EtIndonesia. Perayaan Natal di Mozambik berubah menjadi mimpi buruk bagi banyak warga Tionghoa yang bekerja dan menetap di negara tersebut. Pada tanggal 24 Desember, Pengadilan Tinggi Mozambik mengumumkan bahwa setelah kemenangan Front Pembebasan Mozambik, negara tersebut mengalami kerusuhan besar yang menargetkan komunitas Tionghoa.
Aksi Penjarahan dan Pembakaran Massal
Dalam kerusuhan tersebut, ratusan toko milik orang Tionghoa seperti department store, toko elektronik, supermarket, dan pabrik mengalami penjarahan dan pembakaran. Video yang beredar di media sosial menunjukkan adanya individu yang mengenakan seragam militer yang terlibat dalam aksi penjarahan, terutama di ibu kota Maputo. Beberapa toko besar milik Tionghoa menjadi target utama, dengan laporan bahwa para preman menggunakan kendaraan lapis baja bantuan dari Tiongkok untuk menyerbu supermarket milik orang Tionghoa.
Pertahanan Diri Komunitas Tionghoa
Sebagai respons terhadap serangan tersebut, beberapa warga Tionghoa terpaksa membuat senjata sederhana dan mengorganisir kekuatan bersenjata sendiri untuk mempertahankan rumah dan tempat bisnis mereka. Hal ini mencerminkan ketegangan yang meningkat dan rasa tidak aman di kalangan komunitas Tionghoa di Mozambik.
Video Kerusuhan dan Serangan Militer
Sebuah akun investigasi berita di platform X (sebelumnya Twitter) pada tanggal 26 Desember membagikan video kerusuhan yang menunjukkan sebuah kendaraan lapis baja ditabrakkan ke sebuah bangunan berwarna biru di tengah kerumunan orang kulit hitam, menyebabkan dinding putih besar terbuka. Selain itu, banyak pengguna internet melaporkan bahwa sejumlah negara di Afrika kini menganggap warga Tionghoa sebagai “pohon uang”, termasuk tindakan penindasan oleh polisi tanpa alasan yang jelas.
Peran Tiongkok di Mozambik
Data menunjukkan bahwa Tionghoa telah berperan dalam pembangunan infrastruktur di Mozambik, termasuk Jembatan Maputo yang merupakan salah satu jembatan gantung terbesar di Afrika, serta Sekolah Teknik dan Kejuruan Sofara untuk melatih tenaga kerja terampil. Selama pandemi COVID-19, Tiongkok juga menyediakan berbagai bahan bantuan kesehatan dan menandatangani beberapa perjanjian kerja sama ekonomi di bidang pertanian, energi, dan sektor lainnya.
Pada KTT Kerja Sama Tiongkok -Afrika di Beijing pada September 2024, Presiden Xi Jinping mengumumkan bahwa Tiongkok akan memberikan dukungan keuangan sebesar 360 miliar yuan kepada Afrika selama tiga tahun ke depan. Mozambik, sebagai mitra kerja sama penting di Afrika, diperkirakan juga akan menerima bagian yang sesuai dari dukungan ini.
Kritik dari Media Independen dan Masyarakat
Seorang jurnalis independen, Ning Jing, menyatakan bahwa proyek-proyek Tiongkok di Afrika merupakan bentuk perampasan sumber daya di negara-negara berkembang, mirip dengan praktik yang dilakukan di dalam negeri. Dia menyoroti penambangan berlebihan yang tidak memperhatikan lingkungan setempat, yang menyebabkan kerusakan besar. Selain itu, warga negara Tiongkok yang tidak mematuhi aturan sering kali merusak reputasi proyek tersebut di negara-negara penerima.
Di platform X, beberapa pengguna menceritakan pengalaman mereka tentang penindasan terhadap orang Tionghoa, seperti di Tanzania, di mana polisi mengharuskan mereka memberikan uang tunai tanpa memberikan surat tilang.
