EtIndonesia. Dalam beberapa minggu terakhir, isu perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali mencuat menjadi sorotan dunia. Presiden Donald Trump, dalam manuver politik dan ekonomi yang penuh kejutan, mengumumkan penundaan tarif selama 90 hari dengan penetapan awal sebesar 10 persen. Namun, meski ada masa tenggang tersebut, respons global tetap luar biasa cepat dan tajam.
Negara-negara di berbagai belahan dunia, termasuk sekutu dekat Amerika, berlomba-lomba meminta pengecualian, bernegosiasi ulang, dan bahkan menyusun strategi baru demi menyikapi langkah mengejutkan Washington. Kebijakan Trump ini menuai pro dan kontra. Sebagian menilainya sebagai bagian dari strategi catur geopolitik berskala besar, sementara sebagian lain menudingnya sebagai tindakan impulsif yang bisa memicu instabilitas global.
Namun, satu hal yang pasti: perang tarif ini bukan hanya tentang angka, tetapi tentang masa depan kekuatan global dan dominasi teknologi.
Dampak Global: Bursa Saham Berguncang
Tanggal 2 April menjadi titik krusial ketika pengumuman tarif diberlakukan. Efeknya langsung terasa. Nilai kapitalisasi pasar global ambruk drastis. Bursa saham di berbagai negara kehilangan hingga 10 persen nilainya. Untuk menggambarkan seberapa besar guncangan tersebut, bayangkan Indeks Saham Taiwan yang biasanya bertengger di angka 20.000, tiba-tiba merosot ke 18.000 dalam waktu singkat.
Hanya Trump yang mampu menciptakan gempa ekonomi global sebesar ini dengan satu pengumuman.
Memahami Pola di Balik Kebijakan Trump
Untuk mengurai kompleksitas kebijakan ini, redaksi mengundang kembali Profesor Ming Ju-cheng dari Departemen Ilmu Politik Universitas Nasional Taiwan (NTU). Dalam diskusi mendalam, Prof. Ming menegaskan bahwa meski tampak kacau dari permukaan, tindakan Trump sejatinya menyusun pola yang mencerminkan strategi besar jangka panjang.
Potongan Strategi Trump yang Disusun Ulang:
- Strategi Besar dan Berlapis:
Banyak pengamat mengira Trump bertindak tanpa rencana. Namun pola kebijakan selama ini menunjukkan adanya pendekatan strategis yang terukur—meskipun tidak konvensional. - Tarif 245% yang Diklarifikasi:
Gedung Putih menjelaskan bahwa tarif maksimum 245% hanya berlaku pada produk tertentu, seperti jarum suntik. Produk lain, seperti buku anak-anak, bahkan dibebaskan dari tarif. - Respon Tiongkok dan Kritik Internal:
Tiongkok membalas keras, sementara kritik juga datang dari dalam negeri AS dan Taiwan, terutama soal dampaknya pada perusahaan seperti TSMC. Meski begitu, Trump menilai bahwa ini bagian dari koreksi terhadap ekosistem ekonomi global yang dianggap tidak adil bagi AS.
Elemen Kunci dari Grand Strategy Trump
Langkah Trump tidak hanya menargetkan Tiongkok. Dia membentuk strategi global yang menyasar berbagai titik strategis:
- Beban Ukraina Dialihkan ke Eropa:
Trump menilai keterlibatan AS dalam perang Ukraina terlalu membebani dan lebih baik dibagi ke Eropa. - Tarif Kanada & Meksiko:
Kebijakan ini terkait dugaan bahwa Tiongkok menggunakan dua negara tetangga AS untuk menyelundupkan barang. - Greenland & Panama:
Keinginan Trump untuk membeli Greenland dianggap gila, tapi itu muncul dari kekhawatiran atas pengaruh Tiongkok di Arktik. Sementara Terusan Panama dinilai sebagai titik vital dalam perdagangan global. - Chip & TSMC:
Dengan 90% chip dunia diproduksi di Taiwan, mendorong TSMC beroperasi di AS adalah bagian dari strategi perlindungan teknologi strategis AS. - Tarif Multinasional:
Trump menerapkan tarif pada produk dari Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Laos—karena dugaan menjadi jalur “pencucian” produk Tiongkok.
Tujuan Utama Trump: Bangkitkan Kembali Industri AS
Trump ingin mengembalikan kejayaan industri AS dan mengurangi ketergantungan terhadap produk luar negeri. Fokus utamanya meliputi:
- Mengurangi defisit perdagangan.
- Memaksa negara lain membeli lebih banyak produk buatan AS.
- Mendorong investasi langsung asing ke dalam negeri.
- Menghapus hambatan non-tarif seperti subsidi negara, manipulasi mata uang, dan pencurian kekayaan intelektual.
Tarif: Bukan Tujuan, Tapi Alat Tekanan
Trump tidak menjadikan tarif sebagai solusi akhir. Sebaliknya, tarif adalah instrumen tekanan agar Tiongkok mau berunding dengan syarat-syarat berikut:
- Menghentikan pencurian teknologi dari perusahaan asing.
- Menghapus kebijakan “akses pasar dengan imbalan teknologi.”
- Memberikan perlakuan adil terhadap perusahaan asing.
- Menghentikan praktik subsidi masif oleh BUMN Tiongkok.
- Mencegah dominasi Tiongkok atas rantai pasokan global.
Pesan Strategis ke Dunia: Pilih Pihakmu
Dengan ancaman tarif ekstrem, bahkan hingga 245%, Trump mengirim pesan kuat ke seluruh dunia: “Saya sedang menyusun ulang tatanan global, dan Anda harus memilih sisi mana Anda berdiri.”
Taiwan: Netralitas Bukan Lagi Pilihan
Sebagian kalangan di Taiwan berharap bisa bersikap netral di tengah konflik AS-Tiongkok. Namun menurut Prof. Ming, harapan itu terlalu romantis. Taiwan sangat bergantung pada teknologi Barat dan pasar Tiongkok-AS secara bersamaan. Artinya, keputusan harus diambil berdasarkan:
- Kesamaan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan.
- Keamanan nasional jangka panjang.
- Kepentingan ekonomi yang seimbang.
Kesimpulan: Lebih dari Perang Dagang, Ini Pergeseran Dunia
Donald Trump tidak hanya sedang menjalankan perang tarif, tetapi juga mengubah arah kebijakan luar negeri AS. Dengan langkah-langkah seperti mengerahkan kapal selam nuklir ke Australia, mendorong partisipasi Taiwan dalam pertahanan kawasan, dan menyusun ulang strategi Indo-Pasifik, AS memperjelas bahwa Tiongkok adalah tantangan strategis utama di mata Washington.
Ini bukan sekadar perang dagang. Ini adalah restrukturisasi besar-besaran dalam tatanan dunia internasional.