Trump, Putin, dan Zelensky di Tengah Pertempuran Kursk

EtIndonesia. Sementara penunjukan kabinet baru oleh Presiden Donald Trump menuai perhatian besar di dalam negeri Amerika Serikat, pertempuran yang paling sengit saat ini berlangsung di medan perang Rusia-Ukraina. Konflik ini tidak hanya menjadi sorotan utama global, tetapi juga menciptakan dinamika baru yang sulit dipahami oleh kedua belah pihak yang terlibat.

Kedua belah pihak, baik Rusia maupun Ukraina, kini berada dalam posisi yang rumit terkait sikap Trump. Mereka melakukan segala upaya untuk mempersiapkan diri sebelum Trump resmi mengambil alih kekuasaan, memastikan posisi mereka tetap kuat dalam menghadapi langkah-langkah yang mungkin diambil oleh pemerintahan baru Amerika Serikat. Kembalinya Trump ke tampuk kekuasaan membawa campuran antara harapan dan kekhawatiran, mengingat potensinya untuk mempengaruhi situasi geopolitik global secara signifikan.

Pertempuran Kursk: Titik Balik dalam Konflik

Pertempuran di Kursk, Rusia, menjadi salah satu fokus utama dalam konflik ini. Serhiy Salskyi, komandan tertinggi pasukan Ukraina, secara pribadi turun ke garis depan untuk memimpin serangan, menandakan betapa strategisnya wilayah ini. Dengan lebih dari 50.000 pasukan terlibat dalam pertempuran sengit, Kursk menjadi simbol kekuatan dan ketahanan kedua belah pihak. 

Dalam minggu pertama setelah kemenangan Trump, pasukan Rusia melakukan lebih dari 11.000 serangan ke tanah mereka sendiri, meluncurkan hampir 400 rudal pertahanan udara dan menggunakan lebih dari 2.100 drone serang. Setiap hari, garis depan Kursk menyaksikan serangan dan pertempuran yang intens.

Pernyataan Zelenskyy dan Kondisi Pasukan Ukraina

Pada 15 November 2024, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyampaikan beberapa perkembangan penting dalam konflik ini. Dia menyatakan bahwa perang kemungkinan besar akan berakhir secara diplomatik pada tahun depan dan menekankan pentingnya upaya maksimal untuk mencapai perdamaian. 

Zelenskyy juga mengungkapkan keterlambatan pengiriman senjata Barat ke Ukraina, dengan setengah dari senjata yang dijanjikan oleh Amerika Serikat belum tiba setelah lebih dari 12 bulan menunggu. Selain itu, pasukan Rusia melakukan serangan menyeluruh di front timur Ukraina, menyebabkan brigade operasi timur Ukraina mengalami kelelahan dan membutuhkan rotasi. Zelenskyy menegaskan bahwa strategi Ukraina adalah memprioritaskan manusia sebelum tanah, menjelaskan mengapa Rusia memperluas serangannya ke timur.

Strategi dan Kekejaman Pasukan Rusia

Di sisi Rusia, upaya untuk merebut wilayah strategis dan menambah kekuatan negosiasi di masa depan dilakukan melalui taktik serangan massal. Pasukan dari Brigade ke-21, dipimpin oleh Heromotov, merekam video yang menunjukkan serangan terus-menerus namun hanya berhasil merebut empat jalan dalam tiga hari. Kerugian yang tinggi menempatkan pasukan mereka dalam kondisi hampir habis, dengan hanya tersisa empat orang dalam satu tim tempur. Video lain menunjukkan pasukan Rusia menggali lubang di wilayah pendudukan Ukraina untuk mengubur ratusan hingga ribuan tentara yang gugur, termasuk penggalian lubang massal di desa Sniezhnoe, Provinsi Donetsk.

Kebijakan Baru Putin dan Reaksi Militer Rusia

Untuk mengendalikan biaya perang, Presiden Putin baru-baru ini menandatangani kebijakan baru terkait kompensasi tentara yang terluka. Kompensasi untuk tentara yang terluka parah dinaikkan dari 3 juta rubel menjadi 4 juta rubel, sementara tunjangan untuk tentara yang terluka ringan dikurangi drastis menjadi 1 juta rubel. Kebijakan ini menuai ketidakpuasan di kalangan militer, yang merasa bahwa janji sebelumnya kepada tentara tidak terpenuhi. Secara esensial, kebijakan ini mencerminkan pengurangan dana perang yang signifikan, mengancam kestabilan ekonomi Rusia jika pengeluaran tidak dikurangi lebih lanjut.

