EtIndonesia. Penasihat Keamanan Nasional untuk pemerintahan Donald Trump mendatang, Mike Waltz, mengeluarkan desakan keras kepada Rusia dan Ukraina untuk segera duduk di meja perundingan guna mencari solusi damai. Sumber internal mengungkapkan bahwa presiden terpilih AS, Donald Trump tengah serius mempertimbangkan penunjukan utusan khusus untuk menangani konflik Rusia-Ukraina, mantan Duta Besar AS untuk Jerman dan mantan Direktur Intelijen Nasional selama pemerintahan Trump, Richard Grenell sebagai kandidat potensial.
Dorongan untuk Perundingan Damai
Dalam wawancaranya dengan Fox News, Waltz menegaskan: “Kita harus mengakhiri masalah ini secara bertanggung jawab. Kita harus memulihkan pencegahan dan perdamaian, dan harus mencapainya sebelum konflik meningkat, bukan merespons peningkatan konflik.”
Dia menambahkan bahwa Presiden Trump telah sangat jelas dalam pendiriannya bahwa konflik ini harus diakhiri.
“Kita perlu membahas siapa yang akan duduk di meja perundingan, dalam bentuk perjanjian atau gencatan senjata, bagaimana membawa kedua belah pihak ke meja perundingan, dan apa kerangka kesepakatannya,” ujarnya.
Waltz juga menyatakan bahwa dia telah berdiskusi dengan Penasihat Keamanan Nasional Sullivan mengenai pentingnya kerja sama erat antara administrasi Trump dan Biden untuk mencegah pihak musuh mengambil keuntungan dari situasi politik saat ini.
Rekrutmen Tentara Bayaran oleh Rusia
Laporan dari Financial Times pada tanggal 24 November 2024 mengungkapkan bahwa Moskow melalui jaringan misterius telah merekrut ratusan tentara bayaran dari Yaman sejak Juli untuk dikirim ke medan perang Ukraina. Diplomat AS menilai langkah ini sebagai indikasi keinginan Kremlin untuk memperluas konflik ke wilayah baru, termasuk Timur Tengah, sekaligus menyoroti hubungan erat Rusia dengan Iran dan proxy-nya di kawasan tersebut.
Tentara yang direkrut dari Yaman yang menuju Rusia mengungkapkan kepada Financial Times bahwa mereka awalnya dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi dan bahkan kewarganegaraan Rusia. Namun, dengan bantuan perusahaan terkait Houthi, mereka dipaksa masuk ke unit militer Rusia dan ditempatkan di garis depan Ukraina.
Blogger militer dari Visegrad menyatakan bahwa ratusan personel bersenjata Houthi telah bergabung dengan militer Rusia, memperkuat ancaman terhadap stabilitas Eropa.
Selain tentara bayaran dari Yaman, laporan Reuters menyebutkan bahwa tentara Korea Utara juga telah memasuki Eropa, dengan sekitar 12.000 personel terlibat dalam operasi militer Rusia di wilayah Kursk melawan pasukan Ukraina.
Serangan Siber dan Ancaman dari Rusia
Di sisi lain, Pat McFadden, menteri senior Inggris yang bertanggung jawab atas keamanan nasional mengeluarkan peringatan keras pada Konferensi Pertahanan Siber NATO di London tanggal 25 Oktober mengenai potensi serangan siber dari Rusia. Dalam pidatonya, McFadden menyebutkan bahwa Moskow mungkin akan meluncurkan serangan siber yang dapat menargetkan perusahaan-perusahaan Inggris, menyebabkan pemadaman listrik massal, serta menyebut aktivitas peretas yang diberi kekebalan hukum oleh Kremlin.
Peningkatan agresivitas Rusia di bidang siber telah menjadi perhatian utama dalam kebijakan keamanan Barat. Serangan siber sebelumnya telah menargetkan media, perusahaan telekomunikasi, institusi politik, dan infrastruktur energi Inggris, menimbulkan kekhawatiran akan potensi serangan lebih lanjut yang dapat mengguncang stabilitas negara-negara Barat.
Kekuatan Militer Ukraina dan Dukungan AS
Ukraina juga melaporkan kemajuan signifikan dalam konflik, dengan pukulan besar terhadap sistem pertahanan Rusia di wilayah Kursk yang berhasil melumpuhkan stasiun radar S-400. Sistem S-400 merupakan salah satu sistem pertahanan udara paling canggih milik Rusia, mampu mendeteksi ancaman dari jarak lebih dari 400 kilometer. Tanpa radar ini, efektivitas sistem pertahanan udara Rusia menjadi sangat terbatas.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, menyatakan bahwa Presiden Putin mengakui pentingnya operasi di Kursk bagi nasib “operasi militer khusus” Rusia.
“Kehilangan kendali atas wilayah Kursk telah menggoyahkan stabilitas rezim Putin. Putin belum pernah mengalami kerugian seperti di Kursk sebelumnya,” ujar Zelenskyy kepada media Eropa Timur Nexta.
Menurut laporan Reuters, setelah Amerika Serikat menyediakan rudal ATACMS kepada Ukraina, Pemerintah AS kini mempertimbangkan untuk menyediakan rudal JASSM, yang memiliki jangkauan lebih dari tiga kali lipat dibandingkan rudal taktis ATACMS. Rudal JASSM ini mampu mencapai 50 wilayah di Rusia, termasuk ibu kota Moskow, industri militer di wilayah barat, basis nuklir, dan pangkalan militer, yang jika berhasil dikirimkan ke Ukraina, akan menjadi ancaman serius bagi Rusia.
Pernyataan Senator Lindsey Graham
Di tengah dinamika ini, Senator Republik AS Lindsey Graham menyatakan kepada Fox News bahwa presiden terpilih AS, Trump akan mencapai kesepakatan dengan Ukraina yang memanfaatkan mineral tanah jarang Ukraina untuk memperkaya kekayaan Amerika Serikat.
“Ini adalah kesepakatan yang baik bagi Ukraina dan AS,” ujar Graham, menyoroti potensi keuntungan ekonomi dari sumber daya strategis Ukraina.
Tingkatkan Ketegangan antara Rusia dan Barat
Pekan lalu, Rusia menembakkan rudal balistik hipersonik jarak menengah baru bernama “Oreshnik” ke Ukraina, dengan Presiden Vladimir Putin menyatakan bahwa Rusia akan terus menguji rudal ini dalam pertempuran. Langkah ini semakin memperburuk gesekan antara Rusia dan negara-negara Barat, terutama Inggris, yang kini semakin khawatir akan kemungkinan peningkatan serangan siber dan langkah nonmiliter lainnya dari Moskow.
Pidato dan peringatan McFadden menunjukkan bahwa perilaku agresif Rusia di bidang siber telah menjadi isu penting dalam kebijakan keamanan Barat. Dalam konteks situasi internasional yang semakin kompleks saat ini, bagaimana menghadapi ancaman siber ini akan menjadi tantangan kunci dalam periode mendatang.
Kesimpulan
Konflik Rusia-Ukraina terus berkembang dengan keterlibatan aktor internasional yang semakin kompleks. Langkah-langkah diplomatik yang diusulkan oleh pemerintahan Trump, upaya Rusia merekrut tentara bayaran dari Yaman dan Korea Utara, serta ancaman siber dari Moskow menciptakan dinamika yang penuh tantangan bagi komunitas internasional. Dengan potensi penunjukan utusan khusus dan dukungan militer yang semakin meningkat bagi Ukraina, masa depan konflik ini tetap tidak pasti dan membutuhkan perhatian serta upaya diplomatik yang intensif dari semua pihak terkait.