DR Xie Tian
Awal September lalu telah diadakan KTT G20 di India, AS (Amerika Serikat) dan India mengeluarkan program baru yakni Koridor Ekonomi India-Eropa (India-Middle East-Europe Economic Corridor atau IMEC), yang dianggap sebagai penakluk program “Inisiatif Sabuk & Jalan” (Belt & Road Initiative atau B&RI) dari PKT (Partai Komunis Tiongkok), hal ini merupakan strategi terbaru AS dalam menangkal B&RI.
Namun makna strategis IMEC sepertinya tidak hanya itu saja, IMEC tidak hanya mendorong nilai-nilai ekonomi dan perdagangan internasional, mungkin juga setidaknya akan memperlihatkan makna strategis tiga aspek AS dan Barat dalam mengepung Beijing, bisa dibilang satu panah mengenai tiga burung, yakni: Diplomatik negara besar, strategi militer dan geopolitik, serta transformasi pusat ekonomi dunia.
IMEC adalah program baru yang diumumkan oleh AS, Uni Eropa, India, dan Timur Tengah dalam KTT G20 yang diselenggarakan di ibukota India New Delhi pada 9 September lalu, keempat pihak tersebut akan membangun “Koridor Ekonomi India-Timur Tengah-Eropa”.
Koridor ekonomi ini meliputi penggabungan jalur darat dan laut, koneksi transportasi kapal laut dan kereta api, yang lebih lanjut menghubungkan Asia Selatan dan Timur Tengah dengan Eropa. Pejabat AS menyebutkan program IMEC ini sebagai “Modern-day Spice Route (Jalur Rempah Zaman Modern)”. Setiap negara yang ikut serta, dalam 60 hari ke depan akan menetapkan rencana tindakan beserta jadwal pelaksanaannya yang konkrit.
PM Li Qiang (dibaca: li chiang) yang mewakili Sekjend PKT Xi Jinping (dibaca: si cin bing) hadir dalam konferensi tersebut, dan dalam menghadapi AS, Eropa, India, dan Timur Tengah yang mengeluarkan program tandingan “B&RI” dari PKT, bagi Li Qiang pasti terasa seperti tulang ikan tersangkut di tenggorokan, berbagai rasa pun bercampur aduk, dan sulit membuka mulut untuk berkomentar.
Sebenarnya sejak mendarat di India Li Qiang telah mengalami kendala yang sangat tidak nyaman, tim delegasi RRT membawa 20 buah koper, namun menolak pemeriksaan keamanan oleh pihak penyelenggara, maka pihak India pun mengutus petugas keamanan untuk “memblokir” bagasi rombongan delegasi, kedua belah pihak bersikukuh hingga 12 jam lamanya, dan hal itu telah menjadi peristiwa diplomatik yang sangat canggung.
Mungkin, bisa jadi karena kali ini Xi Jinping telah mengetahui KTT G20 akan mengeluarkan program semacam ini, sementara PKT juga akan sulit menentang apalagi mencegahnya, terlebih lagi tidak sudi menyatakan dukungannya, maka diputuskan untuk tidak menghadirinya, agar tidak terjadi hal-hal canggung. Bagaimana pun juga, yang lebih menakutkan bagi Beijing adalah, bukan hanya koridor ekonomi itu akan bersaing dengan B&RI, tapi juga mulai terbentuknya suatu struktur dunia yang baru.
IMEC bertujuan memajukan pertumbuhan ekonomi dan kerjasama politik keempat pihak. Selain Biden, Modi, dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, juga negara Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Prancis, Italia, dan Jerman ikut serta pula dalam program pembangunan infrastruktur lintas negara dan menandatangani nota kesepahaman ini.
Menurut Biden, ini adalah suatu kesepakatan yang sangat penting, adalah “kesepakatan yang tak terhingga besarnya”. Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan menegaskan, koridor ini akan “memajukan perdagangan dan transportasi sumber daya energi, serta memperbaiki konektivitas digital”, yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membantu negara Timur Tengah menjadi kompak, membentuk kawasan Timur Tengah sebagai pusat kegiatan perekonomian, dan bukan sebagai “sumber tantangan, konflik, ataupun krisis.”
