EtIndonesia. Menurut laporan Reuters pada Jumat, 27 Desember, layanan pers Pengadilan Moskow menyatakan bahwa sebuah pengadilan di Rusia menjatuhkan denda sebesar 3 juta rubel (sekitar Rp 460 juta) kepada TikTok. Alasan denda ini adalah kegagalan platform media sosial milik perusahaan Tiongkok tersebut untuk mematuhi undang-undang Rusia terkait pembatasan jenis informasi tertentu.
Namun, pengadilan tidak memberikan rincian spesifik mengenai sifat keluhan terhadap TikTok. Denda tersebut menandai langkah terbaru perselisihan Rusia dengan sejumlah perusahaan teknologi raksasa, terbaru dengan TikTok.
Rusia sedang mempertimbangkan untuk memperluas undang-undang “propaganda gay” yang disahkan pada 2013. Peraturan itu melarang setiap orang atau entitas mempromosikan hubungan homoseksual kepada anak-anak.
Pihak berwenang Rusia menyatakan, mereka membela “moralitas” dalam menghadapi apa yang mereka anggap sebagai nilai-nilai liberal non-Rusia yang dipromosikan oleh Barat. Para aktivis hak asasi manusia menganggap undang-undang tersebut telah diterapkan secara luas untuk mengintimidasi komunitas LGBT Rusia.
Dalam beberapa tahun terakhir, TikTok telah menghadapi berbagai keluhan dan penyelidikan di sejumlah negara.
Pada musim semi 2024, Amerika Serikat mengesahkan undang-undang yang mengharuskan ByteDance, perusahaan induk TikTok asal Tiongkok, untuk menjual TikTok paling lambat pada 19 Januari 2025. Jika ByteDance gagal melakukannya, Google dan Apple akan berhenti menyediakan TikTok di toko aplikasi mereka di Amerika Serikat.
Pada 21 Desember, Perdana Menteri Albania, Edi Rama, mengumumkan bahwa negaranya akan melarang TikTok selama setidaknya satu tahun, mulai awal 2025. Larangan ini adalah bagian dari rencana yang lebih luas untuk meningkatkan keamanan di sekolah-sekolah. Pengumuman ini dibuat setelah pertemuan Rama dengan kelompok orang tua dan guru dari berbagai wilayah di Albania.
Pada 17 Desember, Komisi Eropa mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan menyelidiki apakah TikTok telah mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mencegah pelaku jahat memanipulasi sistem rekomendasinya. Komisi juga akan memeriksa apakah TikTok telah memberikan label yang sesuai pada konten politik sesuai dengan ketentuan Digital Services Act (DSA) Uni Eropa.
Denda dari pengadilan Rusia ini menambah tekanan yang terus meningkat terhadap TikTok di berbagai negara. Kekhawatiran terkait keamanan data, manipulasi algoritma, dan dampak sosial terus menjadi perhatian utama para pembuat kebijakan global, sementara TikTok berupaya mempertahankan operasinya di tengah gelombang peraturan yang semakin ketat. (jhn/yn)