EtIndonesia. Tohoku, wilayah timur laut Jepang, terkenal dengan iklimnya yang keras dan lokasinya yang terpencil, sehingga dianggap sebagai wilayah “terpencil”. Selain itu, terdapat stereotip negatif yang diasosiasikan dengan masyarakat Tohoku, seperti pendiam, keras kepala, dan sulit dimengerti.
Warga Tohoku sering dianggap enggan mengutarakan pikiran dan emosinya, malah memendamnya dan diam. Namun sifat-sifat tersebut dipandang sebagai kekuatan pasca bencana 11 Maret 2011, ketika gempa bumi dahsyat yang disusul tsunami dan krisis nuklir di reaktor Fukushima Daiichi.
Gempa Tohoku Maret 2011 merupakan gempa berkekuatan magnitudo 9,0 yang menyebabkan tsunami pada tanggal 11 Maret, yang mengakibatkan kematian hampir 16.000 orang di Jepang. Tsunami dengan ketinggian lebih dari 40 m dan mencapai 6 mil ke daratan menyebabkan kerusakan besar. Sudah hampir 10 tahun sejak peristiwa tragis ini terjadi.
Setelah bencana tersebut, para penyintas bergegas mencari keluarga dan teman-teman mereka yang hilang di tengah kehancuran. Bahkan saat ini, lebih dari 2.500 orang masih belum ditemukan.
Dapat dimengerti bahwa para penyintas mengalami kesulitan menghadapi tingkat kehilangan yang begitu besar. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yuka Kudo, seorang mahasiswa sosiologi di Universitas Tohoku Gakuin, menunjukkan bahwa tidak hanya orang yang masih hidup yang berjuang untuk memahami tragedi tersebut tetapi juga orang yang sudah meninggal. Melalui wawancara dengan lebih dari 100 pengemudi taksi di bagian timur negara itu, Kudo menemukan bahwa banyak yang dilaporkan menjemput penumpang hantu.
Banyak pengemudi taksi di Jepang bagian timur melaporkan bahwa mereka menjemput penumpang hantu, yang diyakini sebagai korban bencana yang masih basah kuyup, bahkan di hari yang cerah. Beberapa orang melaporkan bahwa mereka mendapat penumpang dengan rambut basah kuyup dan meminta untuk diantar ke daerah-daerah yang ditinggalkan di kota tersebut. Beberapa penumpang bahkan bertanya apakah mereka sudah meninggal.
Sopir taksi lainnya menceritakan kisah seorang pria yang meminta diantar ke gunung sebelum menghilang. Dalam kejadian serupa, pengemudi lain menjemput seorang penumpang laki-laki muda, berusia sekitar 20 tahun, yang mengarahkannya ke wilayah yang terkena dampak parah bencana tersebut. Area tersebut kosong, dan pengemudi kaget saat penumpangnya menghilang.
Penumpang hantu, yang menyerupai legenda urban “penumpang hantu”, biasanya adalah anak muda. Mahasiswa sosiologi Yuka Kudo berteori bahwa mereka mungkin merasa sangat menyesal atas kematian mereka yang terlalu dini dan tidak dapat bertemu dengan orang yang mereka cintai. Mereka mungkin memilih taksi sebagai ruang pribadi untuk menyampaikan kepahitan mereka.
Kudo menemukan bahwa semua pengemudi taksi yang melaporkan kejadian ini benar-benar yakin bahwa mereka benar-benar menjemput penumpang sungguhan. Mereka semua menyalakan meteran mereka, dan kebanyakan dari mereka mencatat pengalaman tersebut di buku catatan perusahaan mereka.
Kudo juga mengungkapkan bahwa tidak ada satu pun pengemudi yang melaporkan merasa takut saat bertemu dengan penumpang hantu. Sebaliknya, mereka semua memandangnya sebagai pengalaman positif, di mana jiwa orang yang meninggal dapat menemukan penutupannya. Padahal banyak dari mereka telah belajar untuk menghindari penjemputan penumpang di area tertentu.
Penelitian Kudo memang menarik, namun pengemudi taksi bukanlah satu-satunya di Jepang yang melaporkan bertemu dengan hantu di daerah yang terkena dampak tsunami. Polisi telah menerima banyak laporan dari orang-orang yang pernah melihat hantu di kawasan yang pernah menjadi lokasi pembangunan perumahan dan pusat perbelanjaan, termasuk laporan mengenai antrean panjang hantu yang menunggu di luar bekas tempat usaha tersebut.
Banyak yang melaporkan melihat sosok-sosok berjalan melewati rumah mereka pada malam hari, sebagian besar adalah orang tua dan anak-anak, sekelompok teman muda, atau kakek-nenek dengan anak-anak. Semua orang berlumuran lumpur. Meskipun polisi belum menemukan bukti konkrit mengenai kejadian tersebut, mereka sudah mulai bekerja sama dengan pengusir hantu di daerah yang terkena dampak.
Banyak pendeta setempat yang melakukan pengusiran hantu melaporkan bahwa orang-orang percaya bahwa mereka melihat hantu, meskipun seseorang tidak percaya pada hal gaib. Kepercayaan terhadap penampakan hantu menjadi begitu luas sehingga para akademisi universitas mulai mendokumentasikan cerita-cerita tersebut dan para pendeta sering dipanggil untuk memadamkan roh-roh yang dalam beberapa kasus, bahkan dapat merasuki makhluk hidup. (yn)
Sumber: thoughtnova