EtIndonesia. Pada tanggal 18, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer berbicara dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Brasil. Saat pembahasan mengarah pada isu Hong Kong dan Kasus Jimmy Lai pejabat Tiongkok tiba-tiba mengusir media Inggris yang hadir di lokasi tersebut.
Menurut rekaman video yang dirilis oleh media, di awal pembicaraan, Keir Starmer menyebut bahwa dia merasa senang karena Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi di Beijing pada Oktober dan telah mendiskusikan isu-isu yang menjadi kekhawatiran kedua belah pihak, termasuk hak asasi manusia, sanksi yang diberlakukan Beijing terhadap anggota parlemen Inggris, Laut China Selatan, Taiwan, serta Hong Kong yang merupakan kepentingan bersama kedua negara.
Keir Starmer kemudian menyinggung kekhawatiran Inggris mengenai pemberitaan yang mengungkapkan bahwa kesehatan Jimmy Lai, pendiri grup media Next Media, telah memburuk selama dia berada di penjara.
Menurut laporan dari The Guardian, The Daily Telegraph, dan Bloomberg UK, sekitar waktu itu pula, wartawan media Inggris yang hadir di tempat kejadian tiba-tiba diusir oleh pejabat Tiongkok. Bloomberg mengkritik bahwa seluruh pembicaraan dikendalikan dengan ketat oleh pihak Tiongkok.
Jimmy Lai, yang akan berusia 77 tahun bulan depan dan merupakan warga negara Inggris, telah dituduh oleh Pemerintah Hong Kong melanggar undang-undang keamanan nasional dan telah dipenjara hampir selama empat tahun. Pemerintah Inggris telah menyatakan, dan mengakui bahwa tuntutan terhadap Jimmy Lai terutama didasarkan pada motif politik.
Rekaman video dari tempat kejadian menunjukkan bahwa pada pembukaan pembicaraan, Keir Starmer juga menyebutkan bahwa Inggris berharap untuk menjaga hubungan yang konsisten, berkelanjutan, dan saling menghormati dengan Tiongkok, dan sesuai dengan kesepakatan yang dicapai sebelumnya, kedua belah pihak seharusnya “menghindari insiden tak terduga sebisa mungkin.” Starmer menyatakan bahwa penguatan dialog akan membantu meningkatkan pemahaman.
Keir Starmer juga menekankan bahwa Inggris akan menjadi aktor berdaulat yang dapat diprediksi, konsisten, dan berkomitmen pada hukum serta sistem multilateral. Dia mengkonfirmasi kejujuran Xi Jinping selama percakapan mereka di bulan Agustus, dan dalam pembicaraan hari itu, Starmer menyatakan bahwa dia akan menunjukkan sikap yang sama.
Keir Starmer menyebut bahwa hubungan kuat antara Inggris dan Tiongkok sangat penting bagi kedua belah pihak serta masyarakat internasional yang lebih luas. Dia mengusulkan untuk mengadakan pembicaraan bilateral tingkat tinggi antara Inggris dan Tiongkok di London atau Beijing, yang akan dipimpin oleh dirinya dan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang. Starmer menyatakan di pertemuan tersebut dia akan menugaskan penasihat keamanan nasional Inggris untuk membahas pengaturan selanjutnya dengan Tiongkok.
Pada pembukaan pembicaraan hari itu, Starmer juga menyatakan bahwa dia sangat menantikan pertemuan antara Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng di awal tahun depan selama Dialog Ekonomi dan Keuangan Inggris- Tiongkok (EFD), untuk mengeksplorasi lebih banyak rencana investasi dan peluang perlakuan yang lebih adil bagi perusahaan-perusahaan Inggris. He Lifeng adalah pemimpin Tiongkok untuk EFD.
Sejak Starmer menjabat pada Juli lalu, hari itu merupakan pertemuan pertamanya dengan Xi Jinping, dan juga merupakan pertemuan tatap muka pertama antara pemimpin Inggris dan Tiongkok sejak kunjungan Perdana Menteri Theresa May ke Tiongkok pada 2018.
Rachel Reeves diharapkan dapat berkunjung ke Beijing pada Januari mendatang untuk memimpin Dialog Ekonomi dan Keuangan Inggris – Tiongkok yang telah terhenti sejak 2019. Dialog terakhir antara kedua negara itu diadakan pada tahun 2019, yang merupakan edisi kesepuluh dan diadakan di London.
Meskipun Pemerintah Inggris saat ini sangat ingin mengembangkan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Beijing, namun pemerintahan baru AS yang akan menjabat pada Januari tahun depan diperkirakan akan mengambil sikap yang lebih keras terhadap Beijing, dan Inggris, yang selalu mengklaim memiliki “hubungan khusus” dengan AS, bagaimana mereka akan menyeimbangkan ini juga layak untuk diperhatikan. Donald Trump, yang akan kembali ke Gedung Putih, selama kampanyenya pernah mengancam akan mengenakan tarif sebesar 60% pada barang-barang dari Tiongkok.
Menurut statistik terbaru yang dirilis oleh Departemen Perdagangan dan Bisnis Inggris, Tiongkok adalah mitra dagang kelima terbesar Inggris, dengan volume perdagangan bilateral mencakup 5.1% dari total perdagangan Inggris. (jhn/yn)