Rusia meluncurkan rudal balistik hipersonik jarak menengah terbaru, Oreshnik (pohan hazel) ke wilayah Dnipro di Ukraina, sementara pasukan Rusia terus maju di kawasan Donbas, membuat Kyiv dalam tekanan besar. Bagaimana NATO akan merespons situasi ini menjadi perhatian internasional.
ETIndonesia. Setelah Rusia meluncurkan rudal hipersonik barunya, parlemen Ukraina membatalkan agenda yang telah dijadwalkan karena meningkatnya ancaman serangan.
“Saya ingin menambahkan, saat ini tidak ada alat di dunia yang mampu melawan rudal ini, dan tidak ada sistem yang bisa mencegatnya. Saya tekankan sekali lagi, kami akan terus menguji sistem terbaru ini,” kata Putin.
Putin mengumumkan rencana untuk memproduksi massal rudal Oreshnik dan menambahkannya ke dalam persenjataan pasukan strategis Rusia.
Sementara itu, Gedung Putih baru-baru ini mengubah kebijakan terhadap Ukraina dengan mengizinkan penggunaan sistem rudal taktis darat (ATACMS) untuk menyerang wilayah Rusia, serta menyetujui penggunaan ranjau anti-personel buatan AS. Inggris juga memberikan lampu hijau untuk penggunaan rudal “Storm Shadow.”
Kremlin menyatakan bahwa penggunaan rudal Oreshnik adalah respons terhadap serangan Ukraina dengan rudal buatan Inggris dan AS ke wilayah Rusia.
Komandan Pasukan Rudal Strategis Rusia, Sergei Karakayev, menegaskan bahwa rudal Oreshnik memiliki jangkauan yang mencakup semua target di Eropa dan mampu membawa hulu ledak nuklir.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut langkah Rusia ini sebagai eskalasi lebih lanjut dalam perang setelah melibatkan tentara Korea Utara. Ia berencana mengadakan dialog darurat dengan NATO pada 26 November mendatang.
Analis Militer Mark, dari Program “Mark Space-Time : Jika NATO ingin meningkatkan respons, mereka dapat menempatkan senjata nuklir di Polandia atau memperkuat latihan militer dan penempatan senjata di perbatasan dengan Rusia, seperti di Finlandia dan Norwegia. Hal ini akan memberikan tekanan besar pada Rusia.”
Di medan perang Ukraina timur, pasukan Rusia dilaporkan maju dengan kecepatan tercepat dalam dua tahun terakhir. Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim telah merebut beberapa desa di wilayah Donetsk, termasuk Dalne dan Novodmytrivka. Bahkan, pasukan Rusia dilaporkan hanya berjarak 6 mil dari kota strategis Pokrovsk. Namun, pihak Ukraina belum mengkonfirmasi laporan ini.
Mark, Analis Militer mengatakan : “Saat ini, jumlah peralatan mekanis Rusia semakin sedikit. Namun, mereka membayar Korea Utara untuk mengirimkan tentara dalam jumlah besar untuk melakukan serangan manusia. Dalam situasi ini, Ukraina berada di bawah tekanan besar. Oleh karena itu, di wilayah timur Ukraina, pasukan mereka terus mundur sedikit demi sedikit. Inilah salah satu alasan utama Gedung Putih akhirnya mengizinkan penggunaan ranjau anti-personel buatan AS di Ukraina.”
Menurut analisis, pasukan elit dan peralatan Ukraina terjebak dalam perebutan wilayah Kursk Rusia, sehingga tidak dapat membantu garis depan di Donbas. Hal ini dapat menyebabkan keruntuhan cepat di medan perang Ukraina timur.
“Tidak menutup kemungkinan bahwa AS akan secara bertahap membuka akses untuk lebih banyak senjata taktis atau peralatan yang dapat menghentikan serangan pasukan Rusia,” ujar Shen Ming-shih, Peneliti dan Direktur Institut Keamanan dan Pertahanan Nasional Taiwan. (Hui)
Sumber : NTDTV.com