Fenomena di Korea Utara: Mahasiswi Universitas Ternama Jadi Selir Pejabat Tinggi

EtIndonesia. Pada awal tahun 2024, seorang mahasiswi universitas ternama di Korea Utara tertangkap basah menjual diri demi uang. Dia ditahan di sebuah hotel setelah kedapatan berhubungan dengan pria yang jauh lebih tua darinya, yang memicu perhatian publik. Krisis ekonomi yang semakin parah di Korea Utara menyebabkan semakin banyak kaum wanita, termasuk mahasiswi dari universitas bergengsi, terjerumus ke dalam prostitusi. Sementara itu, para pejabat tinggi yang memiliki kekuasaan dan pengaruh memanfaatkan situasi ini dengan bebas, memperlakukan para perempuan ini layaknya selir pribadi.

Menurut Joo Sung-ha, seorang pembelot Korea Utara sekaligus jurnalis Dong-A Ilbo Korea Selatan, dalam bukunya “Ensiklopedia Kapitalisme Pyongyang”, sebelum pandemi COVID-19, restoran kelas atas di Pyongyang kerap dipenuhi wanita muda berpakaian mewah, mengenakan rok mini, dan rambut pirang. Wanita-wanita ini sering kali melakukan “sugar dating”, yaitu hubungan transaksional dengan pria yang lebih tua di mana pihak pria membayar semua pengeluaran.

Dalam buku tersebut, seorang pria dari kalangan elit Pyongyang menyebutkan bahwa sebagian besar wanita muda yang terlibat dalam praktik ini adalah mahasiswa dari institut seni Korea Utara atau calon penyanyi. Bahkan polisi yang ditugaskan mengawasi kalangan elit kerap mempertanyakan identitas wanita-wanita ini, mengira mereka mungkin berasal dari Jepang atau Singapura. Namun, mereka jarang ditahan. Beberapa orang kaya bahkan menghabiskan malam berpesta dengan mereka atau memberikan hadiah berupa barang-barang mewah.

Meski data dalam buku tersebut menggambarkan situasi sebelum pandemi, perilaku para pejabat yang memanfaatkan kekuasaan untuk mendekati wanita-wanita muda ini tampaknya tidak berubah. Pada 1 Januari lalu, seorang wanita berusia 20-an ditangkap di Hotel Liberation Hill di pusat Pyongyang. Dia dituduh kerap melakukan transaksi seksual dengan pria yang lebih tua di hotel tersebut, yang terkadang juga melayani turis asing.

Sumber informasi menyebutkan bahwa beberapa pejabat memiliki preferensi khusus terhadap mahasiswi dari universitas ternama, terutama mereka yang berasal dari daerah terpencil dan memiliki latar belakang ekonomi yang sulit. Para pejabat ini menawarkan tunjangan hidup kepada para mahasiswi tersebut dan memperlakukan mereka seperti selir pribadi.

Setelah insiden ini terungkap, Pemerintah Korea Utara meningkatkan pengawasan di pusat Pyongyang. Mereka mengganti kamera pengawas dalam radius 5 kilometer di sekitar hotel-hotel mewah dan kawasan kedutaan besar. Namun, langkah ini tidak sepenuhnya efektif karena praktik ini hanya pindah ke lokasi lain.

Krisis Ekonomi Mendorong Penyebaran Prostitusi

Korea Utara sedang berupaya menekan “kapitalisme berlebihan” dan berusaha kembali ke sistem sosialisme yang dikelola negara. Namun, upaya ini justru memperparah kemerosotan ekonomi pasca-pandemi. Banyak warga hidup dalam kelaparan, yang secara tidak langsung memperluas fenomena prostitusi.

Pemerintah Korea Utara baru-baru ini melakukan penggerebekan terhadap restoran yang dilengkapi dengan fasilitas karaoke, dengan alasan bahwa tempat tersebut menjadi “sarang kapitalisme”. Menurut laporan Radio Free Asia, meskipun lagu yang tersedia di mesin karaoke hanya berisi lagu-lagu Korea Utara, banyak restoran diperintahkan untuk ditutup.

Sebelumnya, restoran berlomba-lomba memasang fasilitas karaoke, tetapi kini lebih dari separuh dari mereka harus tutup. Dengan ekonomi yang semakin memburuk, aktivitas ilegal seperti perdagangan narkoba dan prostitusi pun menjadi semakin meluas. Restoran dan ruang privat di sauna sering digunakan sebagai tempat transaksi ilegal.

Restoran populer di sana yang dikenal karena pelayannya yang cantik, menjadi pusat kegiatan ilegal sebelum pandemi. Meskipun restoran ini menawarkan fasilitas karaoke dengan harga mahal, para pelanggan dapat menikmati layanan dari pelayan pribadi untuk memuaskan keinginan mereka

200 Mahasiswi Dipaksa Menjadi Pekerja Seks

Pada Juli 2020, Korea Utara membongkar sebuah kasus prostitusi besar-besaran yang melibatkan lebih dari 200 mahasiswi universitas ternama. Mereka dipaksa bekerja sebagai pekerja seks di sebuah karaoke. Pemimpin jaringan ini akhirnya dihukum mati.

Menurut laporan KBS Korea Selatan, pada September lalu, Pemerintah Korea Utara merilis video edukasi tentang pencegahan kejahatan, yang mengungkap peningkatan penggunaan narkoba dan prostitusi. Laporan dari Daily NK menyebutkan bahwa video tersebut menunjukkan adanya peningkatan kejahatan, termasuk perdagangan narkoba dan prostitusi yang melibatkan perempuan muda berusia 18 hingga 21 tahun.

Di balik aktivitas prostitusi ini, terungkap bahwa ada para pria yang bertindak sebagai perantara. Mereka menggunakan narkoba untuk mengendalikan para wanita muda dan mengatur transaksi seksual. Yang lebih mengkhawatirkan, tren prostitusi ini semakin menyasar anak di bawah umur.

Pada sebuah penggerebekan besar-besaran dua tahun lalu di Kota Hamhung, Provinsi Hamgyong Selatan, polisi dan aliansi pemuda menangkap 34 wanita dalam satu hari di stasiun kereta api. Beberapa dari mereka masih berusia remaja, yang mengejutkan masyarakat setempat. Krisis narkoba di Korea Utara kini terkait erat dengan prostitusi, menciptakan masalah sosial yang serius. Beberapa perempuan yang menjadi pekerja seks dikendalikan oleh narkoba. Setelah kecanduan, dan meski tertangkap oleh aparat penegak hukum, sangat sulit bagi mereka untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS