EtIndonesia. Pada 23 April waktu setempat, Presiden Amerika, Serikat Donald Trump mengumumkan dalam konferensi pers di Ruang Oval Gedung Putih bahwa Rusia telah menunjukkan kesiapan untuk berdamai.
“Banyak pihak mengatakan bahwa Rusia menginginkan ini semua… Saya rasa kita sudah mencapai kesepahaman dengan Rusia, yang perlu sekarang adalah kesepakatan dari Zelenskyy,” ujar Trump.
Isi Proposal Perdamaian “Final” Versi Trump Mulai Terungkap
Sejumlah detail mengenai proposal perdamaian yang disusun oleh pemerintahan Trump mulai muncul ke permukaan. Proposal ini mencakup beberapa poin kontroversial: membekukan pertempuran di garis depan, membiarkan Rusia mempertahankan sebagian besar wilayah yang telah mereka kuasai di Ukraina, melarang Ukraina bergabung dengan NATO, dan mengakui secara resmi bahwa Krimea adalah bagian dari wilayah Rusia.
Menurut laporan dari media Axios yang mengutip narasumber internal, dokumen proposal tersebut hanya sepanjang satu halaman dan disebut sebagai “usulan final Presiden Trump”. Gedung Putih memperingatkan bahwa jika para pihak tidak segera menyepakati usulan tersebut, AS siap menarik diri dari negosiasi.
Usulan ini diajukan pada pekan lalu dan mencakup beberapa poin utama:
- AS secara resmi mengakui aneksasi Krimea oleh Rusia.
- Rusia tetap menguasai sebagian besar wilayah yang telah mereka duduki, termasuk hampir seluruh Luhansk serta bagian dari Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia.
- Ukraina dilarang menjadi anggota NATO (meskipun tetap terbuka kemungkinan menjadi anggota Uni Eropa).
- Sanksi terhadap Rusia yang diberlakukan sejak 2014 akan dicabut secara bertahap.
- Peningkatan kerja sama ekonomi antara AS dan Rusia, terutama di sektor energi dan industri.
Sebagai imbalannya, Ukraina akan mendapatkan sejumlah jaminan:
- Jaminan keamanan yang kuat dari AS dan mitra internasional.
- Sebagian kecil wilayah di sekitar Kharkiv yang saat ini dikuasai Rusia akan dikembalikan ke Ukraina.
- Kebebasan penuh dalam lalu lintas logistik di sepanjang Sungai Dnipro.
- Bantuan pemulihan pascaperang dan kompensasi kerusakan.
Adapun fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, dalam usulan ini, tetap diakui sebagai wilayah Ukraina, namun akan dioperasikan oleh pihak AS, dan memasok listrik untuk Ukraina maupun Rusia secara seimbang.
Zelenskyy Menolak: “Tidak Ada yang Bisa Dibicarakan”
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy pada 22 April dengan tegas menolak usulan tersebut. Dia menyatakan bahwa Ukraina tidak akan pernah secara hukum mengakui pendudukan Rusia atas Krimea maupun wilayah lain yang direbut sejak 2014.
“Tidak ada yang bisa dinegosiasikan soal ini. Itu jelas bertentangan dengan konstitusi kami,” ujar Zelenskyy dalam konferensi pers.
Trump menanggapi penolakan Zelenskyy dengan kritik keras. Dia menyatakan bahwa Krimea telah “hilang bertahun-tahun lalu dan sekarang bahkan tidak layak diperdebatkan.”
“Tak ada yang meminta Zelenskyy untuk mengakui Krimea sebagai milik Rusia, tapi kalau dia sangat menginginkannya, kenapa mereka tidak memperjuangkannya 11 tahun lalu saat diserahkan tanpa perlawanan?” sindir Trump.
Tump menambahkan: “Zelensky punya dua pilihan: berdamai sekarang, atau terus berperang selama tiga tahun lagi sampai kehilangan seluruh negaranya.”
Putin Beri Sinyal Damai: Bersedia Lakukan Gencatan Senjata di Garis Depan
Laporan eksklusif dari Financial Times pada 22 April menyebut bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin menunjukkan sikap lunak dalam rangka mendukung upaya mediasi Trump. Untuk pertama kalinya, Putin secara resmi menyatakan kesiapan Rusia untuk melakukan gencatan senjata di sepanjang garis depan saat ini.
Pada 21 April, Putin menyampaikan keinginannya untuk menggelar perundingan bilateral dengan Ukraina guna membahas potensi penghentian pertempuran. Menurut sumber Financial Times, dalam pertemuan dengan utusan khusus Trump, Steve Witkoff, yang berlangsung di Saint Petersburg awal bulan ini, Putin menyatakan bahwa Rusia mungkin bersedia melepas klaim atas beberapa wilayah Ukraina yang masih berada di bawah kendali Kyiv.
Wilayah-wilayah tersebut termasuk:
- Sebagian Donetsk
- Sebagian Luhansk
- Sebagian Kherson
- Sebagian Zaporizhzhia
Sebagai gantinya, Rusia meminta pengakuan resmi atas:
- Krimea sebagai bagian dari Federasi Rusia
- Penolakan terhadap keanggotaan Ukraina di NATO
Laporan Washington Post pada 22 April juga mengonfirmasi bahwa Gedung Putih telah menyampaikan draft proposal yang memuat dua poin utama: pengakuan atas kedaulatan Rusia di Krimea, dan penghentian ofensif militer Rusia di garis depan.
Namun, Ukraina dan sekutu Eropanya masih memegang prinsip bahwa solusi perdamaian hanya bisa diterima jika batas wilayah kembali seperti sebelum 2014, ketika Rusia pertama kali mencaplok Krimea.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menyebut tuntutan Ukraina untuk kembali ke batas 2014 sebagai “tidak realistis” dalam kondisi geopolitik saat ini. (jhn/yn)