5. “Makroevolusi” Tidak Terbukti Dengan Eksperimen Ilmiah
Selain berbagai celah logika serius di atas, dugaan evolusi memiliki kelemahan yang sangat mematikan, yaitu ia merupakan hipotesa yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, yang setara dengan semacam fiksi ilmiah.
5.1 Prasyarat Yang Sulit Dipenuhi
Hipotesa evolusi berpendapat, sekitar 4 milyar tahun silam, bahan kimia di dalam “sup primordial” dari bahan anorganik berubah menjadi bahan organik, menghasilkan organisme bersel satu, kemudian, mahluk hidup yang tadinya bersel satu berevolusi menjadi mahluk hidup multiseluler (bersel banyak, red.), dari derajat rendah naik menjadi derajat tinggi, dari ikan menjadi amfibi, hewan melata, mamalia, kera, dan akhirnya berevolusi menjadi manusia. Dalam proses evolusi yang sangat panjang ini, tubuh mahluk hidup terus mengalami mutasi, dan mutasi yang unggul dalam proses kompetisi bertahan hidup terpilih oleh lingkungan alami, yang melalui kurun waktu yang amat panjang dan evolusi mahluk hidup dalam jumlah besar, hingga akhirnya menjadi manusia²³.
Karena Darwin menyatakan evolusi mahluk hidup adalah mutasi bertahap yang berjalan lambat, dan bukan berubah secara mendadak, perubahan yang lambat seperti ini membutuhkan waktu panjang untuk dapat terbentuk, jadi, jika ingin membuktikan hipotesa evolusi, harus mengamati puluhan ribu jenis hewan serta tumbuhan, dan setidaknya dibutuhkan waktu jutaan tahun²⁴. Semua persyaratan yang dibutuhkan untuk melakukan eksperimen ini hampir tidak mungkin dapat direalisasikan.
Seorang doktor zoologi dari University of Cambridge yang juga dosen fisiologi dan biokimia dari University of Southampton, yakni Gerald Allan Kerkut pada 1965 memublikasikan buku berjudul “Implications of Evolution” yang mengemukakan, teori evolusi dibangun di atas 7 asumsi fundamental. Akan tetapi, dalam diskusi terkait teori evolusi, ketujuh asumsi ini acap kali tidak pernah disebutkan; dan banyak orang sering kali mengabaikan enam asumsi yang pertama, dan hanya mempertimbangkan asumsi yang ketujuh saja. ²⁵Ketujuh asumsi fundamental tersebut adalah:
Pertama, kehidupan dihasilkan secara alami dari materi anorganik; kedua, kehidupan hanya dihasilkan satu kali secara alami; ketiga, semua kehidupan memiliki hubungan kekerabatan satu sama lain, mulai dari virus sampai bakteri, tumbuhan, hewan, semuanya memiliki hubungan kekerabatan, sama-sama berevolusi dari satu leluhur yang sama; keempat, mahluk bersel banyak adalah hasil evolusi dari mahluk bersel satu; kelima, hewan yang tidak bertulang belakang memiliki hubungan kekerabatan satu sama lain; keenam, hewan bertulang belakang adalah hasil evolusi dari hewan yang tidak bertulang belakang; ketujuh, di antara hewan bertulang belakang, ikan berevolusi menjadi amfibi, amfibi berevolusi menjadi binatang melata, binatang melata berevolusi menjadi unggas atau mamalia dan lain-lain. (Buku “Teori Evolusi” Bab 2 halaman 6)
Selain itu, menurut analisa para ahli genetika modern, jika teori evolusi terbukti benar, masih harus memenuhi prasyarat hipotesa yang kedelapan, yaitu dalam proses sejarah spesies yang panjang, baik karena faktor internal (kepunahan massal karena mutasi²⁷ gen yang menyebabkan kemampuan reproduksi spesies menurun²⁶, atau karena penyakit) maupun karena faktor eksternal (bencana alam, atau peperangan), harus dipastikan kelompok spesies tidak punah, tidak terputus, jika tidak maka spesies tidak akan bisa terus bereproduksi. Jika prasyarat ini tidak bisa dijamin, maka teori asal usul spesies yang dikemukakan Darwin akan tidak bermakna²⁶.
Hanya melihat prasyarat ketujuh tanpa melihat keenam prasyarat sebelumnya, untuk membuktikan teori itu kuat, setidaknya dibutuhkan pembuktian dari dua sisi:
Pembuktian pertama, dibutuhkan spesimen biologi dalam jumlah besar untuk melakukan penelitian observasi retrospektif, untuk melihat mencari bukti apakah satu jenis spesies pernah berubah menjadi spesies jenis lain.
Ahli paleontologi sekaligus ilmuwan sistematik Inggris yakni Colin Patterson (1933-1998) yang telah melalui observasi spesimen dalam jumlah besar selama beberapa dekade, dalam pidatonya pada 1981 di American Museum of Natural History secara terbuka meragukan teori evolusi: “Siapa di antara kalian bisa memberitahu saya bukti sesungguhnya tentang evolusi, walaupun hanya satu saja bukti yang sesungguhnya? ²⁸”
Jelas terlihat, pengetahuan ilmu biologi yang dikuasai oleh Patterson pada masa itu jauh melampaui era Darwin, apalagi ruang lingkup biologi yang dipelajari Patterson lebih luas, kesimpulannya lebih dapat dipercaya. Mana yang benar mana yang salah, terlihat jelas.
