EtIndonesia. Pada 28 Maret 2025, gempa bumi berkekuatan 7.7 magnitudo mengguncang barat laut Sagaing, Myanmar, menyebabkan kerusakan parah di berbagai wilayah. Pada 29 Maret, pemerintah militer Myanmar melaporkan bahwa jumlah korban tewas telah mencapai 1.002 orang, sementara 2.376 lainnya terluka. Namun, akibat gangguan komunikasi, skala penuh dari bencana ini masih belum dapat dipastikan. Saat ini, berbagai negara dan organisasi telah mulai mengirimkan bantuan ke daerah terdampak gempa.
Malaysia Mengirim Tim Bantuan dan Penyelamatan
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyatakan keprihatinannya atas banyaknya korban yang tewas dan terluka akibat gempa ini serta menegaskan kesediaan Malaysia untuk membantu.

Pada 29 Maret, Malaysia mengirimkan Tim Bantuan dan Penyelamatan Khusus (SMART) ke Myanmar untuk membantu operasi penyelamatan di daerah yang terkena dampak paling parah. Selain itu, Malaysia juga mengkoordinasikan bantuan kemanusiaan untuk Thailand, yang juga terdampak oleh gempa.
Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, menyatakan bahwa ASEAN siap memberikan bantuan sesuai dengan prioritas yang dibutuhkan Myanmar dan Thailand. Negara-negara anggota ASEAN akan menyalurkan bantuan kemanusiaan melalui Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN (AHA Centre) untuk memastikan bantuan dapat tersalurkan dengan efektif.

Hotel-Hotel Runtuh, Seorang Pebisnis Tiongkok Selamat Secara Ajaib
Gempa ini menyebabkan puluhan hotel di Myanmar runtuh dalam sekejap. Salah satu pebisnis asal Tiongkok yang sedang makan di sebuah restoran berhasil selamat secara ajaib dari bencana ini.
Gedung Runtuh di Bangkok: 15 Tanda Kehidupan Terdeteksi, Tim Penyelamat Berharap Evakuasi dalam 72 Jam
Di Bangkok, Thailand, salah satu gedung yang runtuh akibat gempa dilaporkan masih memiliki 15 tanda kehidupan. Tim penyelamat berusaha mengevakuasi korban dalam “Golden 72 Hours”, yang merupakan waktu krusial untuk menyelamatkan korban dari reruntuhan.
Korea Selatan Menyumbang 2 Juta US Dolar untuk Bantuan Kemanusiaan
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan hari ini mengumumkan bahwa mereka akan menyumbangkan 2 juta dolar AS sebagai bantuan kemanusiaan untuk upaya penyelamatan dan pemulihan di Myanmar.
Pemerintah Militer Myanmar Jarang Meminta Bantuan, Risiko Korban Mencapai 100.000 Orang
Gempa M7.7 ini terjadi di daerah padat penduduk. Ini berarti jumlah korban tewas berpotensi meningkat secara drastis. Situasi ini begitu parah hingga pemerintah militer Myanmar, yang biasanya tertutup dari dunia luar, untuk pertama kalinya secara terbuka meminta bantuan internasional.

Menurut perkiraan USGS, kemungkinan jumlah korban tewas melebihi 100.000 orang mencapai 36%. Kondisi yang semakin memburuk ini memaksa Myanmar untuk meminta bantuan dari dunia internasional guna menangani bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Washington Post mengutip model penilaian dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), yang menunjukkan bahwa kemungkinan jumlah korban tewas antara 10.000 dan 100.000 adalah 35%, dan kemungkinan melebihi 100.000 adalah 36%, yang berarti ada lebih dari 70% kemungkinan bahwa jumlah korban tewas akan mencapai puluhan ribu.

“Kami menyampaikan undangan terbuka yang tulus kepada semua organisasi dan negara yang ingin membantu rakyat kami yang terjebak,” kata kepala junta Min Aung Hlaing.
India Kirim Bantuan, WHO Siapkan Tim Medis, Korban Gempa Myanmar Terus Bertambah
India Kirim Pesawat C-130 dengan Bantuan Kemanusiaan
Menteri Luar Negeri India, S. Jaishankar, mengumumkan bahwa India telah mengirimkan pesawat militer C-130 yang membawa paket perlengkapan medis, selimut, makanan, dan kebutuhan darurat lainnya. Pesawat ini mendarat di Yangon pada 29 Maret 2025.
“Satu tim penyelamat dan tim medis juga ikut dalam penerbangan ini. Kami akan terus memantau situasi dan memberikan lebih banyak bantuan jika diperlukan,” ujar Jaishankar.
Myanmar, yang selama ini menolak bantuan asing bahkan dalam bencana besar, kini secara langka meminta pertolongan dunia internasional. Pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, secara terbuka meminta bantuan global, menandakan bahwa gempa ini menyebabkan korban jiwa dan kerusakan yang sangat parah.
WHO & Organisasi Kemanusiaan Bersiap Kirim Bantuan Medis
Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Margaret Harris, dalam konferensi pers pada 28 Maret menyatakan bahwa WHO telah mengkoordinasikan respons darurat dari markas besar di Jenewa.
“Kami menganggap ini sebagai kejadian yang sangat besar… jelas mengancam nyawa dan kesehatan banyak orang,” kata Harris.
Sementara itu, Doctors Without Borders (Médecins Sans Frontières, MSF) mendesak agar tim medis segera diizinkan masuk ke wilayah terdampak.
“Jika pihak berwenang mengizinkan tim kami masuk tanpa hambatan, MSF siap memberikan respons besar-besaran untuk membantu komunitas yang terdampak,” kata organisasi tersebut dalam sebuah pernyataan.
MSF juga menekankan bahwa beberapa jam dan hari pertama setelah gempa sangatlah krusial. Mereka berharap bisa segera mengirimkan tim bedah darurat untuk memberikan pertolongan medis bagi korban luka parah.

