Israel Menolak Kesepakatan Gencatan Senjata dengan Lebanon,  Terus Menyerang Hizbullah

Li Yan -Epoch Times

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, pada Kamis (26/9/2024), menolak usulan gencatan senjata dengan Hizbullah, setelah Amerika Serikat dan Prancis menyerukan gencatan senjata selama 21 hari. Pertempuran ini telah menyebabkan ratusan korban jiwa dan memicu kekhawatiran akan terjadinya serangan darat.

Dalam pernyataannya di platform media sosial X, Katz mengatakan, “Tidak akan ada gencatan senjata di wilayah utara. Kami akan terus menghantam organisasi teroris Hizbullah dengan kekuatan penuh hingga mencapai kemenangan dan memastikan keamanan bagi penduduk di wilayah utara.”

Konflik antara Israel dan Hizbullah meningkat tajam minggu lalu, memicu kekhawatiran akan dilancarkannya serangan darat baru di perbatasan Israel-Lebanon. Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, berharap kesepakatan gencatan senjata dapat segera dicapai, sementara ratusan ribu warga Lebanon telah meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan.

Pada Rabu (25/9), setelah diskusi intens di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat, Prancis, dan beberapa sekutunya menyerukan gencatan senjata segera selama 21 hari di perbatasan Israel-Lebanon, serta mendukung gencatan senjata di Gaza.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang menghadiri Sidang Umum PBB di New York, mengatakan bahwa dia belum memberikan tanggapan terhadap usulan gencatan senjata, namun dia telah menginstruksikan militer Israel untuk terus berperang. Para pejabat garis keras di pemerintahan menegaskan bahwa Israel harus menolak segala bentuk kesepakatan gencatan senjata dan melanjutkan serangan terhadap Hizbullah.

Pada Kamis (26/9) sore waktu setempat, Israel melancarkan serangan udara baru ke Lebanon. Menurut laporan dari kantor berita Lebanon, NNA, wilayah selatan dan timur Lebanon, serta area di dekat perbatasan dengan Suriah, menjadi sasaran serangan. Militer Israel menyatakan bahwa mereka sedang “menyerang target teroris Hizbullah.”

“Jet tempur angkatan udara baru saja menyerang infrastruktur di perbatasan Suriah dan Lebanon, yang digunakan oleh organisasi teroris Hizbullah untuk memindahkan senjata dari wilayah Suriah ke Hizbullah di Lebanon,” tulis militer Israel dalam sebuah pernyataan.

Militer Israel juga mengatakan, bahwa pada Kamis (26/9) pagi, puluhan target Hizbullah di berbagai wilayah, termasuk militan, bangunan militer, dan gudang senjata, telah diserang. Serangan udara semalam juga menargetkan sekitar 75 lokasi Hizbullah di Lembah Bekaa dan selatan Lebanon, termasuk fasilitas penyimpanan senjata dan peluncur roket siap pakai.

Menurut militer Israel, Lebanon telah menembakkan sekitar 45 peluru artileri ke wilayah Galilea Barat, beberapa di antaranya berhasil dicegat, sementara yang lain jatuh di area terbuka.

Netanyahu kembali berjanji untuk memastikan bahwa puluhan ribu warga Israel yang mengungsi dari wilayah perbatasan utara dapat kembali ke rumah mereka. Menteri Keuangan, Bezalel Smotrich, menyatakan bahwa Hizbullah harus dihancurkan, dan hanya setelah itu warga yang mengungsi bisa kembali.

Pada Rabu (25/9), Israel memperluas serangan udaranya ke Lebanon. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Lebanon yang dihimpun oleh Reuters, setidaknya 72 orang tewas dalam serangan tersebut.

Seorang pejabat tinggi dalam pemerintahan Biden menyatakan bahwa gencatan senjata akan berlaku di sepanjang “Garis Biru,” yaitu perbatasan antara Israel dan Lebanon, memungkinkan kedua belah pihak untuk mencari solusi diplomatik melalui negosiasi.

Serangan Udara Lumpuhkan Lebanon

Israel telah menetapkan prioritas untuk mengamankan perbatasan utaranya dan memastikan kembalinya penduduk yang mengungsi. Karena Israel hampir setiap hari bentrok dengan Hizbullah, sekitar 70.000 penduduk perbatasan terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Setelah hampir setahun berperang dengan kelompok militan Hamas, Israel kini mengalihkan fokusnya ke perbatasan utara. 

Pada 7 Oktober tahun lalu, militan yang dipimpin oleh Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel, yang memicu perang di Jalur Gaza yang dikuasai oleh Hamas. Sehari setelah itu, Hizbullah mulai meluncurkan roket dari Lebanon ke Israel untuk mendukung sekutu mereka, Hamas. Dalam sepekan terakhir, ketegangan di perbatasan Israel-Lebanon meningkat tajam.

Sejak Senin, intensitas serangan udara Israel meningkat drastis. Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa lebih dari 550 orang tewas pada hari itu. Sebelum serangan tersebut, ledakan beruntun menghantam perangkat pager dan radio komunikasi yang digunakan oleh Hizbullah di seluruh Lebanon, menewaskan puluhan orang dan melukai ribuan lainnya.

Letnan Jenderal Herzi Halevi, Kepala Staf Militer Israel pada Rabu (25/9) menyatakan bahwa kemungkinan besar mereka akan melancarkan serangan darat, yang meningkatkan kekhawatiran bahwa perang di Timur Tengah akan semakin meluas. Hizbullah dan Hamas adalah bagian dari jaringan kelompok bersenjata yang didukung oleh Iran di kawasan tersebut.

Sementara itu, Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, pada Rabu menyatakan kepada wartawan sebelum pertemuan Dewan Keamanan PBB bahwa Israel menyambut gencatan senjata dan lebih memilih solusi diplomatik. Namun, ia menegaskan di depan Dewan Keamanan bahwa Iran adalah pusat kekerasan di wilayah tersebut, dan perdamaian hanya bisa tercapai dengan menghilangkan ancaman tersebut.

Pemerintahan sementara Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, termasuk menteri-menteri yang dipilih oleh Hizbullah, yang secara luas dianggap sebagai kekuatan politik terkuat di negara tersebut. Dalam serangan udara presisi Israel beberapa hari terakhir, sebagian besar pimpinan Hizbullah telah dibasmi. (jhon)