EtIndonesia. Menurut laporan media Inggris, Rusia khawatir bahwa jika perang dengan NATO pecah, wilayah timur Rusia akan menjadi sasaran serangan Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan. Oleh karena itu, militer Rusia merencanakan serangan terhadap Jepang dan Korea Selatan dalam skenario tersebut.
Berdasarkan dokumen rahasia militer Rusia yang bocor, yang dianalisis oleh Financial Times, dokumen-dokumen dari tahun 2013 hingga 2014 tersebut mencakup rencana serangan terhadap 160 lokasi, termasuk jalan, jembatan, dan pabrik.
Sumber Barat yang berbagi dokumen ini dengan Financial Times menyoroti kekhawatiran serius Moskow terhadap ancaman di wilayah timur. Perencana militer Rusia menganggap wilayah timur negara tersebut sangat rentan terhadap serangan dari aset militer Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan jika perang dengan NATO terjadi.
Dokumen ini diambil dari 29 arsip rahasia militer Rusia yang membahas pelatihan perwira untuk potensi konflik di front timur antara 2008 dan 2014. Informasi ini dianggap sangat terkait dengan strategi militer Rusia.
William Alberque, peneliti tamu di Stimson Center di Washington dan mantan pejabat pengendalian senjata NATO, menyatakan bahwa dokumen-dokumen ini, ditambah dengan keputusan Korea Utara untuk mengirim pasukan mendukung Rusia baru-baru ini, menunjukkan hubungan erat antara zona perang Eropa dan Asia. Menurut Alberque, Asia tidak bisa mengabaikan konflik yang terjadi di Eropa.
Dokumen tersebut menyoroti bagaimana Rusia memandang ancaman dari sekutu Asia negara-negara Barat. Rusia khawatir bahwa negara-negara Asia ini akan menghambat operasi militer Rusia di kawasan atau membantu Amerika Serikat menyerang pasukan Rusia, termasuk pasukan misil Rusia. Jika Rusia melancarkan serangan kejutan ke Estonia, mereka harus menyerang sekutu Amerika Serikat di Jepang dan Korea Selatan.
Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov tidak memberikan komentar mengenai laporan ini.
Dari 82 target pertama dalam daftar, sebagian besar memiliki atribut militer, seperti markas komando pusat dan regional militer Jepang dan Korea Selatan, fasilitas radar, pangkalan udara, serta instalasi angkatan laut.
Selain itu, daftar target juga mencakup fasilitas sipil seperti jalan raya, rel kereta api, dan terowongan di Jepang, termasuk Terowongan Kanmon yang menghubungkan Honshu dan Kyushu. Infrastruktur energi juga menjadi prioritas utama Rusia, termasuk 13 pembangkit listrik dan kilang minyak di wilayah Laut Jepang.
Target di Jepang dan Korea Selatan
Di Korea Selatan, target sipil utama adalah jembatan, sementara target industri mencakup pabrik baja di Pohang dan pabrik kimia di Busan.
Dokumen menyebutkan bahwa perencanaan Rusia sangat detail. Misalnya, dokumen menjelaskan kekuatan senjata yang diperlukan untuk menghancurkan dua markas komando di Korea Selatan. Di Jepang, perhitungan serangan termasuk rencana untuk menghancurkan fasilitas radar di Pulau Okushiri, Hokkaido, menggunakan satu pembom strategis Tu-160 yang dapat meluncurkan 12 rudal jelajah subsonik Kh-101 dengan tingkat keberhasilan 85%. Ukuran dan kapasitas potensial dari fasilitas industri lainnya juga tercatat dalam dokumen.
Dokumen tersebut juga mencatat bahwa pada 24 Februari 2014, Rusia mengerahkan pembom Tu-95 untuk berpatroli selama 17 jam di sekitar Jepang dan Korea Selatan. Operasi ini mencatat kemampuan pertahanan udara dan respons kedua negara, termasuk 18 kali pencegatan dengan total 39 pesawat tempur. Salah satu pencegatan terpanjang melibatkan jet tempur Jepang F-4 Phantom II yang mengawal Tu-95 selama 70 menit.
Risiko “Eskalasi Horizontal”
Mitsutomo Tsuruoka, mantan peneliti di Kementerian Pertahanan Jepang yang kini menjadi profesor di Universitas Keio, mencatat bahwa jika Rusia memicu konflik di Eropa meluas ke Asia—dikenal sebagai “eskalasi horizontal”—hal ini akan menjadi tantangan besar bagi Jepang.
Dia mengatakan bahwa Jepang dapat memiliki peringatan dini jika terjadi konflik dengan Korea Utara atau Tiongkok, memungkinkan waktu untuk mempersiapkan atau mengambil tindakan. Namun, dalam kasus eskalasi horizontal dari konflik Eropa, waktu peringatan bagi Jepang jauh lebih singkat, memberikan sedikit pilihan bagi Jepang untuk menghindari keterlibatan dalam konflik. (jhn/yn)