EtIndonesia. Katak betina memalsukan kematiannya untuk menghindari interaksi seksual, demikian temuan sebuah studi baru.
Para ahli sebelumnya percaya bahwa katak betina tidak mampu menolak perhatian pejantan yang tidak diinginkan – dalam bentuk intimidasi, pelecehan, dan bahkan pemaksaan seks – yang berpotensi menyebabkan keterikatan fisik katak jantan dengan katak betina, yang disebut amplexing.
Perilaku kawin ini dapat mengakibatkan kematian bagi katak betina, kata para ilmuwan.
Namun, yang mengejutkan para peneliti dari Natural History Museum of Berlin, katak betina punya taktik untuk melarikan diri.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Royal Society Open Science, menggunakan rekaman video untuk mengamati perilaku kawin katak pada umumnya ketika satu katak jantan dan dua katak betina ditempatkan di dalam sebuah kotak.
Dari 54 betina yang berpelukan, 33% berpura-pura mati – atau, dalam istilah ilmiah, mengalami “imobilitas tonik”, yaitu kakunya anggota tubuh yang terentang dan ketidakmampuan merespons rangsangan.
Perilaku seperti itu biasanya merupakan taktik bertahan hidup untuk menghindari predasi di dunia hewan, namun sebelumnya hanya dilaporkan pada arthropoda atau amfibi lainnya, kata para peneliti.
Para peneliti mencatat bahwa katak betina yang lebih kecil cenderung mencoba ketiga manuver mengelak – mungkin karena meningkatnya stres karena kurangnya pengalaman kawin – dan tampaknya lebih berhasil melarikan diri dibandingkan amfibi yang lebih besar.
Pada akhirnya, 25 ekor katak betina berhasil lolos dari pergolakan nafsu jantan.
Meskipun para ilmuwan menganggap perilaku tersebut merupakan mekanisme untuk melarikan diri, mereka mencatat bahwa rotasi tubuh bisa jadi merupakan cara katak menguji kekuatan pasangan kawinnya dan mencegah “bola kawin” yang fatal, di mana banyak katak jantan menempel pada satu katak betina.
“Di dunia nyata kita sering mengamati pembentukan bola kawin, tetapi betina juga lebih mudah menyelinap karena ada lebih banyak bangunan dan tempat untuk bersembunyi,” kata penulis utama Dr. Carolin Dittrich, kepada Guardian.
Para peneliti mencatat bahwa penelitian di masa depan harus memiliki ukuran sampel yang lebih besar dan lebih banyak jantan yang disajikan kepada setiap pasangan betina. (yn)
Sumber: nypost