Penempatan Sistem Rudal Typhon dan Perluasan AUKUS  Memukul PKT

oleh Wang He

“Pencegahan terpadu” Amerika Serikat terhadap Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah mengalami kemajuan yang mantap setidaknya dalam dua aspek akhir-akhir ini, yang memberikan pukulan berat bagi PKT.

Pertama, Rudal Jarak Menengah Telah Ditempatkan Sementara di Filipina dan Siap untuk Ditempatkan di Jepang

Pada 4 September, menurut Sekretaris Angkatan Darat AS, Christine Wormuth dalam sebuah symposium, ia telah memberitahukan kepada Jepang selama kunjungannya ke Tokyo pada awal Agustus lalu bahwa militer AS berharap untuk menyebarkan sistem rudal jarak menengah Typhon di Jepang sebagai bagian dari latihan militer. 

Tepat pada awal Agustus, delegasi dari Pasukan Bela Diri Darat Jepang mengunjungi Pangkalan Gabungan Lewis-McChord (JBLM) di Negara Bagian Washington, yang dianggap sebagai landasan untuk penyebaran di Jepang. Anggota Kongres AS dari kedua belah pihak juga “menyatakan dukungan” untuk penyebaran Typhon di Jepang.

Typhon akan dikirimkan pada akhir 2022. Sistem ini merupakan bagian dari program “Long-Range Precision Firepower” Angkatan Darat AS dan terutama digunakan untuk meluncurkan rudal jelajah Tomahawk atau rudal Standard Missile-6 (SM-6) untuk menyerang target darat dengan jangkauan maksimum sekitar 1.800 kilometer. Ini berarti bahwa area di sekitar Beijing berada dalam jangkauan, sehingga sangat meningkatkan pencegahan terhadap PKT.

Sejak 2017, militer AS telah mempercepat transformasinya untuk mengekang ambisi militer PKT. Di antaranya, Angkatan Darat mulai membentuk “Pasukan Tugas Multi-Domain” (MDTF) jenis baru, yang memiliki sistem peluncur rudal darat jarak menengah (Mid-Range Capability, MRC), yaitu “Tifeng”. 

Ketika PKT menolak untuk bergabung dengan “Perjanjian Rudal Jarak Menengah” AS-Rusia, menolak untuk melakukan negosiasi pengendalian senjata substantif dengan Amerika Serikat, dan membangun persenjataan rudal jarak menengah terbesar di dunia (dan faktor Rusia), Amerika Serikat menarik diri dari “Perjanjian Rudal Jarak Menengah” pada Agustus 2019.

Faktanya, Amerika Serikat telah menjajaki cara untuk menyebarkan rudal jarak menengah di Indo-Pasifik guna mematahkan apa yang disebut PKT sebagai “keunggulan rudal jarak menengah” (PKT memeras Amerika Serikat dengan menyebut DF-21D, DF-26, dan rudal lain yang belum pernah digunakan dalam pertempuran sebenarnya sebagai “aircraft carrier express” dan “Guam express”). 

Sejak awal 2016, Rand Corporation menyarankan agar Amerika Serikat memperkuat hubungan politik dan militernya dengan berbagai negara kepulauan Pasifik dan negara-negara Asia Tenggara serta memperluas cakupan lintasan bagi pasukan AS di masa perang. 

Prioritas utama adalah memperdalam hubungan pertahanan dengan Filipina dan Vietnam, dan pada saat yang sama membangun hubungan baik dengan negara-negara Asia Tenggara bagian selatan seperti Indonesia dan Malaysia. Ini akan memberi militer AS kedalaman strategis yang lebih besar dan lebih banyak opsi.

Pada April tahun ini, Charles Flynn, komandan Angkatan Darat Pasifik AS, mengonfirmasi dalam sebuah wawancara dengan Kantor Berita Yonhap dan media lainnya bahwa militer AS akan segera mengerahkan rudal pertahanan udara “Standard-6” dan rudal jelajah “Tomahawk” di kawasan Asia-Pasifik.

Meskipun Flynn tidak mengungkapkan waktu dan lokasi spesifik penempatan tersebut, pada April, sebagai bagian dari latihan Salaknib 24, Gugus Tugas Multi-Domain ke-1 Angkatan Darat AS mengirim peluncur rudal Typhon ke Filipina dan untuk sementara menyebarkannya ke Luzon Utara (militer Filipina berharap dapat mengembalikannya ke Amerika Serikat pada September). Ini adalah pertama kalinya Amerika Serikat menyebarkan rudal berbasis darat ke negara asing sejak menarik diri dari Perjanjian Rudal Jarak Menengah.

Jika rudal jarak menengah Amerika Serikat dapat disebarkan di kawasan Asia-Pasifik (seperti Jepang, Korea Selatan, Filipina, dan lain sebagainya) untuk membentuk kemampuan serangan strategis jarak jauh terdepan, maka hal itu akan dapat mencegah Angkatan Laut dan Angkatan Udara Tiongkok menerobos rantai pulau pertama atau menyerang pangkalan militer AS di Pasifik Barat, dan menghalangi Partai Komunis Tiongkok untuk melancarkan perang di Selat Taiwan atau Laut Tiongkok Selatan.

Kedua, Aliansi Keamanan Trilateral Baru antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat, “AUKUS”, akan Segera Diperluas

Pada 13 September, Menteri Pertahanan Kanada, Bill Blair, yang sedang mengunjungi Jepang, mengatakan bahwa negosiasi agar Kanada bergabung dengan AUKUS sedang berlangsung. Hal ini sebagian mengonfirmasi laporan media sebelumnya bahwa Jepang dan Kanada diharapkan untuk bergabung dengan “Pilar Kedua” Perjanjian AUKUS pada akhir 2024 atau awal 2025.