Pembuktian kedua, harus dirancang penelitian yang prospektif, untuk melihat apakah suatu spesies dapat berubah menjadi spesies jenis lain dalam eksperimen tersebut.
Misalnya, Darwin mengatakan manusia adalah hasil evolusi dari sejenis kera di masa lampau yang sangat lama, tapi sebenarnya kera jenis tersebut hingga kini tidak pernah ditemukan. Sementara kita anggap saja leluhur manusia yang dikatakan Darwin itu, yang disebut “ardipithecus ramidus” itu, memang eksis, dan setelah melalui proses evolusi yang sangat panjang “ardipithecus ramidus” telah berevolusi menjadi manusia purba. Ungkapan umum dari versi ini adalah “manusia merupakan hasil evolusi dari kera”.
Bisa dirancang suatu penelitian seperti ini, tim eksperimen A mengamati “ardipithecus ramidus” yang dianggap sebagai leluhur manusia oleh Darwin, tim kontrol B mengamati kera lainnya, membiarkan mereka berkembang biak, melahirkan keturunan tanpa henti, dilihat berapa banyak “ardipithecus ramidus” di tim A yang berubah menjadi manusia, dan dibandingkan dengan hasil observasi tim B, dilihat apakah ada perbedaan.
Dengan mengabaikan apakah “ardipithecus ramidus” benar eksis atau tidak, pikirkan adakah orang di dunia ini yang mampu hidup sampai jutaan tahun untuk melihat hasil percobaan ini? Kelayakan eksperimen ini terdapat masalah yang teramat besar, penelitian seperti ini hampir tidak mungkin dilakukan.
Ahli kimia orang Inggris yang meraih tiga gelar doktor sains yakni Prof. Dr. Arthur Ernest Wilder-Smith (1915-1995) memublikasikan karyanya “The Natural Sciences Know Nothing of Evolution” menjelaskan demikian: “Tujuh prasyarat utama pada Neo-Darwinisme tidak ada satu pun yang bisa dibuktikan, juga tidak ada satu pun yang bisa digunakan untuk melakukan eksperimen pembuktian. Jika tidak ditopang dengan bukti hasil eksperimen, maka seluruh teori tersebut sulit dianggap sebagai ilmu pengetahuan; jika ketujuh prasyarat Neo-Darwinisme itu tidak dapat dibuktikan dengan eksperimen, maka seharusnya dianggap sebagai filosofi, dan bukan sebagai ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan seharusnya adalah hal dapat dibuktikan dengan eksperimen. ²⁹”
Dengan kata lain, “teori evolusi” yang menempati posisi dominan di kalangan ilmiah itu tidak dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan, ternyata itu adalah konsep yang ditelaah dalam kategori filsafat, dan bukan sebagai ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.
Neo-Darwinisme³⁰ yang disebutkan disini adalah tambahan yang diberikan oleh generasi berikutnya dengan menggabungkan penelitian dalam ilmu genetik dan biologi pada kerangka teori asli Darwin. Tapi berapa pun banyaknya teori yang ada, tidak bisa memberikan bukti langsung yang membuktikan “makroevolusi”, dan hanya berkisar di seputar “mikroevolusi”, yang sebenarnya tanpa sadar telah meninggalkan makna dari “makroevolusi”, itupun hanya semacam pembelaan saja terhadap teori Darwin tersebut, itulah yang disebut Modern Synthesis atau Modern Evolutionary Synthesis. (sud/whs)
Bersambung
Referensi:
23. Miller, S. L., Urey, H. C., & Oró, J. (1976). Origin of organic compounds on the primitive earth and in meteorites. Journal of molecular evolution, 9(1), 59–72.
https://doi.org/10.1007/BF01796123
24. Darwin, Charles. On the origin of species by means of natural selection, or, The preservation of favoured races in the struggle for life . London: J. Murray, 1859.
https://www.vliz.be/docs/Zeecijfers/Origin_of_Species.pdf
25. G. A. Kerkut: Implications of Evolution. Pergamon Press (Oxford, 1965), p. 6 (Second edition, 1978). Page 6.
https://www.biodiversitylibrary.org/item/23401#page/20/mode/1up
26. Lynch, M., Conery, J., & Burger, R. (1995). Mutational Meltdowns in Sexual Populations. Evolution, 49(6), 1067–1080.
https://doi.org/10.2307/2410432; https://sci-hub.st/https://doi.org/10.2307/2410432
27. M. Lynch, R. Bürger, D. Butcher, W. Gabriel, The Mutational Meltdown in Asexual Populations, Journal of Heredity, Volume 84, Issue 5, September 1993, Pages 339–344.
https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jhered.a111354; https://sci-hub.st/https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.jhered.a111354
28. Paul A. Nelson. News and Commentary. Origins & Design 17:1. Colin Patterson Revisits His Famous Question about Evolution.
http://www.arn.org/docs/odesign/od171/colpat171.htm?fbclid=IwAR0jfWBP88HUDXwOJUrxu4hbTjO3hTzQPrcUYMjD-s3gm5lb007MCyl24kc
29. Arthur Ernest Wilder Smith, The Natural Sciences Know Nothing of Evolution, San Diego: Master Books, 1981, p. 133.
https://www.sermon-online.com/en/contents/34551
30. Hancock, Z. B., Lehmberg, E. S., & Bradburd, G. S. (2021). Neo-darwinism still haunts evolutionary theory: A modern perspective on. Evolution; international journal of organic evolution, 75(6), 1244.
https://doi.org/10.1111/evo.14268