EtIndonesia. Pemilihan Presiden Korea Selatan telah resmi berakhir pada tanggal 3 Juni, dan kandidat dari Partai Demokrat Bersatu (Democratic Party of Korea), Lee Jae-myung, keluar sebagai pemenang. Dia secara resmi mulai menjalankan masa jabatannya pada pukul 06 : 21 pagi waktu Korea, 4 Juni.
Gedung Putih segera mengeluarkan pernyataan ucapan selamat atas kemenangan Lee. Namun yang menarik perhatian media Korea, ucapan tersebut juga menyiratkan kritik terhadap campur tangan Tiongkok dalam urusan negara demokratis, yang ditafsirkan sebagai sinyal agar pemerintahan baru Korea Selatan menjauh dari pengaruh Beijing.
Rekor Jumlah Suara, Tapi Tak Lampaui Persentase Tertinggi
Menurut laporan Yonhap News Agency, tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu kali ini mencapai 79,4%. Hasil penghitungan menunjukkan:
· Lee Jae-myung meraih 49,42% suara dengan total 17.287.513 suara, memecahkan rekor jumlah suara tertinggi yang sebelumnya dipegang oleh Presiden Yoon Suk-yeol pada pemilu ke-20 (16.394.815 suara).
· Kim Moon-soo, kandidat dari Partai “Kekuatan Rakyat”, memperoleh 41,15% suara atau 14.395.639 suara.
· Lee Jun-seok dari Partai Reformasi Baru mendapat 8,34% suara atau 2.917.523 suara.
Meski meraih suara terbanyak secara mutlak, Lee tidak berhasil menembus ambang 50%, sehingga gagal memecahkan rekor persentase suara tertinggi yang masih dipegang oleh mantan Presiden Park Geun-hye dengan 51,55%.
Gedung Putih: Pemilu Bebas dan Adil, Tapi Tiongkok Jadi Sorotan
Seorang pejabat Gedung Putih mengonfirmasi kepada media Korea bahwa Amerika Serikat memberikan selamat atas suksesnya pemilu yang bebas dan adil di Korea Selatan, dan menegaskan bahwa aliansi Korea-AS tetap kokoh dan tidak tergoyahkan.
Namun, dalam pernyataan yang sama, Gedung Putih juga menyampaikan keprihatinan atas campur tangan Tiongkok di negara-negara demokratis, menolak segala bentuk upaya pengaruh eksternal terhadap proses politik negara-negara demokrasi.
Menurut Yonhap, penyebutan langsung Tiongkok dalam konteks pemilu Korea sangat jarang terjadi, dan dianggap sebagai pesan terselubung dari Washington agar pemerintahan baru Korea Selatan tidak terlalu mendekat ke Beijing, serta mengingatkan bahwa kerja sama strategis dengan Amerika Serikat akan tetap menjadi pilar utama, bahkan di era pemerintahan Lee Jae-myung.
Diplomasi Segitiga: AS Dorong Kerja Sama Lebih Dalam dengan Jepang dan Korsel
Selain dari Gedung Putih, Menlu AS, Marco Rubio juga turut memberikan ucapan selamat kepada Lee. Dalam pernyataannya, Rubio menegaskan bahwa pendalaman kerja sama antara AS, Korea Selatan, dan Jepang adalah kunci untuk:
· Memperkuat pertahanan kawasan,
· Meningkatkan ketahanan ekonomi,
· dan membela prinsip-prinsip demokrasi.
Rubio menekankan bahwa di tengah tantangan global yang semakin kompleks, koalisi trilateral AS-Korea-Jepang harus tetap solid sebagai benteng keamanan dan demokrasi di kawasan Indo-Pasifik.
Kesimpulan: Ucapan Selamat yang Sarat Makna Geopolitik
Kemenangan Lee Jae-myung menandai babak baru dalam politik domestik Korea Selatan, namun reaksi internasional, terutama dari Amerika Serikat, menunjukkan bahwa arah kebijakan luar negeri Korea di bawah Lee akan diawasi ketat. Meskipun Lee dikenal memiliki pendekatan yang lebih pragmatis terhadap Tiongkok, Washington tampaknya telah menggariskan batas dengan cukup jelas sejak awal masa jabatannya.
Apakah Korea Selatan akan tetap menjaga keseimbangan antara dua kekuatan besar dunia—Amerika Serikat dan Tiongkok—atau justru akan memilih salah satu poros secara lebih tegas? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat menentukan lanskap geopolitik Asia Timur di tahun-tahun mendatang. (jhn/yn)