Memang demikian halnya, IMEC selain merupakan sebuah “sabuk”, juga merupakan sebuah “jalan”, transportasi laut dan darat secara optimal memanfaatkan jalur laut dan darat yang ada. Jadi, program ini lebih unggul dalam hal biaya dan harga dibandingkan dengan program B&RI yang membutuhkan banyak pembangunan infrastruktur di kawasan gunung yang tinggi dan daerah terpencil.
Apalagi dalam hal politik internasional juga tidak terdapat banyak variabel, tak ada negara yang berpotensi konflik yang harus dimediasi, program ini memang benar-benar merupakan suatu program yang sangat besar yang lebih memungkinkan untuk dilaksanakan.
Bagi pemerintah AS, jalur transportasi antara India-Timur Tengah-Eropa yang baru ini akan dihubungkan dengan jalur kereta api di beberapa negara Timur Tengah dan Eropa, lalu lewat pelabuhan laut dihubungkan lagi dengan India, ini akan membantu ekspor energi dari Teluk Persia dan negara-negara teluk, serta mendorong arus perdagangan Eropa dan Asia.
Direncanakan dapat mempersingkat waktu transportasi, mengurangi biaya, dan menekan konsumsi bahan bakar. Bagi negara Eropa, koridor ekonomi India-Timur Tengah-Eropa ini merupakan pencapaian yang bersejarah, serta menjadi jalur paling langsung yang menghubungkan India, Teluk Persia, dan Eropa, ia merupakan jembatan peradaban lintas dataran Eropa dan Asia. Dengan adanya koneksi jalur kereta api ini, perdagangan bilateral India dan Eropa digadang-gadang akan meningkat sebesar 40%!
Rencana AS-India-Eropa ini bisa dibilang satu panah kena tiga sasaran (burung), yang menimbulkan fungsi rangkap tiga sekaligus. Fungsi pertama, bersamaan dengan mengimbangi program “B&RI” ciptaan PKT, juga memperkuat pola baru diplomatik negara besar Timur dan Barat di dunia setelah mengucilkan RRT dan Rusia.
Sejak Xi Jinping resmi menjabat untuk ketiga kalinya, Beijing terus mendorong yang disebut “diplomatik negara besar”, tapi hari ini, kinerja diplomatik RRT memperlihatkan pemandangan yang serba kacau, bahkan mulai terlihat bersikap defensif dalam hal diplomatik. Setelah absen dari KTT G20, Xi Jinping juga akan absen pada sidang Majelis Umum PBB yang akan digelar di New York.
Kemenlu RRT pada 15 September lalu mengumumkan, akan mengutus wakil kepala negara RRT yakni Han Zheng untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB 2023 ini. Sudah beberapa tahun Xi Jinping tidak menghadiri sendiri sidang tersebut. Pilar inti yang disebut “diplomatik negara besar” RRT, dan hubungan RRT dengan AS, telah terjebak dalam masalah besar, dan perebutan kekuasaan yang sengit dalam sistem diplomatik justru terjadi di balik situasi diplomatik yang sedang merosot ini.
AS dan negara Barat lainnya memang sangat membutuhkan terobosan diplomatik dan aktif menyerang seperti ini, karena PKT bahkan berani menantang AS di “halaman belakang” Amerika, dan telah aktif menyerang. Pada medio September KTT G77+RRT digelar di Kuba, dan tujuan utama KTT kali ini adalah “ilmu pengetahuan serta teknologi dan inovasi”.
Sebagai tuan rumah, pemimpin Kuba Miguel Diaz-Canel dalam upacara pembukaan mengatakan, “Negara di utara terus saja mengorganisir dunia sesuai kepentingannya sendiri, kini sudah waktunya bagi negara-negara di selatan untuk mengubah aturan main.”
Diaz-Canel mengatakan, negara berkembang dan negara yang baru bangkit adalah korban utama dalam “krisis multi-dimensi” dunia, lingkupnya mulai dari “penyalahgunaan perdagangan yang tidak adil”, sampai pemanasan global dan dampak yang ditimbulkannya. Pemimpin Kuba itu mengeluhkan “arsitektur internasional” saat ini “memusuhi” kemajuan negara selatan dunia.
Sekjend PBB António Guterres juga menghimbau pada KTT, agar membentuk tatanan dunia baru yang “lebih representatif dan lebih mampu memenuhi kebutuhan negara ekonomi berkembang”. Kelompok G77 yang dibentuk pada 1964 itu kini telah memiliki 134 negara, yang mewakili 80% populasi dunia. RRT bukan negara anggota dari organisasi itu, tapi juga cukup aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tersebut, pada situs resmi G77 telah memasukkan Tiongkok di dalam daftar negara anggotanya.
