Huang Yimei, Chang Chun, Gao Yu
Organisasi HAM luar negeri Freedom House yang membentuk China Dissent Monitor (CDM) merilis laporan penelitian tentang aksi protes di Tiongkok pada kuartal kedua tahun ini, yang mencantumkan sepuluh kota dengan aksi protes terbanyak karena masalah ekonomi. Sebanyak 6 kota di antaranya berada di Provinsi Guangdong dan Shenzhen menjadi kota dengan aksi protes terbanyak, setidaknya 306 insiden.
Daftar yang dirilis China Dissent Monitor (CDM) dari Freedom House menyebutkan sepuluh kota dengan protes terbanyak karena alasan ekonomi adalah Shenzhen, Xi’an, Sanya, Dongguan, Zhengzhou, Zhuhai, Qingdao, Zhongshan, Guangzhou, dan Huizhou.
Shenzhen menempati posisi pertama dengan setidaknya 306 insiden protes selama dua tahun terakhir. Xi’an menempati posisi kedua dengan 233 insiden protes dalam dua tahun terakhir.
“Provinsi Guangdong dan Jiangsu adalah dua provinsi dengan produksi GDP terbesar di Tiongkok. Jika protes karena masalah ekonomi di Guangdong sangat besar skalanya, ini menunjukkan dua hal. Pertama, ekonomi ekspor Tiongkok yang berbasis ke luar negeri mengalami pukulan berat. Kedua, situasi ini mencerminkan betapa sulitnya kondisi ekonomi di Tiongkok saat ini,” kata komentator politik di AS, Lan Shu.
Enam dari sepuluh kota yang disebutkan berada di Provinsi Guangdong. Menurut analisis, Guangdong memiliki banyak pekerja migran, dan peraturan administratif pemerintah terhadap mereka sangat ketat.
“Jika peluang kerja semakin berkurang, dan banyak perusahaan domestik Tiongkok yang ketika menutup bisnis mereka tidak memberikan kompensasi sesuai dengan peraturan tenaga kerja yang berlaku di Tiongkok, bahkan ada unit-unit yang belum melunasi gaji pekerjanya, hal ini tentu akan menimbulkan ketidakpuasan besar di kalangan pekerja dan memicu berbagai aksi protes,” ujar Mantan anggota Dewan Nasional Taiwan sekaligus analis politik, Huang Pengxiao.
China Dissent Monitor merilis aksi protes yang didokumentasikan dengan foto atau video mencakup insiden pemogokan pada 13 Juni 2024 di Zona Industri COFCO di Jalan Xin’an, Distrik Bao’an, Shenzhen. Pekerja memprotes keputusan perusahaan untuk memindahkan pabrik mereka ke Zhongshan, tetapi menolak untuk memberikan kompensasi kepada para pekerja.
“Di Tiongkok, fenomena penundaan pembayaran gaji adalah masalah serius dan fenomena umum. Ada beberapa bos yang mengalami kegagalan rantai keuangan dan bangkrut, sehingga mereka juga kehilangan segalanya. Beberapa dari mereka terpaksa menunda pembayaran gaji, sementara yang lain menundanya dengan cara yang buruk. Ini adalah salah satu penyebab ketidakpuasan terbesar,” ujar Huang Pengxiao.
Freedom House memulai proyek penelitian sistematis untuk mengumpulkan, mengatur, dan menganalisis aksi protes di Tiongkok dua tahun lalu. Mereka telah mengumpulkan sampel protes dari 500 kota tingkat prefektur di Tiongkok dan melakukan penelitian mendalam tentang metode, karakteristik, dan penyebab protes, serta merilis laporan analisis secara berkala. Namun, masih banyak informasi yang tidak dapat diakses karena pengendalian opini publik yang ketat.
Lan Shu menambahkan insiden aksi protes rakyat tidak akan dilaporkan kecuali mencapai skala tertentu. Jadi, jumlah protes yang didokumentasikan ini jauh lebih sedikit daripada jumlah sebenarnya.”
Huang Pengxiao juga menambahkan: “Karena Tiongkok sangat ketat dalam mengontrol penyebaran informasi, banyak informasi antar wilayah tidak dapat terhubung dengan efektif dan tidak dapat dihitung secara akurat.”
Komentar menunjukkan bahwa warga yang melakukan aksi protes, baik karena gaji yang tertunda atau masalah tempat tinggal, semuanya terkait langsung dengan kepentingan ekonomi dan keamanan hidup mereka, sehingga mereka terpaksa melakukan aksi protes.
“Fenomena semacam ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi yang dihadapi Tiongkok saat ini tidak dapat disembunyikan. Tentu saja, ini adalah sesuatu yang sangat menyedihkan bagi banyak pekerja dan pegawai di Tiongkok. Masalah ini bukan hanya fenomena sementara atau insidental, tetapi mungkin merupakan masalah yang bersifat keseluruhan dan jangka panjang,” Huang Pengxiao menambahkan.
Komentar tersebut menyebutkan bahwa jika kondisi perekonomian di Guangdong semakin parah, maka kondisi serupa di provinsi lain mungkin juga tidak jauh berbeda. (Hui)