He Yating
Di tengah kondisi ekonomi Tiongkok yang masih lemah, pasar saham Tiongkok meroket akibat stimulus kebijakan dari pemerintah Beijing. Beberapa lembaga internasional, termasuk Invesco, JPMorgan, HSBC, dan Nomura, menyikapi lonjakan ini dengan hati-hati, bahkan mengeluarkan peringatan.
Melalui kebijakan pelonggaran seperti penurunan suku bunga, pelepasan likuiditas miliaran dolar, penurunan suku bunga hipotek, dan pelonggaran syarat uang muka untuk kredit perumahan, pasar saham yang lesu tiba-tiba melonjak pada 30 September dan terus meningkat selama lebih dari seminggu. Namun, respons pasar dan ahli ekonomi sangat beragam terhadap lonjakan ini.
Di satu sisi, sentimen optimisme di pasar terus meningkat, banyak investor baru dan lama berbondong-bondong masuk. Namun di sisi lain, beberapa ahli keuangan memperingatkan bahwa kebahagiaan ini mungkin terlalu dini.
Kebijakan pemerintah saat ini tidak mampu menyelesaikan masalah struktural jangka panjang, seperti meningkatnya tingkat pengangguran, lemahnya konsumsi, dan krisis properti.
Beberapa lembaga investasi internasional juga mengeluarkan peringatan terkait lonjakan pasar saham ini.
Menurut Bloomberg, Raymond Ma, kepala investasi di Invesco yang mengelola investasi di Hong Kong dan Tiongkok daratan, mengatakan bahwa dalam lonjakan ini, beberapa saham telah dinilai terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Ia menyatakan bahwa meskipun sentimen pasar bisa menjadi terlalu panas dalam jangka pendek, investor pada akhirnya akan kembali ke dasar fundamental.
JPMorgan juga menyampaikan pandangan hati-hati, mencatat bahwa kebijakan pemerintah sejauh ini membantu menyeimbangkan proses deleveraging, tetapi dibutuhkan waktu lebih lama untuk memperbaiki neraca aset.
HSBC Private Bank menambahkan bahwa kebijakan yang ada tidak cukup untuk membalikkan tren perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. HSBC memperkirakan pertumbuhan PDB Tiongkok akan melambat dari 4,9% pada 2024 menjadi 4,5% pada 2025.
Nomura secara lebih tegas memperingatkan bahwa lonjakan ini bisa segera berubah dari “kebangkitan” menjadi “kehancuran.” Dalam laporan kepada klien, tim ekonom Nomura menyatakan bahwa pasar saham Tiongkok bisa mengalami penurunan tajam seperti pada 2015 setelah fase kegembiraan jangka pendek.
Ekonom ING, Song Lin, juga mengingatkan bahwa banyak tantangan besar masih perlu diselesaikan, dan bukan jalan yang mudah untuk ditempuh. Ia menekankan pentingnya memastikan kebijakan mampu menstabilkan pasar properti tanpa hanya menyebabkan arus uang panas di pasar saham.
Bloomberg menyimpulkan bahwa langkah-langkah kebijakan saat ini seperti suntikan “penguat” untuk ekonomi yang stagnan, tetapi seberapa lama efeknya akan bertahan masih perlu dilihat.
Laporan dari Wall Street Journal menambahkan bahwa meskipun pemerintah Tiongkok telah meluncurkan rangkaian kebijakan untuk menyelamatkan ekonomi, masih banyak masalah yang perlu diselesaikan sebelum ekonomi benar-benar pulih. (Hui)