Pada tanggal 26 Desember, situs berita sosial Reddit melihat postingan tentang kekerasan anti-Tionghoa di Mozambik dan ketidakpedulian Kedutaan Besar Tiongkok, termasuk tangkapan layar percakapan di WeChat yang menunjukkan upaya menghubungi Kementerian Luar Negeri Tiongkok dan laporan tentang ancaman terhadap lebih dari seratus orang Tionghoa di sebuah pabrik plastik milik Tiongkok. Namun, Kementerian Luar Negeri Tiongkok belum menerima laporan resmi tentang kerusuhan tersebut. Beberapa pengguna juga menunjukkan bahwa upaya menghubungi Kedutaan Besar Tiongkok tidak berhasil dan menyerukan masyarakat untuk menekan Kementerian Luar Negeri. Ada pula yang menunjukkan foto senjata semi-otomatis bernama Berneley M4 dan menyatakan akan mendukung pabrik kerabat mereka.
Komentar dari Analis Politik
Komentator politik Li Dayu menyatakan bahwa setiap negara pada umumnya akan segera memberi tahu warganya yang berada di luar negeri saat terjadi gejolak untuk meminimalkan kerugian. Namun, Pemerintah Tiongkok selalu buruk dalam hal ini. Contohnya, saat pengusiran warga Tionghoa di Indonesia pada tahun 1998, Pemerintah Tiongkok tidak bertanggung jawab. Begitu pula saat perang Ukraina pecah pada 2022, warga Tionghoa di Ukraina harus mengurus diri mereka sendiri tanpa bantuan dari pemerintah. Kasus di Mozambik kali ini kembali menunjukkan kegagalan Pemerintah Tiongkok dalam melindungi warganya. Meskipun Pemerintah mengklaim bahwa paspor Tiongkok bisa membawa warganya pulang ke mana saja, kenyataannya adalah kebijakan tersebut hanyalah kebohongan belaka.
Kunjungan Presiden Iran ke Rusia dan Menteri Luar Negeri ke Tiongkok
Dalam perkembangan internasional, Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, dijadwalkan akan mengunjungi Moskow awal tahun depan untuk bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan menandatangani perjanjian kerja sama bilateral. Selain itu, Menteri Luar Negeri Iran akan segera mengunjungi Tiongkok. Menurut informasi dari Duta Besar Iran di Rusia, Kazem Jalali, kunjungan ini akan berlangsung pada 17 Januari. Selama kunjungan, Raisi dan Putin akan menandatangani perjanjian kerja sama antara kedua negara.
Meskipun kedua negara ini berada di bawah sanksi perdagangan internasional, mereka telah membangun hubungan yang kuat di berbagai bidang, termasuk kerja sama militer. Interaksi antara Iran dan Rusia semakin intens, seperti pertemuan Wakil Perdana Menteri Rusia yang bertanggung jawab atas urusan transportasi, Vitaly Savelyev, dengan Raisi di Teheran untuk membahas pembangunan Rel Kereta Api Rasht-Astara yang menghubungkan Iran, Azerbaijan, dan Rusia. Sebelumnya, pada Oktober, Raisi dan Putin bertemu di Kasan, Rusia, selama KTT BRICS untuk membahas konflik internal Suriah, di mana kedua negara mendukung rezim Assad yang baru digulingkan.
Kesimpulan
Kerusuhan anti-Tionghoa di Mozambik menggambarkan ketegangan yang meningkat terhadap komunitas Tionghoa di Afrika. Sementara itu, hubungan internasional yang kompleks, seperti antara Iran dan Rusia, menunjukkan dinamika geopolitik yang terus berkembang di tengah sanksi dan konflik global. Situasi di Mozambik menjadi cermin dari tantangan yang dihadapi oleh komunitas Tionghoa di luar negeri dan kegagalan beberapa negara dalam melindungi warganya di tengah krisis.