Utusan khusus Xi Jinping selaku Sekjend Komisi Kedisiplinan Pusat sekaligus anggota ketujuh Komite Tetap Politbiro PKT yakni Li Xi mewakili negara RRT menghadiri konferensi tersebut. Li Xi menyampaikan pidatonya bahwa Tiongkok bersedia berdampingan dengan Kuba dan anggota G77 lainnya, untuk “bersama-sama membangun komunitas negara selatan yang senasib”. Yang disebut dengan “komunitas negara selatan yang senasib”, tentu saja merupakan satu bagian dari “komunitas manusia senasib” yang dicanangkan PKT. PKT juga menyambut negara G77 untuk menghadiri “Belt and Road Forum for International Cooperation” (Belt and Road Forum atau BRFIC) ketiga yang akan diadakan bulan depan di Beijing. Situasinya sangat jelas terlihat niatan penentangannya.
Fungsi kedua dari IMEC ini adalah telah memperkuat strategi militer dan kerjasama geopolitik pada barisan kekuatan anti komunis internasional.
Koridor Ekonomi India-Timur Tengah-Eropa yang baru telah memperkuat dan memperluas “strategi Indo-Pasifik” Amerika, dengan menghubungkan aliansi melawan komunisme ini dari Samudera Pasifik hingga Samudera Hindia, dan meluas lagi sampai ke Laut Merah dan Teluk Persia, serta langsung terhubung dengan Eropa dan NATO.
Dari sudut pandang geopolitik internasional, koridor ini telah merampungkan kepungan komprehensif terhadap RRT, memojokkan rezim Beijing dari segala penjuru. KTT G20 mengumumkan, aliansi Afrika yang beranggotakan 55 negara telah resmi bergabung dengan kelompok tersebut, dan menjadi anggota tetap G20.
Sementara itu Ursula von der Leyen dari Uni Eropa juga mengumumkan “Trans-African Corridor”, untuk memperbaiki konflik “Copperbelt (Sabuk Tembaga)” antara Kongo dan Zambia, serta hubungan transportasi Pelabuhan Lobito di Angola. AS dan Uni Eropa juga mendukung proyek Lobito Corridor ini. Perlu diketahui, dulu PKT menghabiskan banyak uang untuk membangun jalur kereta api Tanzam (Tanzania-Zambia), karena mengincar tambang tembaga Zambia.
Tindakan aktif pemerintah AS di utara Tiongkok, yakni dengan menjalin hubungan mitra kerjasama dan ekonomi perdagangan yang sepenuhnya baru, yakni dengan Negara Mongolia, yang bertujuan untuk mematahkan ancaman monopoli PKT atas mineral tanah jarang.
Usai KTT G20, Biden langsung berkunjung ke Vietnam, dan sukses menjalin “hubungan kemitraan strategis komprehensif” dengan Vietnam. Biden menyatakan, ini mungkin adalah “awal dari era kerjasama yang lebih besar” antara AS dan Vietnam. AS jelas telah mulai memandang Vietnam sebagai kunci yang berpengaruh di Asia untuk mengimbangi PKT, dan Vietnam dianggap sebagai halaman belakang RRT.
Dalam kunjungan Biden ke Vietnam, juga didampingi oleh para petinggi perusahaan besar seperti Google, Intel, perusahaan pengemas dan penguji semi konduktor Amkor, Marvell, Global Foundries, dan juga Boeing, mereka semua telah menghadiri forum kerjasama ekonomi yang diadakan di Hanoi.
Bisa dibayangkan para pemimpin tentunya PKT terkejut sekaligus kecewa setelah menemukan bahwa pemandangan 20 tahun lalu dimana para petinggi perusahaan besar itu mengajukan izin untuk masuk ke Tiongkok, saat ini telah terulang kembali di Hanoi!
Pengulangan dan reinkarnasi dari sejarah, memang sedemikian menarik. Lima dasawarsa lalu, demi melawan rezim komunis Uni Soviet, Amerika pernah menggandeng negara tetangga komunis di selatan Uni Soviet dan RRT, lalu berhasil menyelesaikan ancaman komunis Soviet; kini, demi melawan rezim komunis PKT, AS kembali bekerjasama dengan rezim partai komunis Vietnam di sebelah selatan Tiongkok, dengan tujuan meruntuhkan ancaman PKT.
