Gedung Putih pada Selasa (3 Juni) mengumumkan bahwa Presiden Trump akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) NATO yang digelar di Den Haag akhir bulan ini. Pada hari yang sama, terjadi ledakan di Jembatan Krimea, dan dinas keamanan Ukraina menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut.
EtIndonesia. Pada Selasa 3 Juni, Ukraina melancarkan serangan ketiga terhadap Jembatan Krimea sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina.
Pada pukul 04.44 dini hari, bom pertama diledakkan, menimbulkan cipratan air yang sangat besar.
Dinas Keamanan Ukraina mengumumkan bahwa operasi ini telah dipersiapkan selama berbulan-bulan, dan akhirnya berhasil meletakkan ranjau serta merusak struktur penyangga bawah air jembatan tersebut. Tidak ada korban sipil dalam serangan ini.
Jembatan Krimea dibangun setelah Rusia mencaplok wilayah Krimea secara paksa pada tahun 2014, dan merupakan jalur penting untuk suplai dan transportasi militer Rusia. Namun, Ukraina menganggapnya sebagai bangunan ilegal.
Pada Selasa, Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Presiden Trump akan menghadiri KTT para pemimpin NATO akhir bulan ini, yang akan berfokus pada keamanan Eropa dan perkembangan perang Rusia-Ukraina.
Menanggapi hal ini, Kremlin pada Selasa menyatakan bahwa pertemuan trilateral antara pemimpin Ukraina, Amerika Serikat, dan Rusia kemungkinan besar tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Mereka menambahkan bahwa Rusia masih menunggu tanggapan Ukraina terhadap nota gencatan senjata yang diajukan, termasuk permintaan agar Ukraina mengakui wilayah pendudukan Rusia sebagai sah.
Sementara itu, Ukraina menuntut agar Rusia melakukan gencatan senjata tanpa syarat.
“Penantian seperti ini tidak benar-benar menghasilkan sesuatu. Saya kira satu-satunya jalan keluar adalah melalui kekuatan dan dukungan eksternal, untuk benar-benar mewujudkan solusi damai dari pihak Ukraina,” ujar Komisaris Pertahanan dan Urusan Luar Angkasa Uni Eropa, Andrius Kubilius. (Hui)
Laporan oleh reporter Yu Liang dari NTD News