Fu Yao
Di Zimbabwe Afrika, telah dipublikasikan sebuah peristiwa siswa SD yang berinteraksi dengan kehidupan ekstraterestrial (makhluk dari planet asing atau alien, red.), yang terjadi pada 1994 , dan karena yang bersangkutan masih berusia sangat kecil dan media berita tidak populer di tempat itu, maka peristiwa kontak jarak dekat jenis ketiga yang berskala besar, dan yang jarang dijumpai ini tidak diketahui oleh khalayak ramai, bahkan oleh para akademisi pemburu UFO atau peristiwa supernatural lainnya, yang juga berpendapat bahwa hal ini kemungkinan saja hanyalah suatu khayalan berjemaah dari anak-anak.
Yang beruntung adalah ahli psikologi asal AS yang juga peraih penghargaan Pulitzer yakni John E. Mack yang berkesempatan mewawancarai anak-anak itu pada kesempatan pertama, membuat dokumentasi video yang sangat berharga di kemudian hari, agar generasi kita sekarang ini berkesempatan dapat memulihkan kembali fakta dari peristiwa ini.
Kronologi Kejadian
Sekolah Dasar Ariel School terletak di sebuah kota kecil bernama Ruwa di Zimbabwe, ini adalah sebuah SD swasta, pada 1994 lalu terdapat sekitar 110 orang pelajar berikut staf dan juga pengajarnya. Biaya sekolah di SD ini cukup mahal, para pelajar di SD ini pada dasarnya berasal dari kalangan yang cukup berada, tetapi berlatar belakang budaya yang cukup kompleks, ada anak-anak kulit hitam dari keluarga warga setempat, ada pula anak-anak kulit putih yang orang tuanya berasal dari Afrika Selatan, ditambah lagi anak-anak India dari keluarga keturunan india.
Kejadian pada hari itu bertepatan dengan saat diadakannya rapat staf dan pengajar sekolah itu, sehingga anak-anak pun mendapatkan waktu luang yang berharga untuk bisa bermain. Mereka semua bermain di sebuah lapangan luas yang lokasinya terletak di belakang bangunan utama sekolah tersebut, di luar lapangan selebihnya adalah lahan luas yang dipenuhi semak belukar, yang di dalamnya dikabarkan dipenuhi dengan laba-laba berukuran besar dan ular berbisa, jarang ada anak sekolah yang berani mendekati tempat itu. Dan justru di sanalah tempat UFO mendarat.
Hari itu 16 September, pada saat anak-anak sedang asyik masyuk dalam permainannya di luar kelas, sejumlah anak yang bermata jeli menangkap munculnya tiga buah benda “berwarna perak berbentuk oval” secara tiba-tiba di angkasa. Benda-benda oval itu terlihat melayang di udara, dan terus memancarkan sinar merah, yang patut disinggung adalah benda-benda oval itu dapat memancarkan cahaya terang secara mendadak, lalu menghilang begitu saja, tak lama kemudian muncul lagi di udara di sekitarnya, seakan-akan dapat berpindah tempat seketika seperti melakukan teleportasi.
Benda oval itu terbang menyusuri kabel listrik dekat sekolah, terlihat benda itu terbang semakin mendekat, lalu anak-anak pun mulai menyadari ada yang tidak beres, beberapa anak yang penakut bahkan mulai menangis. Dengan cepat benda oval itu telah berada di atas lahan yang jarang dilalui oleh manusia dan dipenuhi semak-semak, serta perlahan mulai menurunkan ketinggiannya, salah satu benda oval itu terus turun hingga sangat rendah, terlihat seolah tengah mendarat (melayang statis) tepat di atas semak belukar, dan jaraknya dari lapangan tempat anak-anak itu bermain kurang dari 100 meter. Sementara dua benda oval lainnya tetap melayang di udara.
