EtIndonesia. Pemerintahan baru Suriah, yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Asaad Hassan al-Shibani, mengambil langkah tegas dalam memperkuat kedaulatan negara dan meredam ketegangan regional. Pada tanggal 24 Desember, Shibani menyampaikan peringatan keras kepada Iran agar menghentikan segala bentuk provokasi yang dapat menimbulkan kekacauan di wilayah tersebut. Selain itu, dia juga mengumumkan bahwa Hari Natal akan dijadikan sebagai hari libur nasional selama dua hari, menandai langkah signifikan dalam keberagaman budaya dan keagamaan Suriah.
Peringatan Tegas terhadap Iran
Dalam pernyataannya di platform Axios, Shibani menekankan pentingnya Iran untuk menghormati kehendak rakyat Suriah serta menjaga kedaulatan dan keamanan negara.
“Suriah menuntut Iran bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan oleh berbagai pernyataan terakhirnya,” ujar Shibani.
Namun, pernyataan ini mendapat tanggapan balik dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang menyerukan kepada pemuda Suriah agar dengan tekad bulat menentang siapapun yang berusaha menciptakan situasi tidak aman di negara tersebut.
Ketegangan dengan Kelompok Bersenjata Kurdi
Pada 25 Desember, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan memberikan ultimatum kepada kelompok bersenjata Kurdi di Suriah untuk meletakkan senjata atau menghadapi konsekuensi serius. Putra Erdoğan bahkan mengorganisir demonstrasi besar-besaran yang dihadiri ratusan ribu orang, menuntut agar Pemerintah Turki mengerahkan pasukan ke Israel. Kementerian Pertahanan Turki juga melaporkan bahwa 20 militan Kurdi tewas di wilayah utara Suriah, menguatkan posisi Turki terhadap kelompok yang didukung Amerika Serikat tersebut.
Upaya Perdamaian dan Rekonsiliasi
Dalam upaya meredam konflik, Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, bertemu dengan Pemimpin baru Suriah, Ahmed al-Sharaa, di Damaskus. Sharaa menegaskan bahwa semua faksi bersenjata di Suriah harus dilucuti dan bergabung dalam satu kesatuan militer di bawah kepemimpinan Kementerian Pertahanan yang baru. Fidan menanggapi dengan peringatan bahwa jika pemerintah baru Suriah gagal menyelesaikan masalah pasukan Kurdi, Turki akan mengambil langkah yang diperlukan, termasuk opsi militer.
Menurut Kantor Berita Nasional Suriah, Sharaa telah berhasil mencapai kesepakatan dengan para pemimpin berbagai faksi bersenjata untuk membubarkan kelompok-kelompok tersebut dan memasukkannya ke dalam struktur Kementerian Pertahanan yang baru. Langkah ini diharapkan dapat membawa stabilitas dan perdamaian di tengah konflik yang telah berlangsung selama 13 tahun.
Reaksi Internasional dan Masa Depan Suriah
Langkah Sharaa untuk menjadikan Hari Natal sebagai hari libur nasional mendapatkan perhatian luas dari negara-negara Barat. Pada 24 Desember , sekelompok orang bersenjata dan bertopeng di wilayah pedesaan Provinsi Hama yang mayoritas penduduknya Kristen, membakar pohon Natal di sebuah lapangan umum. Tindakan ini menuai kecaman dari ratusan umat Kristen yang berkumpul untuk mengecam pembakaran tersebut. Shara berjanji bahwa kaum Kristiani dan kelompok lain akan aman di Suriah, menandai langkah inklusif yang signifikan bagi negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Langkah pemerintah baru Suriah ini dipandang sebagai terobosan yang mengejutkan di kawasan Timur Tengah, yang selama ini ditandai oleh ketegangan antaragama dan konflik bersenjata. Dengan dukungan dari berbagai faksi bersenjata dan upaya diplomatik yang intens, masa depan Suriah tampak berada di persimpangan penting antara stabilitas dan konflik yang terus berlanjut.
Perspektif Turki dan Pengaruh Regional
Turki, yang selama ini memiliki pengaruh besar di Suriah, dikabarkan akan membuka konsulat baru di Aleppo dan memperbaiki jalur rel kereta api yang menghubungkan Turki dengan Damaskus. Menteri Luar Negeri Turki menyatakan upaya ini sebagai langkah untuk memperkuat hubungan bilateral dan memudahkan mobilisasi pasukan jika diperlukan. Pernyataan ini menimbulkan spekulasi bahwa Turki berencana untuk memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut, bahkan hingga ke Israel.
Akun X “Israel at War” melaporkan bahwa putra Erdoğan menggelar unjuk rasa besar yang menuntut keterlibatan militer Turki di Israel. Demonstrasi ini menunjukkan ketegangan yang meningkat dan kemungkinan intervensi militer yang lebih luas di kawasan tersebut. Beberapa pihak menuding bahwa Turki masih menduduki Asia Kecil, wilayah yang secara historis merupakan bagian dari Yunani, sementara yang lain menduga bahwa Erdoğan berencana untuk meniru langkah-langkah militer agresif yang dilakukan oleh Rusia di Ukraina.
Kesimpulan
Suriah saat ini berada dalam periode transformasi penting dengan kepemimpinan baru yang berusaha menyeimbangkan antara perdamaian domestik dan tekanan regional. Langkah-langkah yang diambil oleh Menteri Luar Negeri Shibani dan upaya perdamaian yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Suriah, Shara, diharapkan dapat membawa stabilitas dan keamanan bagi negara yang telah lama dilanda konflik. Namun, dinamika regional yang melibatkan Iran, Turki, dan kelompok bersenjata Kurdi tetap menjadi tantangan besar yang harus diatasi untuk mencapai perdamaian yang langgeng di Suriah.