Poros Dunia Guncang: Rusia Berbalik Serang Tiongkok, AS Mulai ‘Operasi Rahasia’ Lengserkan Zelenskyy!

EtIndonesia. Situasi perang Ukraina dan Rusia kini memasuki babak baru yang semakin tegang dan penuh intrik geopolitik. Di tengah pertempuran yang belum juga mereda, sejumlah peristiwa penting dan bocoran dokumen rahasia memicu spekulasi tentang arah konflik, masa depan kepemimpinan Ukraina, serta hubungan “poros” Moskow-Beijing yang mulai goyah.

Rusia Tetap Menggempur Ukraina Meski Derita Kerugian Besar

Kementerian Pertahanan Jerman dalam pernyataan terbarunya menegaskan, meskipun Rusia mengalami kerugian yang tidak sedikit di medan tempur, serangan militer Negeri Beruang Merah tersebut sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda akan melemah. Data terbaru menunjukkan bahwa serangan rudal dan bom Rusia ke Kota Kharkiv, Ukraina, pada Jumat malam, telah menyebabkan sedikitnya tiga orang tewas dan dua puluh dua orang lainnya luka-luka.

Namun, Ukraina tidak tinggal diam. Serangan drone Ukraina kini bahkan mulai menyasar wilayah Moskow, menandakan bahwa perlawanan masih terus berlanjut dan konflik kian meluas ke jantung kekuasaan Rusia.

Jerman mengungkapkan, aksi balasan Ukraina melalui drone telah menyebabkan kerusakan signifikan pada kekuatan udara strategis Rusia. Diperkirakan, sekitar 10% dari armada pembom strategis milik Moskow mengalami kerusakan. Beberapa pesawat yang dilaporkan terkena serangan antara lain jet tempur Su-35, pembom strategis Tu-95 dan Tu-22, hingga pesawat peringatan dini A-50 yang jumlahnya sangat terbatas.

Jet tempur Su-35 dikenal sebagai salah satu pesawat generasi keempat tercanggih milik Rusia, yang kerap digunakan untuk meluncurkan rudal jarak jauh ke wilayah Ukraina. Walau demikian, menurut data Kementerian Pertahanan Jerman, 90% armada pembom strategis Rusia masih operasional sehingga ancaman dari udara tetap sangat tinggi.

Mayor Jenderal Christian Freuding, Koordinator Dukungan Ukraina di Kemenhan Jerman, menegaskan dalam sebuah wawancara eksklusif, bahwa pesawat A-50 yang berhasil dihancurkan Ukraina nilainya sangat besar. 

“Kerusakan ini tidak bisa dipulihkan, bahkan komponennya tidak bisa digunakan kembali. Ini adalah kehilangan strategis yang tidak mudah digantikan oleh Rusia,” ungkapnya.

Mantan PM Ukraina: Amerika Mulai Singkirkan Zelenskyy

Di tengah ketegangan di garis depan, gejolak politik di Kyiv pun memanas. Mantan Perdana Menteri Ukraina, Mykola Azarov, dalam wawancaranya dengan Channel 24 Rusia, menyatakan bahwa ada indikasi kuat Amerika Serikat tengah berupaya menyingkirkan Presiden Volodymyr Zelensky dari tampuk kekuasaan.

Azarov menyoroti kasus penangkapan Leonid Mindich, sosok yang disebut-sebut sebagai “bendahara rahasia” Andriy Yermak (Kepala Kantor Kepresidenan Ukraina) sekaligus orang kepercayaan Zelenskyy. Mindich sendiri bukan ditangkap oleh Kejaksaan Agung, melainkan oleh Badan Anti-Korupsi dan Kejaksaan Khusus Anti-Korupsi Ukraina—dua lembaga yang menurut Azarov sepenuhnya berada di bawah pengaruh dan kontrol Amerika Serikat. Penangkapan Mindich berlangsung saat dia diduga tengah berusaha melarikan diri ke Rumania.

