Migran dari Bangladesh, Kolombia, Maroko, Tunisia, Mesir, India, dan Kosovo diperkirakan tidak akan mendapatkan suaka, kata Komisi Eropa.
EtIndonesia. Komisi Eropa menyatakan pada 16 April bahwa migran dari tujuh negara tersebut kemungkinan besar tidak akan memperoleh suaka di Eropa dan permohonan mereka perlu diproses lebih cepat agar dapat dideportasi lebih cepat.
Badan eksekutif Uni Eropa itu menyarankan agar Bangladesh, Kolombia, Maroko, Tunisia, Mesir, India, dan Kosovo ditetapkan sebagai “negara ketiga aman.”
Artinya, permohonan perlindungan internasional oleh warga negara dari negara-negara tersebut akan ditangani dalam tiga bulan—bukan enam bulan seperti biasanya.
Tahun lalu, lebih dari 200.000 migran dari negara-negara ini mengajukan suaka di seluruh blok 27 negara.
Pada Mei 2024, negara-negara Uni Eropa menyepakati reformasi besar-besaran terhadap sistem suaka yang selama ini bermasalah.
Aturan-aturan baru itu dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan yang telah memecah belah negara anggota selama lebih dari satu dekade, sejak lebih dari satu juta migran membanjiri benua tersebut pada 2015 di tengah perang di Suriah dan Irak.
Namun, aturan baru ini baru akan mulai berlaku paling cepat Juni 2026, dan Komisi Eropa sangat ingin mempercepat pelaksanaannya—termasuk dengan pemulangan yang lebih cepat—untuk meringankan tekanan pada fasilitas penerimaan migran dan meredam kemarahan publik.
“Banyak Negara Anggota menghadapi tunggakan permohonan suaka yang signifikan, jadi apa pun yang bisa kita lakukan sekarang untuk mempercepat keputusan suaka adalah hal penting,” kata Komisaris Urusan Migrasi UE, Magnus Brunner.
“Ketentuan dalam Pakta mengenai tingkat pengakuan dan penerapan konsep negara asal aman dapat membantu Negara Anggota menangani klaim dengan lebih cepat, sambil tetap memastikan setiap permohonan suaka mendapat penilaian individual dan melalui pengawasan pengadilan nasional.”
Sebelum dapat diberlakukan, rencana ini masih perlu mendapatkan persetujuan dari negara-negara anggota UE dan Parlemen Eropa.
Di bawah rencana tersebut, permohonan suaka oleh orang-orang dari negara-negara yang tengah mengajukan diri bergabung dengan blok—Albania, Bosnia, Georgia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Serbia, dan Turki—juga akan dipercepat.
Selain itu, negara-negara UE dapat mempercepat proses bagi mereka yang berasal dari negara dengan tingkat pengakuan perlindungan internasional di Eropa 20 persen atau kurang. Tingkat pengakuan untuk tujuh “negara ketiga aman” itu hanya 5 persen atau kurang.
Henna Virkkunen, Wakil Presiden Eksekutif UE untuk kedaulatan teknologi, keamanan, dan demokrasi, mengatakan: “Mempercepat dan mengefisienkan prosedur suaka adalah tujuan inti Pakta tentang Migrasi dan Suaka yang disepakati tahun lalu. Dengan proposal hari ini, kami ingin mendorong implementasi ketentuan-ketentuan kunci, memberi Negara Anggota alat tambahan untuk menyederhanakan proses suaka.”
Beberapa kelompok hak asasi menilai konsep negara aman dalam prosedur suaka “bisa menimbulkan diskriminasi antar-pemohon berdasarkan kewarganegaraan mereka dan mengurangi penilaian individual,” kata Hussein Baoumi, spesialis kebijakan luar negeri di Amnesty International di Brussel.
“UE harus memastikan bahwa kelompok yang memiliki risiko khusus di setiap negara—misalnya lawan politik, individu LGBTI, jurnalis, dan pembela hak asasi—tetap diperjelas, sambil meningkatkan keterlibatan dengan negara-negara yang tercantum untuk menangani kekhawatiran hak asasi,” ujarnya.
Isu migrasi kini menjadi topik sensitif di seluruh benua, dengan banyak partai politik yang semakin skeptis atau memusuhi imigrasi tampil menonjol di tingkat lokal, nasional, dan Eropa, meski terjadi penurunan 38 persen pada masuknya imigran ilegal ke UE pada 2024.
Banyak negara berusaha menerapkan kontrol yang lebih ketat dan kebijakan yang lebih keras dalam beberapa tahun terakhir, seperti Polandia yang memperketat aturan suaka bagi mereka yang memasuki lewat perbatasan timurnya, sementara Jerman melanjutkan deportasi ke Afghanistan dan Suriah setelah rentetan serangan kekerasan oleh imigran ilegal.
Dengan pendekatan berbeda, Italia memulai skema menahan sebagian imigran ilegal di fasilitas di Albania, tetapi rencana itu masih terhambat urusan hukum. (asr)
Sumber : Theepochtimes.com