Pada September 2021, Australia, Inggris, dan Amerika Serikat mengumumkan Perjanjian AUKUS untuk pertama kalinya. “Pilar pertama” perjanjian tersebut adalah bahwa Amerika Serikat dan Inggris akan membantu Australia membangun kapal selam bertenaga nuklir.

 “Pilar kedua” perjanjian tersebut adalah bahwa ketiga Negara itu akan mengembangkan teknologi militer canggih di bidang kecerdasan buatan, rudal hipersonik, dan teknologi kuantum; pada kenyataannya, hal itu mencakup hampir semua bidang teknologi tinggi, dan dapat diperluas ke bidang lain seperti pengujian senjata bersama dan berbagi data intelijen di masa mendatang.

Saat ini, proyek kapal selam nuklir telah membuat kemajuan substansial. Pada Maret 2023, peta jalan kerja sama kapal selam nuklir diumumkan, yang secara jelas mengadopsi pendekatan “tiga langkah” yaitu “penempatan terlebih dahulu, penjualan, dan konstruksi”. 

Pada Juni 2024, beberapa kinerja kapal selam nuklir diumumkan, dengan klaim bahwa kapal selam tersebut akan dilengkapi dengan rudal hipersonik generasi berikutnya untuk lebih meningkatkan kemampuan serangan jarak jauhnya. Dibandingkan dengan kapal selam nuklir kelas Virginia yang dibeli dari Amerika Serikat, kapal selam tersebut akan memiliki kemampuan tempur yang lebih kuat.

Pada saat yang sama, di bawah kepemimpinan Amerika Serikat, AUKUS dengan giat memajukan pekerjaan perluasannya.

Pada awal Februari tahun ini, Selandia Baru dan Australia mengadakan pertemuan “2+2” pertama mereka antara menteri luar negeri dan menteri pertahanan di Melbourne. Setelah pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Winston Peters mengatakan bahwa ia akan berusaha membangun hubungan pertahanan yang lebih erat dengan Australia dan mempertimbangkan untuk bergabung dengan kemitraan keamanan trilateral AS-Inggris-Australia “AUKUS”. 

Pada Maret, The Guardian Inggris mengungkapkan bahwa Selandia Baru telah menyatakan, mereka sedang mempertimbangkan untuk bergabung dengan bagian non-nuklir dari AUKUS (Selandia Baru, Kanada, Australia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat telah membentuk aliansi intelijen, “Aliansi Lima Mata” beberapa dekade lalu, dan mayoritas dari kelima negara ini adalah negara-negara Anglo-Saxon).

Pada 10 April, Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, yang sedang mengunjungi Washington, mengadakan konferensi pers bersama dengan Presiden AS, Joe Biden, mengumumkan “peningkatan paling signifikan dari aliansi AS-Jepang sejak didirikan”. 

Biden mengatakan, “Kemitraan pertahanan AUKUS kami dengan Australia dan Inggris Raya sedang menjajaki bagaimana Jepang dapat bergabung dengan pekerjaan kami di area pilar kedua.” Ini dianggap sebagai undangan resmi dari Amerika Serikat ke Jepang atas nama aliansi AUKUS.

Pada Mei, Globe and Mail dari Kanada mengutip dua pejabat senior pemerintah yang mengatakan bahwa Kanada tengah berupaya untuk bergabung dengan bagian non-nuklir AUKUS, dan bahwa Kementerian Luar Negeri dan Dewan Penasihat sedang melakukan persiapan awal untuk menandatangani perjanjian tersebut.

Menurut laporan ABC pada 26 Juni, Kurt Campbell, yang saat itu menjabat sebagai Koordinator Indo-Pasifik Gedung Putih, mengatakan bahwa AUKUS sedang bernegosiasi dengan negara-negara lain tentang partisipasi dalam tahap kedua perjanjian tersebut. Ia tidak mengungkapkan isi spesifiknya, hanya mengatakan bahwa berbagai negara berminat.

Kini, tampaknya perluasan AUKUS sudah menjadi kesimpulan yang pasti. Jika Selandia Baru dan Kanada bergabung dengan “Pilar Kedua AUKUS”, “Aliansi Lima Mata” dan “AUKUS” akan saling tumpang tindih, dan kesulitan transformasi “Aliansi Lima Mata” akan terpecahkan (PKT berusaha untuk memenangkan Selandia Baru dan mencegah “Aliansi Lima Mata” menjadikan PKT sebagai ancaman utamanya), serta Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru akan semakin terintegrasi. 

Jika Jepang dan Korea Selatan bergabung dengan “AUKUS”, mereka tidak hanya akan mampu mencekik “leher” chip PKT, tetapi juga akan membuat PKT semakin tertinggal dalam teknologi mutakhir; dan kapasitas produksi militer Korea Selatan (Korea Selatan sedang berlari kencang untuk menjadi eksportir senjata terbesar keempat di dunia) dan potensi militer Jepang yang dikombinasikan dengan kekuatan militer Amerika Serikat, menjadi sebuah aliansi militer besar yang akan memiliki keunggulan tersendiri atas PKT.

Kesimpulan

Menghadapi pengerahan sistem Typhon oleh AS dan perluasan AUKUS di Jepang, PKT tidak memiliki tindakan balasan yang efektif kecuali beberapa kata-kata kasar dan serangan verbal. 

Secara internasional, mereka hanya memeluk Rusia lebih erat (misalnya, pada September, latihan militer gabungan Tiongkok-Rusia “Northern Joint-2024” akan diadakan di Laut Jepang dan Laut Okhotsk). 

Namun, perang Rusia-Ukraina telah menghapus unsur “prestise” dari militer Rusia, dan PKT masih berharap pada mereka. Sungguh sulit dimengerti. (Lin/mglin)