Hasil dari kerjasama AS dengan PKT adalah telah mengalahkan komunis Soviet; tujuan kerjasama AS dengan Vietnam adalah untuk mengalahkan PKT. Angin memberantas komunis dari utara bertiup ke selatan, dari tanah kelahiran negara komunisme, terus meluas hingga beberapa rezim komunisme yang tersisa. Pengaturan takdir dan sejarah, memang benar-benar tidak bisa diprediksi, namun ada jejak yang dapat ditelusuri.
Ketika kekompakan AS dengan Korsel dan Jepang semakin erat, dan bersama-sama menghadapi PKT, kebijakan India terhadap Tiongkok juga dilakukan perubahan cepat. India pun menjadi titik awal yang krusial bagi AS dalam memperluas strategi Indo-Pasifik dan menciptakan koridor Asia-Eropa yang baru. Pada medio September barusan, dengan tujuan melawan PKT, India akan membangun lapangan terbang tempur yang tertinggi di dunia.
Makna penting kawasan Daulat Beg Oldi secara strategis adalah karena Ladakh Timur hanya berjarak 30 mil dari garis kontrol aktual (LAC) India-Tiongkok, bandara baru tersebut akan membantu India dengan cepat mengirim pasokan dan personel ke wilayah tersebut.
Menurut informasi, Daulat Beg Oldi berada di ketinggian 13.000 kaki di atas permukaan laut, saat ini hanya memiliki satu landasan pacu tanah, hanya bisa mendaratkan pesawat angkut C-130J buatan AS dan helikopter. Pensiunan AU India Letjend Anil Golani mengatakan kepada VoA, “Pembangunan bandara Daulat Beg Oldi merupakan tindakan yang akan mengubah aturan main.”
Golani juga menyatakan, “Pasca kontak senjata India-Tiongkok pada 2020 lalu di Lembah Galwan, India telah meninggalkan pola pemikiran pasifisme, dan sekarang bertekad bersaing dengan lawan, serta tidak akan mengalah lagi dalam hal kepentingan negara dan keutuhan wilayah kedaulatannya.”
Fungsi ketiga adalah koridor ini dapat mendorong transformasi pusat ekonomi dunia.
Pakar dan akademisi di dalam maupun luar negeri umumnya berpendapat, “koridor ekonomi baru” ini adalah produk dukungan AS kepada India untuk menggantikan “B&RI”, dan di tengah kondisi merosotnya perekonomian Tiongkok, program “B&RI” telah semakin melemah.
Menurut dokumen IMEC, diasumsikan akan terbentuk dari dua koridor yang independen, yang pertama adalah koridor timur yang menghubungkan India dengan Teluk Persia, dan yang kedua adalah koridor utara yang akan menghubungkan Teluk Persia dengan Eropa, ini yang dipandang sebagai respon terhadap inisiatif “satu sabuk satu jalan” PKT. Negara mitra berencana membangun kabel koneksi digital dan tenaga listrik di sepanjang jalur kereta api, serta saluran ekspor hidrogen bersih.
PM Israel Netanyahu menyatakan, “Israel akan menjadi hub pusat dari koridor ekonomi ini.” Tetapi di antara negara-negara yang dihubungkan oleh jalur IMEC, India dianggap sebagai negara yang paling diuntungkan. Sehingga India akan menjadi hub inti arus perdagangan dari Asia Tenggara hingga ke Timur Tengah dan Eropa.
Karena restrukturisasi rantai industri dunia, rantai pasokan sedang meninggalkan Tiongkok dengan cepat, bersamaan dengan beralihnya rantai industri yang mengakibatkan kemerosotan ekonomi Tiongkok, Vietnam dan India pun menjadi negara yang menuai keuntungan paling besar. India pun mempercepat pertumbuhan ekonomi saling menguntungkan dengan Timur Tengah, meningkatkan perdagangan dengan Eropa, bahkan memperoleh pesanan yang tadinya untuk Tiongkok namun dialihkan ke Vietnam dan negara ASEAN lainnya, semua karena koridor ini telah membukakan peluang tak terbatas.