Beberapa anak yang pemberani dengan penuh rasa ingin tahu berjalan ke arah benda terbang itu, dan pada saat itulah pemandangan aneh itu pun terjadi, sebuah makhluk berbentuk seperti manusia tiba-tiba muncul di atas benda oval tersebut, menurut penuturan anak-anak itu, sosok mahluk itu berbadan kerdil, tingginya kurang dari 1 meter, busana yang dipakai adalah baju ketat berwarna hitam. Mahluk itu berleher panjang-kurus, berwajah tirus, lengan dan kakinya ramping, rambutnya hitam panjang, serta bola mata “sebesar bola rugby”, mulutnya hanya berupa segaris celah, dan tidak memiliki telinga. Mahluk itu sepertinya tidak menyadari anak-anak yang terus berjalan mendekatinya, dia melompat turun dari benda terbang itu, lalu berjalan mondar mandir di tanah, seperti sedang menjelajah tanah di sekitarnya.
Anak-anak ketakutan dengan gerak geriknya yang aneh sehingga tak berani mendekat lagi, tak lama kemudian, makhluk berwujud manusia yang kedua muncul lagi di atas benda terbang, wujudnya sepertinya sama persis dengan makhluk yang pertama. Pada saat itu setelah melihat anak-anak SD di hadapannya “makhluk” pertama ibarat baru tersadar dari mimpi, dan ia mendadak menghilang, lalu seketika itu juga muncul lagi di hadapan anak-anak.
Anak-anak berkulit hitam setempat adalah yang pertama kali bereaksi — karena mereka mengira mahluk tak dikenal tersebut adalah iblis Tokoloshi yang sering diceritakan dalam legenda kuno Zimbabwe, iblis itu kerap diceritakan warga setempat untuk menakut-nakuti anak-anak, seperti “jika kau tidak menurut, Tokoloshi akan terbang kesini dan memakanmu”.
Anak-anak kulit hitam yang sangat dipengaruhi tradisi setempat ketakutan dan melarikan diri ke arah kelas sembari berteriak minta tolong. Sementara reaksi anak-anak kulit putih jauh lebih tenang. Mereka menjelaskan, “Awalnya saya mengira orang itu adalah tukang kebun kami yang bernama Nyonya Stevens.” Kemudian anak kulit putih lainnya mengatakan, “Tapi setelah saya melihat rambut hitamnya yang panjang dan lurus, baru saya sadari rambut itu tidak seperti rambut orang kulit hitam, tapi saya tidak merasa makhluk itu bukan manusia.”
Saat itu anak-anak yang tadinya bermain di sana lebih dari separuhnya telah melarikan diri, hanya tersisa sebagian kecil saja yang masih berada di tempat itu berhadapan dengan sang mahluk aneh. “Orang” itu tidak memakan anak-anak, melainkan berdiri di tempat semula sambil mengamati mata mereka.
“Saya merasa sangat aneh.” Seorang anak mengatakan, “Waktu seakan terasa berjalan sangat lamban, dalam sekejap banyak sekali hal-hal yang masuk ke dalam otak saya, tapi aku tidak bisa mengatakan apa itu sebenarnya.”
Seorang anak lain dengan nama samaran Elsa mengatakan, “Saya bisa merasakan mereka sedang berkomunikasi dengan saya, itu adalah semacam peringatan bahwa kita sedang merusak planet ini.”
Anak lain bernama Isabel yang berusia 10 tahun mengatakan,”Ia terlihat sangat menakutkan, tapi ia tidak melakukan apapun, hanya memandangi kami. Waktu itu saya merasakan ada semacam perasaan yang sangat kuat bahwa teknologi (ilmiah) kita sedang menyebabkan kerusakan terhadap planet bumi, kita harus membatasi perilaku seperti itu.”
Entah berapa lama kemudian, sosok “manusia” itu kembali menghilang, kemudian benda oval berwarna perak itu membubung tinggi dengan kecepatan yang sulit dipercaya dari puncak pohon eucalyptus itu, lalu dalam beberapa detik saja tiada kelihatan jejaknya.
Pada saat beberapa anak tersebut sedang melakukan komunikasi seperti telepati dengan mahluk ekstraterestrial tersebut, anak-anak lain yang berlari ke kelas meminta pertolongan berhasil menemukan satu-satunya orang dewasa yang berada di luar ruangan pada saat itu, yaitu nyonya pemilik kantin. Waktu itu dia sedang melamun di kantinnya, berharap agar anak-anak yang telah kelelahan bermain itu akan datang membeli minuman soda atau kudapan — tak disangka segerombolan anak yang menerobos masuk itu tidak membeli apa pun, melainkan justru mengerumuninya sambil berteriak-teriak, semua menjerit mengatakan ini dan itu tidak ada satupun yang dimengerti oleh si pemilik kantin.
