Rencana Penyelamatan Properti Beijing: Lebih Banyak Utang dan Kelebihan Kapasitas

Antonio Graceffo

Rencana besar Partai Komunis Tiongkok untuk menyelamatkan sektor properti melibatkan pemerintah daerah adalah  menggunakan utang untuk membeli properti dengan harga yang terlalu mahal dan menjualnya dengan harga diskon.

Beijing telah meluncurkan rencana penyelamatan untuk sektor propertinya, yang sedang mengalami krisis “bersejarah”. Dikatakan bersejarah dalam artian merupakan salah satu dana talangan sektor properti terbesar dalam sejarah Tiongkok. Namun, hal ini tidak akan menyelesaikan permasalahan krisis real estat Tiongkok.

Rencana tersebut meminta pemerintah daerah untuk membeli rumah-rumah yang tidak terjual dan kemudian menjual atau menyewa rumah-rumah tersebut dengan harga di bawah pasar. Hal ini hanya akan menunda perhitungan yang tidak diharapkan dalam permasalahan ganda di sektor real estate, yaitu utang dan kelebihan kapasitas.

Terlebih lagi, intervensi Partai Komunis Tiongkok memperburuk masalah  dan menambah lebih banyak utang terhadap krisis.  

Rencana tersebut sudah dikatakan sukses karena, setelah diumumkan, pasar saham Tiongkok menguat. Namun, penting untuk diingat bahwa fluktuasi jangka pendek di pasar saham didasarkan pada sentimen, bukan perubahan fundamental perekonomian.

Pasar saham Tiongkok telah kehilangan nilai USD 6 triliun selama tiga tahun terakhir karena kemerosotan ekonomi secara umum dan kekhawatiran atas meningkatnya utang dan kelebihan kapasitas di sektor properti. Artinya, terjadi peningkatan yang signifikan tidak akan mengembalikan pasar ke tingkat sebelumnya. Fakta bahwa pasar saham mengalami kenaikan sementara tidak membuktikan bahwa rencana penyelamatan properti Beijing adalah ide yang bagus atau akan menyelamatkan sektor properti.

Rencana penyelamatan tersebut secara efektif mengalihkan pendapatan pajak ke pengembang swasta. Hal ini akan menyelamatkan berbagai perusahaan ini dan mencegah perusahaan-perusahaan ini dari kebangkrutan, memungkinkan sejumlah perusahaan ini untuk tetap berbisnis. Namun, bisnis perusahaan  ini adalah membangun lebih banyak properti, yang melanggengkan masalah.

Sektor properti sudah menderita kelebihan pasokan, sementara generasi muda tidak mampu membeli apartemen. Selain itu, Tiongkok sedang menghadapi krisis penuaan sebagian disebabkan oleh ketidakmampuan kaum muda untuk membeli apartemen dan menikah. Di dalam perekonomian pasar bebas, tidak mungkin kelebihan apartemen dan kelebihan calon pembeli secara bersamaan. Harga apartemen akan turun untuk memenuhi permintaan, dan pasar akan mencapai keseimbangan.

Contoh bagaimana sektor properti pasar bebas bekerja dapat dilihat di Barat, termasuk Amerika Serikat. Banyak generasi muda yang mengeluhkan harga rumah terlalu tinggi dan mereka tidak mampu membeli rumah. Meskipun ini adalah benar, hal ini berbeda dengan situasi di Tiongkok karena tidak terjadi kelebihan pasokan rumah di Amerika Serikat dan Barat. Harga rumah adalah tinggi, namun tidak kekurangan pembeli. 

Jika lebih sedikit orang yang bersedia membayar harga untuk rumah-rumah itu, maka harga akan turun. Namun, di Tiongkok, intervensi pemerintah pusat mencegah harga rumah turun untuk memenuhi tuntutan pasar.

Ada beberapa alasan mengapa Beijing diberi insentif untuk mempertahankan harga rumah yang tinggi. Pertama, pengembang adalah salah satu pihak yang paling banyak berutang budi di Bumi, mewakili persentase yang bermakna dari portofolio pinjaman bank. Jika harga properti dibiarkan turun untuk memenuhi pasar, pinjaman-pinjaman ini akan terpapar, dan pengembang properti akan mengalami gagal bayar. Serangkaian gagal bayar di antara pengembang terbesar Tiongkok dapat memicu krisis perbankan.

Alasan lain mengapa Beijing ingin mempertahankan harga properti yang tinggi adalah bahwa sektor real estate menyumbang 20–30 persen Produk Domestik Bruto. Jika nilai rumah turun, Produk Domestik Bruto juga akan mengalami hal yang sama. Tiongkok telah mengalami pertumbuhan yang jauh lebih lambat beberapa tahun terakhir, dan  penurunan nilai yang bermakna di sektor properti mengakibatkan penurunan nyata dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto.

Sebagai catatan tambahan, para analis Barat telah berspekulasi selama bertahun-tahun mengenai klaim pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tiongkok adalah dibesar-besarkan oleh pemerintah pusat. Krisis real estate ini membuktikan tuduhan itu adalah benar. Beijing mengendalikan harga real estate, yang merupakan faktor utama dalam menentukan besar kecilnya Produk Domestik Bruto. Kelebihan pasokan real estate terjadi karena Beijing secara artifisial mempertahankan harga real estate yang tinggi. Oleh karena itu, Beijing secara artifisial meningkatkan Produk Domestik Bruto Tiongkok.

Rencana tersebut tidak hanya tidak akan menyelesaikan krisis real estat, namun juga akan menambah krisis properti utang Tiongkok. Bank Rakyat Tiongkok sedang menyiapkan dana sebesar USD 42 miliar untuk mendukung pembelian properti yang tidak terjual. Rasio utang Tiongkok terhadap Produk Domestik Bruto sudah di atas 286 persen. Penurunan Produk Domestik Bruto akan meningkatkan angka tersebut, maka Beijing tidak dapat membiarkan harga rumah turun. Pada saat yang sama, utang yang meningkat akan menyebabkan angka tersebut meningkat.

Selain mendorong pemerintah daerah dan badan usaha milik negara untuk membeli properti-properti yang tidak terjual, uang muka dan suku bunga hipotek juga diturunkan untuk merangsang permintaan perumahan. 

Namun, perekonomian Tiongkok sedang menurun, di mana kaum muda dan pekerja migran tidak dapat menemukan pekerjaan. Ketika masyarakat pesimis terhadap masa depan perekonomian mereka, mereka cenderung tidak membeli properti. Penurunan uang muka dan suku bunga hipotek untuk real estat yang harga yang terlalu mahal sepertinya tidak cukup untuk merangsang permintaan yang memadai untuk membawa pasar ke dalam keseimbangan. (Vv)

Antonio Graceffo, PhD, adalah seorang analis ekonomi Tiongkok yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di Asia. Graceffo adalah lulusan dari Shanghai University of Sport, memegang gelar Tiongkok-MBA dari Shanghai Jiaotong University, dan saat ini sedang mempelajari pertahanan nasional di American Military University. Ia adalah penulis “Beyond the Belt and Road: China’s Global Economic Expansion” (2019)