Bagi negara Eropa, koridor ekonomi ini dapat membantu mereka melepaskan ketergantungan pada RRT, dapat membantu mereka mengurangi risiko, mewujudkan diversifikasi rantai pasokan, membuat Eropa, India, dan ASEAN mendapatkan banyak keuntungan.
India pada dasarnya sangat tidak percaya pada program “B&RI” dari PKT, bahkan menolaknya dengan tegas, sebab proyek koridor ekonomi RRT-Pakistan itu melalui wilayah Kashmir yang Tengah dalam persengketaan.
Dalam KTT G20, Modi menekankan, “koridor ekonomi baru” mendorong kemudahan finansial, dan tidak akan menambah beban utang, serta menghormati prinsip ramah lingkungan dan kedaulatan wilayah negara mitra. Ini menjadi perbandingan yang sangat mencolok dengan “B&RI” yang membebani negara sepanjang jalurnya dengan sistem kolonialisme, ini juga yang membuat setiap negara lebih mudah menerima koridor tersebut, dan meninggalkan “B&RI” dari PKT.
Yang cukup berarti adalah, dikabarkan program tersebut awalnya dikemukakan oleh India, UEA, dan Amerika, kemudian didukung penuh oleh Kerajaan Arab Saudi, lalu diikuti pula oleh Italia, Jerman, dan Prancis. Saat ini Italia sedang konflik dengan PKT, dan hendak keluar dari program “B&RI” PKT, seharusnya ada kaitan dengan keikut-sertaan Italia dalam proyek IMEC.
Bisa dibayangkan, PKT dengan mata terbelalak menyaksikan Italia direbut oleh India dari tangannya, juga merebut masa depan proyek “B&RI”. Bisa dibayangkan kemarahan dan kebencian PKT.
Seperti disebutkan di atas, Xi Jinping absen dari KTT G20 di India kali ini, mungkin karena telah mencium aroma peluang yang sedang tercipta, telah merasakan akan ada pemblokiran pada proyek signature “B&RI” Xi Jinping, jadi Xi Jinping memutuskan absen begitu saja sebagai wujud “protes”, dan menyatakan rasa tidak senangnya. Tapi pemerintah Xi Jinping juga tidak memiliki cara untuk melawannya, juga tidak ada alasan untuk melawannya, benar-benar seperti si bisu menelan pil pahit, terasa begitu pahit tapi tak bisa mengungkapkannya!
“IMEC menggunakan kontainer standar internasional, barang dikirim lewat laut dari India ke pesisir timur UEA, lalu diteruskan ke Haifa, Israel, lewat jalur kereta api, kemudian dari Haifa dikirim ke Eropa. Keunggulan terbesar dari koridor ini adalah, hampir seluruhnya telah ada, dan hanya menunggu dikelola saja, hanya ada seruas kecil jalur kereta api di dalam wilayah Arab Saudi yang harus diperbaiki.”
Yang lebih mengkhawatirkan PKT adalah, proyek ini mungkin akan memperoleh izin dari pemerintahan militer Myanmar, jika dibangun sebuah pelabuhan di Myanmar, maka koridor itu mungkin akan menghubungkan Vietnam, Thailand, Myanmar, dan Bangladesh, secara menyeluruh dengan India, Timur Tengah, dan Eropa. Di saat AS dan Eropa melakukan pengurangan risiko dan melepaskan ketergantungannya terhadap RRT, koridor itu akan dengan lebih cepat dan lebih efektif mengalihkan pusat ekonomi dan perdagangan internasional, pusat manufaktur, serta pusat pabrik dunia yang selama ini disandang oleh RRT, dengan cepat beralih ke India dan Vietnam!
AS, Eropa, India, ditambah dengan Israel dan banyak negara Arab lainnya, kali ini berhasil bersatu dan dengan kuat menghadang PKT, ini bisa dibilang sebagai satu panah diluncurkan tiga burung terkena. Dalam makna berlapis: membentuk kembali pola diplomatik internasional, menggariskan kembali peta geopolitik, merestrukturisasi rantai pasokan dunia, memposisikan kembali pusat ekonomi dunia, dan dengan telak melawan rezim PKT, program IMEC ini memiliki kekuatan deterensi dan dampak menyeluruh di bidang politik, diplomatik, militer, dan ekonomi pada masa mendatang, seharusnya dalam setengah hingga satu tahun mendatang, akan terpampang secara bertahap. (sud/whs)