Setelah banyak berupaya, akhirnya anak-anak itu baru membuat si nyonya kantin memahami pemandangan aneh yang baru saja mereka saksikan, tetapi dia sama sekali tidak percaya, meskipun ekspresi ketakutan dan hebohnya anak-anak itu tidak mampu melenyapkan kecurigaan sang nyonya kantin, di matanya anak-anak itu hanya mencari alasan membohonginya meninggalkan kantin, agar mereka berpeluang untuk mencuri kudapannya.
Melihat wanita paruh baya yang keras kepala itu tidak bisa diyakinkan, anak-anak terpaksa menangis di sepanjang lorong bangunan sekolah. Akan tetapi suara tangisan dan teriakan mereka juga telah diabaikan oleh para guru yang sedang fokus dalam rapat, mereka malah mengira itu hanya ekspresi anak-anak yang bermain terlalu bersemangat saja, dan tidak mempunyai pikiran lain.
Ketika rapat staf dan pengajar telah usai, para guru baru mengetahui peristiwa yang baru saja terjadi di halaman sekolah. Walhasil, semua orang dewasa sama sekali tidak percaya cerita anak-anak, beberapa guru sengaja memeriksa keadaan di sekitar pohon eucalyptus, tapi tak ditemukan jejak yang perlu dicermati. Maka mereka pun meminta anak-anak itu berhenti menceritakan omong kosong itu, dan pulang ke rumah masing-masing untuk berakhir pekan.
Gambaran Yang Muncul Kembali
Namun guru-guru SD Ariel School jelas telah meremehkan kegigihan anak-anak didiknya, dan sekembalinya ke rumah, sebagian anak-anak itu masih saja pantang menyerah dan menceritakan kejadian di sekolah kepada orang tua mereka, bahkan sejumlah anak mengalami ketakutan yang amat sangat, sehingga tidak bisa mengatakan apa pun. Walaupun sebagian besar wali murid juga sama seperti guru-guru di sekolah, sama sekali tidak percaya pada peristiwa aneh itu, tapi banyak juga di antaranya yang menelepon pihak sekolah, dan meminta pihak sekolah agar memberikan penjelasan, dan mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi pada anak-anak mereka.
Melihat banyaknya pengaduan orang tua murid, kepala sekolah Colin Mackay juga kebingungan, akhirnya karena banyak tekanan, ia pun mengundang sejumlah pakar dan media massa untuk mendokumentasikan investigasi atas peristiwa ini. Salah seorang di antaranya adalah Cynthia Hind. Cynthia adalah seorang pakar UFO yang terkenal berasal dari Afrika Selatan, sebelum dirinya diundang, dia sedang mengamati fenomena astronomi di dekat sana, dia adalah investigator pertama dalam peristiwa ini.
Pada 20 September, Cynthia bersama seorang wartawan BBC, serta seorang pemuda bernama Gunter Hofer, datang ke SD Ariel School. Gunter adalah seorang antusias UFO, yang memiliki pengetahuan profesional dalam bidang teknik elektro, dan dalam kunjungannya kali ini dia sengaja membawa serta alat pencacah Geiger-Müller (alat pengukur radiasi ionisasi, red.), detektor logam, serta magnetometer, berharap dengan alat-alat itu ia dapat menemukan jejak yang ditinggalkan oleh UFO.
Berdasarkan pengaturan oleh pihak sekolah, di bawah rekaman kamera BBC Cynthia telah mewawancarai 12 anak yang usianya lebih besar. Karena usia dan latar belakang budaya yang berbeda, deskripsi mereka dalam banyak hal detail tidak sepenuhnya sama, tapi peristiwa mendaratnya benda oval berwarna perak di dekat pepohonan eucalyptus, semua anak telah memberikan jawaban yang sama. Saat dirinya dihubungi oleh kepala sekolah, Cynthia terlebih dahulu mengemukakan pemikirannya: Dia mengusulkan kepada kepala sekolah agar meminta setiap anak melukis pemandangan yang mereka lihat pada waktu itu. Kepala sekolah dengan kooperatif telah memenuhi permintaannya, jadi di hari itu sebanyak lebih dari 40 lukisan anak-anak tersebut telah terpampang di hadapan Cynthia.