Peran Trump dan Prospek Perdamaian

Dengan kedua belah pihak berjuang keras, fokus kini beralih pada peran Presiden Trump dalam konflik ini. Penasihat keamanan nasional baru Trump, Waltz, telah menyatakan perlunya peningkatan pengiriman senjata dan amunisi ke Ukraina, jauh lebih banyak dibandingkan tingkat yang dijalankan oleh pemerintahan Biden. Selain itu, pembatasan penggunaan senjata jarak jauh oleh Amerika Serikat harus dicabut untuk memaksa Putin ke meja perundingan.

Majalah Politico menerbitkan analisis yang menunjukkan bahwa Trump tidak akan menghentikan bantuan militer ke Ukraina dan bahkan mempertimbangkan untuk segera mengakhiri perang. Menteri Luar Negeri baru Trump, Rubio, menyatakan bahwa perang harus segera diakhiri mengingat kebuntuan dan banyaknya korban jiwa yang tidak perlu.

Dukungan Internasional dan Serangan di Odessa

Rusia tidak hanya fokus pada Kursk tetapi juga memperkuat serangan terhadap berbagai kota utama di Ukraina, termasuk Odessa, pelabuhan gandum terpenting negara tersebut. Pada 13 November 2024, Perdana Menteri Belanda bersama Zelenskyy mengumumkan donasi sistem pertahanan udara rudal Patriot ke Odessa, meningkatkan kemampuan pertahanan kota tersebut. Namun, serangan berulang oleh drone serangan Rusia pada 14 November menunjukkan Odessa tetap rentan, meski sistem pertahanan udara Ukraina bekerja maksimal, menyebabkan kerusakan parah di kota tersebut.

Kerja Sama Ukraina dan Israel serta Keterlibatan PBB

Ukraina telah mengirim enam brigade tempur elit tambahan ke Kursk, meningkatkan total pasukan menjadi 15 brigade yang bertempur melawan pasukan Rusia. Ukraina menggunakan taktik perang ranjau dan drone untuk menghambat kemajuan pasukan Rusia. Selain itu, kerja sama resmi antara Ukraina dan Israel telah diumumkan, dengan Ukraina menerima sistem rudal peringatan dini radar 3D buatan Israel. Meskipun Israel sendiri terlibat dalam konflik dengan Hizbullah di Lebanon, mereka tetap mendukung Ukraina dengan mengirimkan senjata buatan sendiri dan senjata buatan Rusia yang disita dari Hizbullah.

Ketegangan Regional dan Intervensi PBB

Konflik ini juga menimbulkan ketegangan regional, terutama antara Israel dan Turki. Pada 13 November 2024, Presiden Turki Erdogan mengumumkan pemutusan hubungan dengan Israel setelah Israel mendukung pasukan Kurdi di Turki. Selain itu, tentara Israel terus melakukan serangan terhadap basis dan gudang senjata Hizbullah di Lebanon, memperdalam konflik regional. Insiden terbaru melibatkan upaya PBB untuk memblokir serangan teroris di Lebanon, namun ketegangan ini semakin memanas, mengancam hubungan antara PBB dan Israel.

Kesimpulan

Perang Rusia-Ukraina yang memasuki tahun ketiga ini terus menunjukkan dinamika yang kompleks dan berubah-ubah. Keterlibatan berbagai aktor internasional, termasuk Amerika Serikat, Israel, dan PBB, menambah lapisan kompleksitas dalam upaya mencapai perdamaian. Sementara Amerika Serikat melalui administrasi Trump mungkin membawa perubahan signifikan dalam kebijakan terhadap konflik ini, kelelahan yang dirasakan oleh pihak militer dan warga sipil menuntut solusi yang cepat dan efektif. Dengan strategi dan taktik yang terus berkembang di medan perang, masa depan konflik ini tetap tidak pasti, namun upaya diplomatik tetap menjadi harapan utama bagi banyak pihak.