Korban Gempa Terus Bertambah, Komunikasi dan Listrik Lumpuh
Gempa M7.7 yang mengguncang barat laut Sagaing pada 28 Maret menyebabkan kerusakan besar di Myanmar. Data terbaru dari pemerintah militer menyebutkan bahwa jumlah korban tewas telah bertambah menjadi 694 orang, sementara 1.670 lainnya terluka (per 11:27 waktu setempat).
Badan Geologi Amerika Serikat (USGS) melaporkan bahwa setelah gempa utama, telah terjadi setidaknya 14 gempa susulan. Menurut BBC, gempa susulan ini menyebabkan listrik dan komunikasi terputus di dua kota terbesar Myanmar, Mandalay dan Yangon.

CNN melaporkan bahwa gempa susulan terjadi dalam beberapa jam setelah gempa utama, dengan sebagian besar berkekuatan antara 3 hingga 5 magnitudo. Gempa susulan terkuat tercatat berkekuatan M6.7, terjadi 10 menit setelah gempa utama.
Gempa lain dengan M4.9 dan M6.7 terjadi sekitar 32 km dari Mandalay, kota yang mengalami kerusakan sangat parah. Gempa-gempa susulan ini berbaris sepanjang garis patahan utama, menyebar dari titik episentrum ke arah utara dan selatan.

Seorang warga Mandalay mengatakan kepada BBC Burmese pagi ini: “Tanpa listrik, kami tidak bisa mengisi daya ponsel untuk menghubungi keluarga di tempat lain. Tanpa listrik, kami juga tidak bisa mengakses internet.”
Padamnya listrik menjadi kendala besar bagi tim penyelamat, yang masih berusaha mencari korban selamat di bawah reruntuhan sepanjang malam.
Kurangnya Alat Berat, Tim Penyelamat Menggali dengan Tangan Kosong
Tim penyelamat pada 29 Maret terus mencari korban selamat di bawah reruntuhan bangunan. Beberapa orang terdengar meminta tolong, tetapi karena kurangnya alat berat, tim penyelamat terpaksa menggali dengan tangan kosong.

Seorang jurnalis BBC mewawancarai seorang anggota tim penyelamat yang berasal dari kelompok relawan desa-desa sekitar Mandalay, Myanmar.
Relawan tersebut mengatakan bahwa mereka sangat membutuhkan alat berat untuk menyelamatkan orang-orang yang terjebak di bawah puing-puing.
“Kami menggali dengan tangan kosong, mencoba mengeluarkan korban yang masih hidup dan juga jenazah dari bawah reruntuhan. Tapi ini tidak cukup,” ujarnya.
Dia juga menambahkan, masih ada korban yang berteriak minta tolong dari bawah reruntuhan.
“Kami mendengar orang-orang berteriak ‘Tolong! Tolong!’ Saya merasa sangat putus asa,” katanya.


Bangunan 30 Lantai di Bangkok Ambruk dalam Hitungan Detik, 10 Tewas, 100 Pekerja Hilang
Sebuah gedung 30 lantai yang masih dalam tahap konstruksi di Bangkok, ibu kota Thailand, runtuh hanya dalam hitungan detik saat gempa terjadi. Pihak berwenang telah mengkonfirmasi 10 korban tewas, sementara sekitar 100 pekerja masih hilang di dalam reruntuhan.
Gedung tersebut terletak di dekat pasar akhir pekan Chatuchak, yang merupakan tempat wisata populer dan sering dikunjungi oleh banyak turis.
Wali Kota Bangkok, Chadchart Sittipunt, yang berada di lokasi kejadian, mengatakan: “Kami mengerahkan seluruh sumber daya yang tersedia dan melakukan upaya maksimal untuk operasi penyelamatan ini, karena setiap nyawa sangat berharga… Prioritas utama kami saat ini adalah menyelamatkan mereka secepat mungkin.”