Dari situ Cynthia memilih 22 buah lukisan di antaranya yang paling mendekati penjelasan verbal anak-anak dan menyalinnya, benda terbang berbentuk oval yang tampak pada lukisan sangat menyerupai benda berbentuk piring terbang yang kerap beredar di media massa, anak-anak yang kemampuan melukisnya agak tinggi bahkan menambahkan jendela pada benda terbang berbentuk piring tersebut.
Cynthia secara acak mewawancarai pelukis beberapa gambar tersebut, berdasarkan usia dan latar belakang budaya yang berbeda, penalaran mereka terhadap benda terbang tersebut juga agak berbeda. Seorang anak perempuan kulit putih sangat penasaran pada piring terbang itu, dia terus menerus mencecar Cynthia dengan pertanyaan benda apakah itu, bahkan dengan bersumpah segala: “Atas nama setiap helai rambutku dan Alkitab aku bersumpah, apa yang kukatakan semuanya adalah benar.” Sementara seorang anak laki-laki kulit hitam lain yang berusia 7 tahun justru merasa sangat ketakutan, “Waktu itu ia hendak memakan saya.” Jelas ia adalah anak yang terpengaruh oleh kisah legenda setempat.
Gunter membawa segala alat pengukurnya melakukan pemeriksaan cukup lama di lokasi kejadian, tapi ia tidak menemukan apapun, setelah itu ia menyusuri tiang listrik dan berjalan cukup jauh, sepanjang perjalanan menembus duri serta semak belukar, tetap saja tidak menemukan jejak apapun. Dengan kata lain, di lokasi itu tidak terjadi fenomena gangguan medan magnet seperti yang dikisahkan saat ada kemunculan UFO dan tidak ada bukti berupa tingkat radiasi yang terlalu tinggi. Oleh sebab itu, semua orang pun mulai meragukan, apakah ini hanya tingkah laku usil anak-anak itu.
Karena pertemuan sebelumnya terlalu aneh, serta banyak anak-anak tidak dipahami, bahkan kemudian ditertawakan dan dilecehkan, maka sejumlah media massa bahkan menggunakan istilah “histeria massa” untuk menggambarkan apa yang mereka alami, hal ini pun membuat perasaan anak-anak itu sangat tertekan. Hingga akhirnya datanglah seseorang, yang membuat anak-anak itu merasakan telah menemukan orang tepat untuk tempat mereka mengadu.
Investigator Penting —Prof. John E. Mack
Pada saat stasiun televisi BBC Zimbabwe memberitakan kasus yang menghebohkan ini, John E. Mack yang berada jauh di Amerika Serikat juga menyaksikannya. Ia langsung menghubungi asistennya yang bernama Dominique Callimanopulos untuk membatalkan seluruh jadwal agendanya, dan mulai menangani urusan investigasi di lokasi kejadian di Zimbabwe itu.
Mack adalah seorang psikiater AS, juga direktur jurusan psikiatri di Harvard Medical School, spesialisasinya adalah psikologi anak, dan sejak era 1990-an dirinya telah meneliti trauma psikologis pada korban penculikan oleh makhluk ekstraterestrial, bisa dikatakan ia adalah investigator yang terbaik untuk peristiwa ini. November, yakni dua bulan setelah kejadian di Ruwa, Profesor John E. Mack bersama asistennya telah tiba di Zimbabwe.
Dalam beberapa hari investigasinya, Profesor Mack telah melakukan perbincangan yang mendalam bersama lebih dari lima puluh anak-anak yang menjadi saksi mata, sembari membuka pikiran mereka, anak-anak itu juga dibuatnya menceritakan lebih banyak konten. Sejumlah anak bahkan berkomunikasi dengannya dengan cara berbincang dibarengi melukis, ini membuat kejadian pada hari itu perlahan membentuk wujud tiga dimensi dalam benak Profesor Mack.
