oleh Li Yan
Ketika melakukan kunjungan ke Papua Nugini (PNG) pada Kamis (27/7), Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan bahwa berdasarkan perjanjian pertahanan dan bilateral baru dengan PNG, Amerika Serikat akan menempatkan kapal patroli penjaga pantai untuk membantu PNG meningkatkan kemampuan pengamanan.
Papua Nugini (PNG) dan AS telah menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan pada bulan Mei tahun ini yang menetapkan kerangka kerja 15 tahun bagi AS untuk memperbarui pelabuhan dan bandara PNG untuk penggunaan militer dan sipil.
Lloyd Austin adalah Menteri Pertahanan AS pertama yang mengunjungi PNG. Dia bertemu dengan Perdana Menteri Papua Nugini James Marape di ibu kota untuk membahas pendalaman hubungan antara kedua negara dan mengumumkan bahwa berdasarkan perjanjian penegakan hukum maritim yang terpisah, kapal penjaga pantai AS akan tiba di PNG pada bulan Agustus tahun ini.
“Kapal asing menangkap ikan secara ilegal di perairan PNG”, katanya. “Banyak pinjaman dengan ikatan Leonine telah menghambat pembangunan di daerah tersebut”, katanya.
Tiongkok melalui inisiatif One Belt One Road yang kontroversial, menjadi negara pemberi pinjaman infrastruktur utama di kawasan ini.
“Saya hanya ingin menjelaskan bahwa AS tidak berencana untuk mendirikan pangkalan permanen di PNG”, kata Austin dalam konferensi pers di ibu kota PNG, Port Moresby.
“AS dan sekutunya berusaha mencegah negara-negara kepulauan Pasifik menjalin hubungan keamanan dengan Tiongkok. Kekhawatiran ini meningkat setelah ketegangan terkait Taiwan dan penandatanganan perjanjian keamanan antara Beijing dan Kepulauan Solomon”.
James Marape mengatakan bahwa Kota Lae yang merupakan kota terbesar kedua di Papua Nugini telah ditetapkan sebagai pangkalan penanggulangan bencana Amerika Serikat. Ini adalah pelabuhan kargo utama di Papua Nugini.
Teks perjanjian pertahanan mengizinkan AS menempatkan pasukan dan peralatannya di Papua Nugini.
Penjaga Pantai AS meningkatkan patroli di zona ekonomi eksklusif PNG
Menurut siaran pers dari Kementerian Pertahanan AS, bahwa baik Austin maupun Marape keduanya mengatakan, Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang baru akan memperdalam hubungan antara Amerika Serikat dengan Papua Nugini serta meningkatkan kerja sama dan interoperabilitas antara militer kedua negara demi lebih mendukung bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana bila diperlukan.
Berdasarkan perjanjian bilateral, kapal penjaga Pantai AS dapat meningkatkan kehadirannya dan berpatroli di zona ekonomi eksklusif negara-negara kepulauan Pasifik yang luas.
Austin mengatakan bahwa kedua negara berjanji akan meningkatkan interoperabilitas dan memodernisasi pasukan pertahanan PNG.
“Tujuan kami adalah memastikan kemampuan pertahanan diri PNG dapat melindungi kepentingan mereka”, katanya.
Kesepakatan pertahanan belum diratifikasi oleh parlemen PNG, dan beberapa politisi oposisi masih berkhawatir hal itu akan mengecewakan Beijing selaku mitra dagang utamanya. Marape mengatakan pemerintah PNG akan mengutamakan diplomasi.
“Tujuan kami di wilayah Pasifik ini bukan perang, melainkan perdamaian, toleransi, dan tentu saja promosi nilai-nilai demokrasi kami, Kristiani …”, katanya. “Bahkan di seluruh jejak globalnya, Amerika Serikat selalu menunjukkan karakter ini”.
“Amerika Serikat tidak membutuhkan tanah di PNG sebagai landasan peluncuran. Mereka memiliki pangkalan di Filipina, Korea Selatan, dan tempat lain yang pasti lebih dekat ke Tiongkok”, kata Austin ketika menjawab pertanyaan wartawan.
Perjanjian tersebut sedang diperdebatkan di parlemen PNG dan ratifikasi mungkin dalam waktu dekat dapat diperoleh, kata para pejabat.
Begitu ratifikasi diperoleh, maka upaya AS untuk membantu memodernisasi pasukan pertahanan PNG dapat segera dilakukan. Itu akan termasuk pengadaan peralatan baru, lebih banyak pelatihan dan peningkatan fasilitas pertahanan, kata Austin.
Hubungan antara Amerika Serikat dengan Papua Nugini memiliki sejarah puluhan tahun. Marape mencatat bahwa ayah Austin yang seorang militer AS pernah bertugas di PNG selama Perang Dunia II. “Kemampuan pertahanan kita harus diperkuat. Tidak ada kemitraan yang lebih baik daripada bermitra dengan negara demokrasi terbesar yang memiliki kekuatan militer terbesarnya. Ini adalah kemitraan yang kami pilih untuk memperkuat pertahanan kami”.
Presiden Prancis Emmanuel Macron tiba di PNG pada hari Kamis malam. Ini adalah kunjungan pertama seorang pemimpin Prancis ke negara yang kaya sumber daya tetapi sebagian besar belum dimanfaatkan. Macron yang berada di Vanuatu, negara tetangga PNG pada hari Kamis memperingatkan tentang munculnya “imperialisme baru” yang menguji kedaulatan maritim dan keuangan negara-negara kecil di wilayah Pasifik.
Vanuatu dan Kepulauan Solomon memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Beijing, dan berupaya memblokir kapal Penjaga Pantai AS untuk berlabuh di sana. (sin)