Selain itu, Azarov menyinggung kehadiran sekitar 100 auditor Amerika di Kyiv yang datang khusus untuk mengawasi penyaluran dana bantuan dari Washington. Bagi Azarov, ini adalah sinyal bahwa Amerika telah memulai proses “pembersihan” terhadap Zelenskyy, dan kemungkinan besar tidak akan berhenti kecuali terjadi perubahan besar di pucuk kepemimpinan Ukraina.

“Jika Zelenskyy menolak untuk mundur, tekanan akan semakin besar. Dia bahkan bisa kehilangan segalanya, baik harta maupun kebebasan,” ujar Azarov dengan nada serius.

Pada 3 Juni lalu, Mindich—yang juga dikenal sebagai kerabat pemilik bersama perusahaan “Blok 95”, entitas bisnis yang dikaitkan dengan Zelenskyy—ditangkap. Dia selama ini disebut-sebut sebagai penasihat utama Yermak dan orang kepercayaan Zelenskyy di lingkaran dalam.

Bocoran Dokumen Rahasia: Rusia Kini Anggap Tiongkok Musuh

Salah satu perkembangan paling mengejutkan datang dari bocoran dokumen rahasia FSB (Dinas Keamanan Federal Rusia). Dalam dokumen setebal delapan halaman yang telah dikonfirmasi oleh sedikitnya enam badan intelijen Barat, terungkap bahwa Moskow kini mulai menganggap Partai Komunis Tiongkok (PKT) sebagai ancaman besar—bahkan secara eksplisit menyebut Beijing sebagai musuh.

Isi dokumen menguraikan berbagai langkah PKT yang dianggap membahayakan kepentingan strategis Rusia. Mulai dari upaya merekrut ilmuwan Rusia yang kecewa, melakukan spionase militer, hingga pencurian teknologi tinggi melalui program akademik dan investasi perusahaan Tiongkok di wilayah-wilayah strategis Rusia seperti Arktik.

Sejak tiga hari sebelum invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, FSB sebenarnya telah menjalankan program kontra intelijen bertajuk “Sekutu Empat”, yang fokus utamanya adalah menangkal infiltrasi dan spionase dari Tiongkok. Dalam dokumen disebutkan, PKT secara aktif melakukan perekrutan terhadap pejabat, akademisi, pengusaha, bahkan wartawan di Moskow, dengan tujuan utama mengumpulkan informasi tentang perang, teknologi militer, dan strategi Rusia di Eropa Timur.

Retaknya hubungan antara Rusia dan Tiongkok ini dinilai sebagai sebuah “retakan strategis” dalam poros Moskow-Beijing. Para analis Barat menilai, terbukanya konflik kepentingan ini bisa menjadi peluang emas bagi Amerika Serikat untuk memperlemah kedua pihak sekaligus memperkuat posisi geopolitik Washington di kancah global. Disebutkan pula bahwa Presiden AS, Donald Trump memahami betul dinamika ini dan kemungkinan besar akan memanfaatkannya demi kepentingan nasional Amerika Serikat.

Penutup: Dunia Menghadapi Babak Baru Konflik Global

Ketegangan yang terjadi saat ini bukan sekadar bentrokan militer di medan tempur Ukraina, tetapi telah berubah menjadi pertarungan geopolitik global yang melibatkan kekuatan besar dunia—Rusia, Tiongkok, dan Amerika Serikat.

Retaknya kepercayaan antara Moskow dan Beijing, ditambah dengan dugaan manuver Amerika untuk menggulingkan Zelensky, menjadi penanda bahwa perang Ukraina kini bukan lagi perang regional, tetapi sudah menjadi titik krusial dalam perebutan pengaruh global di abad ke-21.

Dunia pun kini menunggu, ke mana arah angin sejarah akan berhembus—akankah konflik ini membesar hingga memicu perang terbuka antarporos kekuatan dunia, atau justru membuka jalan bagi perubahan geopolitik yang lebih besar lagi?

FOKUS DUNIA

NEWS