Trump, yang baru saja terpilih kembali menjadi presiden AS telah berkomunikasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghindari eskalasi. Presiden AS Joe Biden dijadwalkan bertemu dengan Trump pada 13 November, di mana Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan bahwa Biden akan mendesak Trump untuk tidak menarik dukungan bagi Ukraina.
Dari laporan yang dilansir AFP, Zelenskyy mengungkap bahwa Rusia menggunakan lebih dari 800 bom udara, 600 drone serang, serta berbagai rudal dalam serangan mereka selama sepekan ini. Komando Angkatan Udara Ukraina menyatakan bahwa pasukan mereka berhasil menembak jatuh 62 drone Rusia, sementara 67 drone Rusia lainnya tersesat di berbagai wilayah Ukraina, Moldova, Belarus, dan bahkan kembali ke Rusia.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia menyebutkan bahwa mereka telah berhasil mencegat 70 drone Ukraina, termasuk 34 di antaranya di wilayah Moskow, menyebabkan satu warga terluka. Kremlin melalui juru bicaranya, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa Trump mengklaim dirinya mampu mengakhiri konflik Rusia-Ukraina melalui kesepakatan damai.
Trump melalui penasihat seniornya, Lanza, menyarankan agar Ukraina menyerahkan Krimea, meskipun tim Trump kemudian mengklarifikasi bahwa Lanza tidak memiliki wewenang untuk berbicara atas nama Trump. Lanza bahkan diprediksi akan dicopot dari posisinya akibat pernyataan ini. Sebelumnya, mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menegaskan bahwa Trump tidak pernah menyarankan agar Ukraina menyerah kepada Rusia. Justru, Trump diharapkan akan mendukung produksi energi di AS dan menekan ekonomi Rusia dengan bantuan negara-negara NATO yang diproyeksikan menaikkan anggaran pertahanan hingga 3%.
Kehadiran militer besar-besaran Amerika Serikat di Eropa juga menjadi topik pembicaraan, dengan Trump yang kembali berjanji mendukung Ukraina. Sullivan dalam acara “Face the Nation” menyatakan bahwa Biden akan mendorong Kongres untuk terus mendukung Ukraina demi stabilitas Eropa.
Di pihak Rusia, mereka bersikeras bahwa perang akan berakhir jika dunia internasional mengakui wilayah Ukraina yang mereka klaim. Sementara itu, Amerika dan sekutu Barat lainnya tetap mendukung Ukraina dalam menuntut Rusia mengembalikan semua wilayah yang diduduki.
Meningkatnya Ketegangan di Timur Tengah dan Aliansi Korea Utara-Iran
Laporan Wall Street Journal mengungkapkan bahwa pemerintahan Trump dalam masa jabatan keduanya akan menunjukkan kekuatan ekonomi dan militer untuk menjaga perdamaian internasional, termasuk di wilayah Ukraina, Timur Tengah, dan Asia Timur. Di medan perang Ukraina, pasukan Korea Utara kini diketahui menggunakan rudal buatan Iran. Laporan menyebut bahwa Iran terus mengekspor minyak ke Tiongkok, menunjukkan aliansi ekonomi yang erat antara ketiga negara ini dalam menghadapi tekanan Barat.
Dalam hubungan AS-Tiongkok, para pejabat AS memperkirakan Trump akan melanjutkan pendekatan keras terhadap Tiongkok. Pejabat tersebut menyebut Trump tidak akan memberi kelonggaran kepada Presiden Tiongkok Xi Jinping, terlebih setelah dugaan peretasan Tiongkok terhadap kampanye Trump pada 2024. Trump mungkin akan menerapkan tarif besar pada impor Tiongkok hingga mencapai 60% sebagai bagian dari strategi ekonomi AS.
Amerika Serikat Siap Menjadi Mediator Konflik Global
Trump dikabarkan berencana menggunakan kekuatan diplomatik AS untuk menjadi penengah dalam konflik global, terutama di wilayah-wilayah krusial seperti Timur Tengah dan Ukraina. Para mantan pejabat Gedung Putih menyebut bahwa Trump akan menjadikan AS sebagai mediator untuk mencegah konflik yang lebih luas.
Krisis Tempat Tinggal Veteran di Tiongkok
Dalam perkembangan lain, laporan Epoch Times mengabarkan tentang para veteran militer Tiongkok yang dipaksa keluar dari kompleks perumahan kesejahteraan di Shanghai oleh otoritas militer. Sejumlah mantan perwira dan keluarga veteran mengalami tindakan tegas, seperti pemutusan listrik dan pengelasan pintu rumah, sebagai bagian dari kebijakan baru yang bertujuan untuk mengambil alih kembali properti veteran. Aksi ini memicu perlawanan di kalangan veteran, yang merasa hak-hak mereka dilanggar.
Para veteran Angkatan Laut di Shanghai diinstruksikan untuk menyerahkan apartemen mereka sebelum 20 November. Penghuni yang menolak menghadapi risiko tindakan paksa dari aparat. Salah satu sumber menyebut bahwa militer Tiongkok kini berada di bawah tekanan finansial yang berat, mendorong otoritas untuk mengambil kembali rumah-rumah yang sebelumnya diberikan kepada veteran militer sebagai bentuk tunjangan.
Penutup
Di tengah situasi global yang semakin rumit, Trump diharapkan mampu membawa AS kembali menjadi pemain utama dalam diplomasi internasional. Namun, kebijakan keras terhadap negara-negara seperti Tiongkok dan Rusia berpotensi memicu reaksi yang lebih luas. Sementara itu, masalah internal seperti krisis veteran di Tiongkok menunjukkan adanya tantangan besar bagi stabilitas domestik di beberapa negara besar dunia.