Israel Lancarkan Serangan Udara di Gaza, Membunuh Tokoh Hamas – AS Mendukung Penuh

EtIndonesia. Pada Selasa (18/3) dini hari waktu setempat, pasukan Israel menargetkan lebih dari 80 lokasi yang berhubungan dengan kelompok teroris Hamas dalam serangan udara intensif. Empat pemimpin Hamas berhasil dieliminasi dalam operasi ini. Militer Israel menegaskan bahwa tindakan ini bertujuan untuk memastikan pembebasan seluruh sandera dan memberantas ancaman Hamas terhadap Israel. Di sisi lain, militer AS terus menyerang kelompok Houthi di Yaman untuk mencegah eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah.

Serangan Udara di Gaza: 80 Target Hamas Dihantam

Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas menemui jalan buntu setelah Hamas menolak untuk membebaskan sisa sandera yang mereka tahan. Pada pukul 02:10 waktu setempat, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Dinas Keamanan Israel (Shin Bet) melancarkan serangan udara ke lebih dari 80 target di Gaza, termasuk lokasi persembunyian para pemimpin Hamas tingkat menengah dan tinggi.

Militer Israel mengonfirmasi bahwa empat dari enam pemimpin senior Hamas di wilayah tersebut telah terbunuh dalam serangan tersebut. Selain itu, juru bicara kelompok Jihad Islam Palestina, Abu Hamza, juga dikonfirmasi tewas.

Sebelumnya, intelijen Israel menemukan bahwa Hamas tengah mengonsolidasikan kembali persenjataan dan pasukannya yang berjumlah sekitar 25.000 orang. Kepala Staf Umum Israel yang baru, Eyal Zamir, memperingatkan pasukannya untuk bersiap menghadapi potensi serangan teroris lain seperti yang terjadi pada 7 Oktober lalu.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa mulai sekarang, operasi militer terhadap Hamas akan semakin intensif. 

“Negosiasi hanya akan dilakukan di tengah kobaran api,” ujarnya. 

Netanyahu menambahkan bahwa tujuan utama Israel adalah memastikan seluruh sandera dibebaskan, menghancurkan Hamas, dan menjamin bahwa tidak ada lagi ancaman dari Gaza terhadap Israel.

Militer Israel juga telah mengeluarkan peringatan kepada warga Gaza agar menjauh dari zona buffer yang dikuasai Israel.

Dukungan Penuh dari AS untuk Israel

Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, dalam sebuah acara Komite Urusan Publik Israel-Amerika (AIPAC), mengungkapkan bahwa operasi militer ini telah dikomunikasikan kepada Amerika Serikat sebelumnya dan mendapatkan persetujuan.

Pada 18 Maret, Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, menyatakan bahwa kegagalan perundingan gencatan senjata sepenuhnya adalah kesalahan Hamas. AS dengan tegas mendukung tindakan Israel.

Dorothy Shea berkata: “Kelompok teroris brutal ini dalam beberapa pekan terakhir terus menolak setiap proposal yang diajukan. Hamas menolak tawaran gencatan senjata, memilih untuk tetap menyandera warga sipil dan menggunakan rakyat Gaza sebagai perisai manusia.”

Hamas tidak hanya menolak tuntutan Israel untuk membebaskan 59 sandera yang masih tersisa beserta jenazah para korban, tetapi juga menolak proposal AS untuk memperpanjang tahap pertama gencatan senjata selama 50 hari guna mencapai kesepakatan lebih lanjut.

Salah satu sandera yang telah dibebaskan, Keith Siegel, mengungkapkan kekhawatiran terhadap keselamatan para sandera yang masih ditahan. Sebagai bentuk dukungan, sebuah aksi solidaritas diadakan di Tel Aviv.

Meski demikian, Pasukan Pertahanan Israel menyatakan bahwa mereka telah mempertimbangkan lokasi penyanderaan saat melancarkan serangan udara terhadap Hamas.

Respons Houthi dan Serangan AS di Yaman

Setelah serangan Israel terhadap Hamas, kelompok pemberontak Houthi di Yaman menembakkan sebuah rudal balistik ke pangkalan udara Nevatim di Israel, namun rudal tersebut berhasil dicegat dan dihancurkan sebelum mencapai sasarannya.

Houthi memperingatkan bahwa jika Israel terus menyerang Hamas, mereka akan meningkatkan serangan terhadap Israel.

Sejak akhir pekan lalu (15 Maret),Presiden AS, Donald Trump, telah memerintahkan militer AS untuk menyerang kelompok teroris Houthi di Yaman. Trump juga mengeluarkan peringatan keras kepada Iran, yang diketahui mendukung Houthi. Hingga saat ini, serangan militer AS terhadap Houthi masih terus berlangsung.

Seorang peneliti dari Institut Keamanan Nasional Taiwan, Shen Mingshi, berpendapat bahwa serangan AS terhadap Houthi bertujuan untuk melemahkan koordinasi antara Houthi, Hamas, dan Iran.

Shen Mingshi mengatakan: “Dengan menyerang Houthi, AS berusaha menyederhanakan masalah Timur Tengah, yakni dengan mengisolasi Hamas sehingga mereka terpaksa menerima syarat negosiasi yang diajukan oleh Israel atau AS. Pengawasan dan serangan AS terhadap Houthi tidak akan berhenti hingga kelompok ini benar-benar dihancurkan.”

Diskusi Trump dan Putin tentang Timur Tengah

Dalam percakapan telepon antara Presiden AS, Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, isu Timur Tengah turut dibahas. Keduanya sepakat bahwa Iran tidak boleh memiliki kemampuan untuk menghancurkan Israel.

Selain itu, Trump dan Putin juga membicarakan potensi kerja sama di kawasan Timur Tengah untuk mencegah terjadinya konflik di masa depan.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS