oleh Tang Zheng
Menanggapi RUU Amerika Serikat untuk mengubah status ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dari negara berkembang menjadi negara maju, beberapa hari yang lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin secara terbuka menolak status baru tersebut sehingga memicu ejekan dan kritik dari publik.
Pada 12 Mei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin dalam konferensi pers reguler ketika menjawab pertanyaan seorang reporter dari media resmi PKT perihal DPR-AS sedang mengusung RUU yang menetapkan kenaikan status RRT dari negara berkembang menjadi negara maju, Wang mengatakan bahwa “RRT belum pantas memakai topi negara maju”, “Tiongkok adalah negara berkembang.”
Adapun mengapa Tiongkok tidak ingin menjadi negara maju ?
Hu Ping, pemimpin redaksi kehormatan dari publikasi politik luar negeri “Beijing Spring”, mengatakan kepada Radio Free Asia : “Di satu sisi, Xi Jinping dengan penuh semangat membual betapa besar kemajuan pembangunan ekonomi Tiongkok, mengatakan bahwa Tiongkok telah menjadi lebih makmur dan lebih kuat, betapa luar biasanya model pembangunan Tiongkok. Tetapi begitu dunia mengalihkan status ekonomi Tiongkok dari negara berkembang menjadi negara maju, ia buru-buru menyangkalnya. Konyol bukan”.
Li Hengqing, seorang ekonom dari “Institut Informasi dan Strategi”, sebuah organisasi non-pemerintah di Amerika Serikat mengatakan, bahwa dengan memanfaatkan status sebagai negara berkembang, Tiongkok telah menikmati kesejahteraan internasional selama puluhan tahun, termasuk bantuan ekonomi dan kebijakan preferensial. Situasi ini telah memeras sumber daya yang seharusnya disediakan untuk negara-negara berkembang yang sebenarnya.
Li Hengqing menjelaskan bahwa berkat dukungan Amerika Serikat kepada Tiongkok pada awal abad ini, WTO membuka pintu untuk menyambut masuknya Tiongkok. Namun, PKT selain mengambil keuntungan dari organisasi internasional, tetapi juga mengambil keuntungan dari pemberian status permanen dari AS sebagai negara yang diistimewakan, untuk menikmati perlakuan khusus termasuk pengurangan dan pembebasan tarif. Namun, PKT mengingkari janji sebelumnya mau memperbaiki situasi hak asasi manusia di Tiongkok, yang jelas menimbulkan ketidakpuasan pemerintah Amerika Serikat.
Pada akhir Maret tahun ini, DPR AS dengan suara bulat meloloskan RUU bipartisan yang mewajibkan Kementerian Luar Negeri AS mengambil tindakan untuk mengakhiri status atau perlakuan RRT sebagai “negara berkembang” di organisasi internasional. Perlakuan inilah yang di masa lalu memberi kemungkinan kepada Beijing untuk memperoleh pinjaman preferensial dan manfaat ekonomi lainnya.
RUU itu diusung bersama oleh Perwakilan Republik Young Kim dan Perwakilan Demokrat Gerry Connolly.
Young Kim mengkritik PKT karena menggunakan statusnya sebagai negara berkembang untuk mengajukan bantuan pembangunan dan pinjaman dari organisasi internasional. Pada saat yang sama, PKT menggunakan inisiatif One Belt One Road untuk memberikan pinjaman besar kepada negara berkembang yang berpartisipasi, sehingga negara-negara tersebut jatuh ke dalam perangkap utang.
“Untuk waktu yang lama, Tiongkok menggunakan statusnya sebagai negara berkembang untuk mempermainkan sistem”, kata Gerry Connolly.
Wang Wenbin menolak status RRT adalah negara maju, diejek oleh para warganet.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas PKT dengan penuh semangat mengklaim “abad ke-21 adalah abad milik RRT”, “Timur naik Barat turun” dan dengan sombongnya menebarkan argumen seperti “Hebat ! Negaraku” dan “Made in Tiongkok 2025”. Tokoh kiri seperti Jin Canrong dan Zhang Weiwei dengan penuh semangat mengklaim bahwa perkembangan Tiongkok dalam bidang ekonomi, teknologi serta standar sosial telah melampaui Eropa, Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
Saat ini, Wang Wenbin menolak jika RRT disebut sebagai negara maju yang jelas menimbulkan kritik dan cemoohan publik.
Seorang netizen Tiongkok menyebutkan : “Sejak menonton acara TV ‘Hebat ! Negaraku’, saya benar-benar berpikir bahwa negara kita (RRT) adalah negara maju, tetapi tahunya malahan dikabarkan (oleh PM Li Keqiang) bahwa 600 juta penduduk Tiongkok berpenghasilan kurang dari RMB. 1.000,- (setara IDR. 2.150.000,-) sebulan, jadi saya bingung”.
“Sudah pastilah (negara maju). Setiap hari memberikan pinjamkan dana kepada negara lain, bahkan ada negara yang dibebaskan utangnya”. “Pantas kita dikatakan negara maju, karena bisa membebaskan tagihan utang negara Afrika”.
“Bagaimana bukan negara maju ?!? Lihat saja mahasiswa asing di universitas Tiongkok, mereka menikmati kuliah gratis, akomodasi gratis, masih dapat lagi uang saku untuk biaya hidup sebesar ribuan yuan setiap bulannya. Jika negara mampu mengeluarkan begitu banyak dana (untuk membiayai orang lain), apakah bukan negara maju ?”.
“Benar, punya uang yang dapat disumbangkan kepada orang lain, sedangkan rakyat sendiri hidupnya susah, bahkan dana simpanan di rekening bank tidak dapat ditarik”.
“Bukankah harga perumahan Tiongkok nomor satu di dunia ? Apakah ini bukan indikasi sebagai negara maju ? Setiap hari, selalu terdengar teriakan yang nyaring menyebutkan bahwa RRT berhasil menyalip Inggris, telah berada di depan Amerika Serikat. Jadi tidak perlu disangsikan lagi RRT adalah negara maju”.
“Harga real estat setara dengan level negara maju, harga komoditas pun berada di level negara maju”.
“Berapa banyak renminbi yang telah dikirim (dipinjamkan) kepada negara lain selama bertahun-tahun, Bagaimana boleh menyangkal sebagai negara maju ?”
“Dilihat dari subsidi tahunan yang diberikan kepada mahasiswa asing, jelas (RRT) adalah negara yang sangat maju”.
“Negara ini berkembang, tetapi rakyatnya terbelakang ! Pokoknya semua orang senang, ini kan juga kenyataan !”
“Dari sisi penerimaan pajak dan kontribusi jaminan sosial, (RRT) termasuk negara sangat maju, tetapi dari sisi perlindungan hari tua petani, (RRT) termasuk negara sangat miskin”.
“Betul memang berat menyandangnya (topi negara maju), apalagi penghasilan bulanan rakyat cuma antara RMB. 2.000 ~ 3.000 per bulan. –– kalaupun 40 tahun lagi gerakan reformasi ekonomi Tiongkok terulang lagi, rasanya masih terjadi gap yang cukup lebar antara Tiongkok dengan Eropa dan Amerika Serikat. Jelas, tidak sebagaimana yang diteriakkan oleh pakar sombong (RRT), bahwa RRT telah melampaui Inggris dan Amerika Serikat”.
“Kita ini benar-benar masih tergolong negara berkembang. Untuk menjadi negara maju, kita harus menyelesaikan masalah tekanan perumahan. Bahkan Beijing, Shanghai, dan Guangzhou pun tidak mendukung RRT menjadi negara maju karena alasan ini. Dan perawatan medis mahal (saya pergi ke klinik demam hari ini untuk membeli obat saja sudah menghabiskan RMB. 600,-), masalah pensiun, infrastruktur, dll., uang pensiun yang diterima petani sekarang cuma RMB. 100,- lebih per bulan … “.
“Pengentasan kemiskinan secara menyeluruh baru saja berakhir. Masih banyak rakyat yang tinggal di wilayah barat penghasilan mereka hanya mampu untuk membeli makanan dan pakaian, mereka kesulitan untuk membiayai pendidikan anak, perawatan medis, dan keperluan sanitasi. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin antar kota sangat lebar, dan masih jauh jalan yang harus ditempuh sebelum tujuan kemakmuran bersama tercapai. Kita benar-benar tidak mampu menyandang predikat negara maju”.
“Mengapa tidak berani menyandangnya ? Apakah kita perlu meragukan berita yang disampaikan media resmi kita bahwa setiap hari negara asing berada dalam kesulitan sedangkan negara kita baik-baik saja ?”
“WTO memiliki kebijakan preferensial yang diperuntukkan kepada negara berkembang, oleh karena itu kita tidak bisa mengaku sebagai negara maju”. “Apakah menjadi negara maju akan kehilangan banyak hak dan kepentingan ?” (sin)