EtIndonesia. Pada Minggu, 5 Januari, pasukan Ukraina meluncurkan serangan balasan besar-besaran di wilayah Kursk, Rusia. Setelah sebelumnya, pada Agustus 2024, Ukraina berhasil masuk dan menduduki sebagian besar wilayah ini, mereka terus menghadapi tekanan berat dalam mempertahankan posisi tersebut.
Baik pejabat Ukraina maupun Rusia mengonfirmasi terjadinya serangan ini, meski kedua belah pihak memberikan keterangan berbeda mengenai situasi di lapangan.
Andrii Kovalenko, kepala Pusat Penanggulangan Disinformasi di bawah Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, mengatakan bahwa pasukan Ukraina melancarkan serangan dari beberapa lokasi di wilayah Kursk.
Dalam sebuah unggahan singkat di Telegram, Andriy Yermak, kepala kantor kepresidenan Ukraina, menyebut: “Kabar baik dari Kursk: Rusia sedang mendapatkan balasan yang pantas.”
Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Rusia melalui Telegram menyatakan bahwa serangan Ukraina dilakukan pada pagi hari waktu Moskow. Pasukan Ukraina disebut menggunakan dua tank, satu kendaraan penyapu ranjau, 12 kendaraan tempur lapis baja, dan pasukan infanteri untuk menyerang posisi Rusia.
Rusia mengklaim bahwa mereka berhasil menggagalkan dua serangan dari pasukan Ukraina.
Pada Agustus 2024, Ukraina mengejutkan dunia dengan melancarkan serangan lintas perbatasan ke wilayah Kursk, sebuah serangan yang menjadikan Rusia untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II mengalami invasi di wilayahnya sendiri oleh pasukan asing. Namun, sejak itu, Rusia terus memperkuat posisinya di Kursk dengan mengerahkan lebih banyak pasukan dan memperketat pertahanan.
Salah satu langkah Rusia adalah mengirimkan sekitar 10.000 tentara Korea Utara untuk mendukung upaya mereka di wilayah tersebut. Langkah ini telah meningkatkan tekanan pada pasukan Ukraina yang berjuang keras mempertahankan wilayah tersebut.
Serangan di Kursk terjadi di tengah situasi geopolitik yang semakin intens menjelang pelantikan Presiden terpilih AS, Donald Trump, pada 20 Januari mendatang. Ukraina dan Rusia berlomba-lomba meraih keunggulan di medan perang untuk meningkatkan posisi mereka dalam negosiasi perdamaian yang mungkin terjadi di masa depan.
Baik Ukraina maupun Rusia memahami bahwa pencapaian militer di medan perang akan menjadi faktor penting dalam menentukan hasil diplomasi di meja perundingan. (jhn/yn)