Kisah Perjalanan Jimmy Carter, Presiden Amerika Serikat ke-39 Hingga Tutup Usia

ETIndonesia. Jimmy  Carter memulai karier politiknya di Amerika Serikat dengan menjabat di dewan-dewan County yang mengawasi pendidikan, perpustakaan, dan otoritas rumah sakit sebelum menjadi senator negara bagian Georgia pada tahun 1962.

Ia pertama kali mencalonkan diri sebagai gubernur Georgia pada tahun 1966, tetapi kalah dalam pemilihan pendahuluan dari Ellis Arnall dan Lester Maddox. Namun, ia memenangkan pemilihan gubernur Georgia pada tahun 1970.

Sebagai gubernur Georgia ke-76, Carter menyatakan dalam pidato pelantikannya bahwa “masa diskriminasi rasial telah berakhir,” sambil menekankan pentingnya ekologi dan efisiensi pemerintahan.

Komite Nasional Demokrat memilihnya sebagai ketua kampanye untuk pemilihan kongres dan gubernur tahun 1974, yang menghasilkan peningkatan mayoritas Demokrat di Senat dan DPR Amerika Serikat setelah skandal Watergate.

Carter mengumumkan kampanye kepresidenannya pada 12 Desember 1974 dan terpilih pada pemungutan suara pertama dalam Konvensi Nasional Demokrat 1976, memilih mantan Senator Walter F. Mondale (D-Minn.) sebagai pasangannya.

Selama pemilihan presiden 1976, ia memposisikan dirinya sebagai reformis yang “tidak tercemar” oleh politik Washington, berlawanan dengan mantan Presiden Gerald Ford, yang menghadapi kritik atas pengampunan terhadap pendahulunya setelah skandal Watergate.
Carter memenangkan pemilihan dengan 50,1 persen suara dibandingkan 48 persen, meraih total 297 suara elektoral.

Masa Kepresidenan yang Beragam

Sebagai presiden, Carter berupaya mengatasi inflasi dan pengangguran yang meningkat, dengan mencatat peningkatan hampir delapan juta pekerjaan dan penurunan defisit anggaran pada akhir masa jabatannya.

Carter juga memimpin pembentukan Departemen Energi dan Pendidikan, serta meluncurkan program-program baru di kedua lembaga tersebut.

Ia menandatangani Undang-Undang Konservasi Lahan Kepentingan Nasional Alaska, yang menggandakan ukuran sistem taman nasional dan melipatgandakan luas wilayah hutan belantara.

Dua pencapaian penting selama masa kepresidenannya adalah Perjanjian Camp David pada tahun 1978, yang menjalin hubungan baik antara Mesir dan Israel, serta perjanjian Terusan Panama pada tahun 1977, yang mengembalikan kendali terusan kepada Panama pada tahun 1999.

Carter juga menjalin hubungan diplomatik penuh dengan Republik Rakyat Tiongkok, melanjutkan langkah-langkah pendahulunya. Pada tahun 1979, ia menegosiasikan perjanjian SALT II untuk pembatasan nuklir dengan Uni Soviet guna mengurangi produksi senjata nuklir strategis.

Namun, masa kepresidenannya juga menghadapi hambatan, seperti meningkatnya biaya energi, pengangguran, inflasi yang sangat tinggi, suku bunga melonjak, dan ketegangan politik internasional.

Upaya untuk mengurangi inflasi dan suku bunga yang meningkat menyebabkan resesi singkat, yang semakin membebani pemerintahannya.

Carter menarik perjanjian SALT II setelah Uni Soviet menginvasi Afghanistan pada tahun 1979.
Salah satu titik balik terbesar yang mengakhiri masa jabatannya adalah Krisis Sandera Iran, ketika militan Iran menyandera 52 diplomat dan warga negara AS dari Kedutaan Besar AS di Teheran.

Insiden tersebut mendominasi berita selama 14 bulan terakhir masa kepresidenannya. Para sandera dibebaskan pada hari yang sama saat Carter meninggalkan jabatannya.

Kegiatan Kemanusiaan

Setelah kalah dalam pemilihan 1980 dari Ronald Reagan, Carter mendirikan Carter Center pada tahun 1982 untuk menyelesaikan konflik internasional, memajukan demokrasi, melindungi hak asasi manusia, dan memberantas penyakit.

Melalui Carter Center, ia membantu mediasi konflik di berbagai negara dan wilayah, termasuk Ethiopia (1989), Korea Utara (1994), Liberia (1994), Haiti (1994), Sudan (1999), Uganda (1999), Venezuela (2002-2003), Kolombia (2008), dan Timur Tengah (2003-sekarang).

Komite Nobel Norwegia menganugerahkan Carter Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2002 atas “puluhan tahun upaya tak kenal lelah untuk menemukan solusi damai bagi konflik internasional, memajukan demokrasi dan hak asasi manusia, serta mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial.”

Ia dan istrinya menjadi sukarelawan dengan Habitat for Humanity selama seminggu setiap tahun hingga 2020. Rosalynn Carter meninggal dunia pada tahun 2023 dalam usia 96 tahun.

“Rosalynn adalah mitra setara saya dalam semua yang pernah saya capai. Dia memberikan saya bimbingan bijak dan dorongan saat saya membutuhkannya. Selama Rosalynn ada di dunia, saya selalu tahu ada seseorang yang mencintai dan mendukung saya,” kata Carter dalam pernyataan setelah kematiannya.

Carter masuk perawatan paliatif pada 18 Februari 2023 dan tetap berada di sana hingga meninggal dunia.

Mantan presiden ini didiagnosis menderita kanker kulit pada tahun 2015 yang segera menyebar ke hati dan otaknya, tetapi setelah menjalani pengobatan, kanker tersebut berhasil masuk ke tahap remisi.

Ia meninggalkan empat anak, 11 cucu, dan 14 cicit.

Presiden Joe Biden menerima permintaan untuk menyampaikan pidato pemakaman Carter saat ia mengunjungi mantan presiden tersebut selama masa perawatan paliatif pada tahun 2023.

Sumber : Theepochtimes.com 

FOKUS DUNIA

NEWS