Trump Tak Ingin Melihat Korban Perang, Tengahi Konflik antara Rusia dan Ukraina Hingga Berharap Terjadinya Perdamaian

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memulai mediasi konflik Rusia-Ukraina minggu ini. Ia melakukan percakapan terpisah dengan Rusia dan Ukraina untuk mendengarkan pendapat masing-masing pihak.

Amerika Serikat dan Rusia mencapai empat kesepakatan, tetapi Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, sempat bersitegang melalui pernyataan publik.

Meskipun negosiasi sempat menemui jalan buntu, kedua negara kemudian mengumumkan adanya pertemuan yang konstruktif. Pada saat yang sama, negara-negara Eropa mulai bersatu untuk merancang paket bantuan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk Ukraina

EtIndonesia. Memasuki tahun ketiga perang Rusia-Ukraina, negosiasi gencatan senjata yang mulai terlihat pekan lalu sempat mengalami kebuntuan minggu ini. Strategi Trump adalah memahami terlebih dahulu syarat gencatan senjata dari kedua pihak sebelum memulai perundingan. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, memimpin negosiasi dengan Rusia, sementara utusan khusus AS untuk konflik Rusia-Ukraina, Keith Kellogg, bertugas mendengarkan pendapat Ukraina.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio: “Tujuan kami adalah mencapai kesepakatan yang adil, berkelanjutan, dan dapat diterima semua pihak untuk mengakhiri konflik ini.”

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov: “Semua pihak pasti ingin menghapus hambatan ekonomi yang diciptakan secara sengaja dan memulihkan kerja sama ekonomi timbal balik.”

Pertemuan ini menjadi komunikasi langsung pertama antara para menteri luar negeri AS dan Rusia sejak Januari 2022. Selain membahas perjanjian gencatan senjata, kedua negara juga membicarakan perkembangan ekonomi, pemulihan operasional kedutaan besar masing-masing, dukungan terhadap negosiasi damai Ukraina, serta kerja sama ekonomi dan geopolitik.

Sementara itu, utusan khusus AS, Keith Kellogg, bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tetapi atas permintaan Amerika Serikat, konferensi pers bersama dibatalkan.

Dalam unggahan di media sosialnya, Zelenskyy menyatakan bahwa mereka telah membahas situasi perang, jaminan keamanan Ukraina, serta proses pemulangan tawanan perang. Zelenskyy menegaskan bahwa Ukraina siap bekerja keras untuk mencapai kesepakatan investasi dan keamanan yang kuat dan efektif dengan Amerika Serikat. Ia juga mengakui bahwa tanpa dukungan AS, Ukraina tidak akan mampu bertahan hingga saat ini.

Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz: “Mungkin mereka (Ukraina) tidak menyukai urutan negosiasi tertentu, tetapi saya harus menegaskan bahwa pendapat mereka pasti didengarkan.”

Meskipun Waltz memberikan klarifikasi, Zelenskyy tetap membatalkan kunjungannya ke Arab Saudi untuk menghindari spekulasi bahwa Ukraina terlibat dalam pertemuan AS-Rusia tersebut.

Presiden AS, Donald Trump: “Kami sedang bernegosiasi dengan Rusia dan Ukraina untuk mencoba mengakhiri perang yang mengerikan ini. Pembicaraan saya dengan Putin berjalan sangat baik, tetapi pembicaraan dengan Ukraina tidak begitu lancar. Mereka terus berperang meskipun tidak memiliki kartu truf. Namun, kami tidak akan membiarkan situasi ini terus berlanjut, perang ini terlalu mengerikan.”

Kesepakatan Gencatan Senjata Tertunda karena Perjanjian Mineral Tanah Jarang

Meskipun negosiasi gencatan senjata hampir mencapai kata sepakat, ada satu kendala yang belum terselesaikan—yaitu perjanjian mengenai mineral tanah jarang antara AS dan Ukraina. Kesepakatan ini pertama kali diusulkan oleh Zelenskyy kepada tim kampanye Trump pada September 2024, menjelang pemilihan presiden AS. Namun, sebagian besar area tambang mineral langka ini berada di wilayah Ukraina yang saat ini diduduki Rusia.

Zelenskyy berpendapat bahwa Amerika Serikat meminta akses terhadap sumber daya mineral senilai sekitar 500 miliar dolar AS, sedangkan selama hampir tiga tahun perang, AS hanya memberikan bantuan sebesar 100 miliar dolar AS kepada Ukraina. Selain itu, perjanjian ini tidak mencantumkan jaminan keamanan bagi Ukraina, seperti keanggotaan di NATO.

Namun demikian, kedua pihak masih berupaya untuk menyelesaikan perjanjian ini. Pada 21 Februari, Zelensky mengungkapkan bahwa negosiasi sedang berlangsung, dan Trump juga mengkonfirmasi hal tersebut pada malam yang sama.

Presiden AS, Donald Trump: “Kami sedang merancang perjanjian ini. Semoga bisa ditandatangani dalam waktu dekat.”

Menurut The Wall Street Journal, sumber terpercaya mengatakan bahwa perjanjian tersebut kemungkinan akan ditandatangani pada Sabtu (22 Februari), namun hingga berita ini diterbitkan, kesepakatan tersebut belum ditandatangani.

Uni Eropa Bersatu untuk Mendukung Ukraina

Setelah Konferensi Keamanan Munich pekan lalu, negara-negara Eropa mulai bergerak bersama untuk memberikan dukungan finansial kepada Ukraina. Saat itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, mengumumkan bahwa Uni Eropa akan menyediakan paket bantuan senilai 732 miliar dolar AS untuk Ukraina. Uni Eropa juga mengadakan pertemuan kedua minggu ini untuk mempercepat realisasi bantuan tersebut.

Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen: “Kita semua perlu meningkatkan anggaran pertahanan. Rusia tidak hanya mengancam Ukraina tetapi juga kita semua.”

Perdana Menteri Belanda, Dick Schoof: “Hubungan lintas Atlantik sangat penting untuk keamanan Eropa, tetapi Eropa sendiri juga harus berbuat lebih banyak.”

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dijadwalkan mengunjungi Washington minggu depan. Pada  24 Februari, tepat tiga tahun sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina, Uni Eropa diperkirakan akan memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia.

Song Guocheng, peneliti di Pusat Hubungan Internasional Universitas Nasional Chengchi, Taiwan, menyatakan bahwa langkah Trump terlihat kontroversial karena terkesan mendekati Rusia, pihak yang dianggap sebagai agresor. Namun, menurutnya, strategi ini bertujuan untuk memusatkan sumber daya Amerika di kawasan Asia-Pasifik demi menghadapi PKT.

“Jangan melihat tindakan Trump seolah-olah dia sedang merugikan sekutunya atau mendukung agresor seperti Putin. Inti dari strateginya adalah memposisikan PKT sebagai lawan utama dalam ‘pertarungan terakhir’ (final battle). Oleh karena itu, Trump berusaha mengurangi keterlibatan AS di Eropa dan memusatkan kekuatannya di kawasan Asia-Pasifik untuk menghadapi PKT,” ujar Song Guocheng. 

Sumber : NTDTV.com 

FOKUS DUNIA

NEWS