EtIndonesia. Di tengah wabah flu dan pneumonia yang melanda Tiongkok, jumlah kasus flu di Jepang dan Korea Selatan juga meningkat tajam. Para ahli virologi memperingatkan bahwa gelombang infeksi saluran pernapasan ini tidak terbatas pada Asia dan Tiongkok saja, dengan potensi menyebar lebih luas dan memicu pandemi baru yang masih perlu dipantau.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, dalam periode 16–26 Desember 2024, sekitar 211.049 kasus flu dilaporkan dari 5.000 institusi medis yang ditunjuk, dengan rata-rata 42,66 kasus per fasilitas. Angka ini telah melampaui batas peringatan sebesar 30 kasus dan meningkat 2,24 kali lipat dari minggu sebelumnya. Jumlah pasien telah meningkat selama sembilan minggu berturut-turut. Akibatnya, sekitar 5.800 sekolah atau kelas terpaksa diliburkan, dan diperkirakan jumlah kasus akan meningkat lebih jauh selama liburan Tahun Baru.
Institut Nasional Penyakit Menular Jepang memperkirakan total pasien yang mengunjungi institusi medis di seluruh negeri dalam satu minggu mencapai 1,674 juta orang. Selain itu, jumlah infeksi COVID-19 dilaporkan meningkat selama empat minggu berturut-turut, dan kasus pneumonia mikoplasma terus berada di tingkat tinggi sejak mencapai rekor tertinggi pada November 2024.
Distribusi Kasus Berdasarkan Wilayah
Kasus flu menyebar dengan cepat di seluruh Jepang. Berdasarkan jumlah rata-rata pasien per institusi medis, wilayah dengan kasus tertinggi adalah:
- Prefektur Ōita: 82,64 kasus (naik dari 37,22 kasus di minggu sebelumnya).
- Prefektur Kagoshima: 65,57 kasus.
- Prefektur Saga: 61,62 kasus.
- Prefektur Chiba: 60,03 kasus.
- Prefektur Fukuoka: 59,86 kasus.
Wilayah dengan kasus lebih rendah adalah:
- Prefektur Okinawa: 10,43 kasus.
- Prefektur Toyama: 13,36 kasus.
- Prefektur Aomori: 15,74 kasus.
Tokyo mencatat rata-rata 40,02 kasus per institusi, melebihi batas peringatan untuk pertama kalinya dalam enam tahun sejak 2019. Dari 47 prefektur, 36 di antaranya telah melampaui batas peringatan.
Krisis di Lapangan
Data terbaru mengenai jumlah kasus flu diharapkan akan tersedia setelah liburan Tahun Baru pada 6 Januari. Seorang pekerja di sebuah toko elektronik di Osaka, yang diidentifikasi sebagai Inoue, menceritakan pengalamannya terkena flu. Pada 25 Desember, dia mulai merasa kedinginan di tempat kerja dan membeli obat flu di apotek. Malamnya, dia mengalami demam tinggi hingga 38,9°C, diikuti batuk, tenggorokan bengkak, dan kelelahan ekstrem.
Keesokan harinya, demamnya masih tinggi di atas 38,5°C, disertai pusing yang parah. Karena perusahaan membutuhkan kehadirannya, dia tetap pergi bekerja pada 27 Desember meskipun merasa lemah. Saat mencoba membeli alat tes COVID-19 dan obat di apotek, Inoue menemukan bahwa stok sudah habis karena permintaan yang melonjak.
Dia mengatakan: “Meskipun demam saya sudah turun sekarang, tubuh saya masih sangat lemah, bahkan berjalan beberapa langkah saja membuat saya lelah.” Ia juga mencatat peningkatan panggilan ambulans di sekitar kota.
Kondisi di Korea Selatan
Kasus flu di Korea Selatan juga melonjak tajam. Menurut laporan Yonhap News pada 3 Januari, mayoritas kasus flu terjadi di kalangan remaja berusia 13–18 tahun. Dalam periode 22–28 Desember 2024, dari 1.000 pasien rawat jalan di 300 institusi medis yang diawasi, 73,9 di antaranya menunjukkan gejala flu, meningkat 136% dari minggu sebelumnya. Ini adalah wabah flu terparah di Korea Selatan sejak 2016.
Pandangan Para Ahli
Dr. Lin Xiaoxu, mantan kepala laboratorium virologi di Institut Penelitian Angkatan Darat AS, mengatakan bahwa musim dingin 2024–2025 menunjukkan lonjakan kasus infeksi saluran pernapasan di banyak wilayah. Di Asia Timur, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok, kombinasi flu, RSV (respiratory syncytial virus), parainfluenza, dan COVID-19 menyebabkan peningkatan kasus, termasuk kasus berat.
Menurutnya, situasi serupa juga terlihat di Eropa, di mana kasus flu dan RSV meningkat tajam dengan lonjakan jumlah pasien rawat inap. Ia mencatat bahwa penurunan kekebalan di kalangan masyarakat Tiongkok dapat menyebabkan angka kasus berat lebih tinggi dibandingkan wilayah lain.
Mengenai potensi pandemi baru, dr. Lin mengatakan bahwa meskipun masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan, fenomena ini harus terus dipantau secara ketat. (jhn/yn)