Yang patut dicermati dalam percakapan dengan anak-anak itu adalah istilah dua “orang” yang disebutkan mayoritas tidak jelas, mereka menggunakan istilah seperti “benda kecil” (little object), sesuatu (something), orang (man, person), itu (it), dan tidak seorang anak pun menggunakan istilah UFO atau mahluk asing (alien) dalam mendeskripsikan sosok mahluk hidup berbentuk seperti manusia itu.
Dengan kata lain anak-anak itu tidak memiliki konsep UFO, dan hal ini sesuai dengan investigasi Cynthia. Pada saat Cynthia melakukan wawancara juga pernah menyebutkan, banyak anak-anak itu tinggal di desa, sehingga tidak pernah menonton film Hollywood atau acara televisi tentang makhluk ekstraterestrial. Oleh sebab itu, Cynthia menilai pernyataan kesaksian anak-anak itu bisa diandalkan, karena imajinasi mereka belum terkontaminasi oleh tren budaya UFO.
Selain dengan anak-anak, Profesor Mack juga berbincang secara mendalam dengan para staf berikut pengajar sekolah itu. Awalnya, mayoritas staf dan pengajar tidak percaya dengan apa yang dialami oleh anak-anak didik mereka, tapi setelah mereka melihat profesionalisme Profesor Mack saat berkomunikasi dengan anak-anak itu, apalagi setelah anak-anak memberikan kesaksian yang sangat konsisten, banyak orang pun mulai goyah.
Beberapa hari kemudian, investigasi pun berakhir, Profesor Mack memberikan kesimpulannya: “Tampak ketika mereka menceritakan pengalaman tersebut, sangat menyerupai dengan orang yang mengalami hal yang sama yang telah saya jumpai. Sebagai seorang psikolog, saya memiliki kemampuan mengidentifikasi saat seseorang yang berusaha membuat orang lain percaya padanya, atau sedang berusaha menipu orang lain. Lewat perkataan dari anak-anak ini, saya bahkan melihat kekhawatiran di dalam hati kecil mereka, karena selama ini tak banyak orang dewasa yang percaya pada mereka, bahkan tidak ada seorang pun yang bersedia mendengarkan mereka dan hal ini membuat mereka mulai meragukan ingatannya sendiri.”
Kesimpulan Profesor Mack bisa dikatakan sangat konservatif, ia hanya menganalisa apakah anak-anak itu berbohong atau tidak, dan tidak memberikan penilaian apapun terhadap kebenaran dari peristiwa itu sendiri. Tapi walau demikian, masih saja mengundang kritikan dari sejumlah orang, dan karena adanya kritik semacam itu, maka hingga kini, masih banyak orang yang menganggapnya sebagai halusinasi berjemaah. Yang sangat disayangkan adalah, John E. Mack meninggal dunia dalam suatu kecelakaan lalu lintas pada 2004, dan hasil investigasi terkait peristiwa itu pun ikut berakhir seiring dengan meninggalnya sang profesor.
Mungkin karena Profesor Mack tidak seperti orang lainnya yang secara langsung meragukan dan mencemooh anak-anak itu, ini mungkin secara tanpa disadari telah memotivasi mereka, membuat mereka mempertahankan pandangannya sendiri, dan pilihannya sendiri, saat beranjak dewasa kelak, diharapkan mereka bukan dengan mudahnya malu, meragukan diri sendiri, menyerah, atau berkompromi begitu saja. Di antara anak-anak yang kala itu berbagi pengalamannya di Ruwa, pernah kembali berbagi kisah mereka di Los Angeles pada 2013 lalu, dan di antara mereka ada yang menjadi orang yang telah sukses, ada juga orang yang sangat biasa, walaupun mengalami situasi yang berbeda, tetapi mereka semua memiliki keyakinan yang sama, yaitu mempertahankan apa yang telah mereka yakini.
Namun dalam keseluruhan kejadian Ruwa itu, saya percaya, yang telah dilihat oleh anak-anak itu bukan hanya sekedar keusilan bersama, atau suatu cerita makhluk ekstraterestrial yang nyeleneh, melainkan dalam menghadapi sesuatu yang belum diketahui, suatu teka teki, ketidak-pahaman dan ketidak-percayaan, di balik semua itu ada eksplorasi tanpa kenal lelah. Oleh karena itu juga, setelah puluhan tahun kemudian kita masih dapat mendengarkan keseluruhan cerita ini secara utuh. (sud/whs)