Mitos Pertengahan Musim Gugur (Zhongqiu) Jepang “Kisah Pemotong Bambu”

Liu Ru

Ketika orang Tionghoa merayakan Festival Pertengahan Musim Gugur, mereka berfokus pada reuni keluarga dan fokus pada ikatan keluarga di dunia. Sedangkan di Jepang, meskipun budaya Festival Pertengahan Musim Gugur diperkenalkan pada Dinasti Tang Tiongkok, fokusnya adalah pada bulan di langit itu sendiri. 

Penekanannya adalah mengagumi dan memuja bulan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada dewa bulan atas berkahnya dan kecintaannya pada Kelinci Giok. Fokusnya bukan pada manusia, sehingga disebut “Tsukimi”. Anda harus makan dumpling Tsukimi, yang berwarna putih seperti bulan yang melambangkan bulan, bukan kue bulan.

Bahkan di zaman modern, Jepang telah mengintegrasikan budaya Barat juga akan meluncurkan burger “Tsukimi” pada masa menjelang festival. Hal ini menunjukkan rasa hormat dan kerinduan mereka terhadap bulan, dan suasana budaya yang penuh dengan keilahian. Oleh karena itu, kelinci giok yang menumbuk kue di istana bulan yang bundar, bersama dengan miscanthus (sejenis rumput) dan dango (kue tradisional jepang yang terbuat dari tepung beras)  sebagai persembahan, menjadi simbol Festival Pertengahan Musim Gugur Jepang.

Oleh karena itu, ketika melihat bulan pada malam tanggal 15 bulan delapan dalam kalender lunar tradisional, sentimen humanistik bangsa Jepang sangat berbeda. Fokus mereka adalah pada dewi di Istana Bulan dan Kelinci Giok itu sendiri, rasa Syukur pada dewa bulan untuk limpahan panen musim gugur dan pujian terhadap kebaikan karakter kerja keras Kelinci Giok.

Karena orang Jepang suka menikmati bulan, mengagumi Istana Bulan, dan menyukai Kelinci Giok, serta Festival Pertengahan Musim Gugur penuh dengan keilahian, apakah mereka juga memiliki mitos dan legenda yang mirip dengan Chang’e di Tiongkok yang lari terbang ke bulan?

Kisah Mitologi Jepang “Kisah Pemotong Bambu”

“Kisah Pemotong Bambu” (たけとりものがたりtaketori mo no ga tari), juga dikenal sebagai “Kisah Putri Kaguya”, adalah kisah mitologi tertua di Jepang. 

Ceritanya berkisah tentang seorang putri cantik “Kaguya” yang turun dari bulan ke dunia manusia dan kemudian kembali ke istana bulan. Berbeda dengan dewi Chang’e Tiongkok yang terbang ke bulan, dewi ini tidak tertarik pada cinta antara pria dan wanita di dunia. Dia sepertinya datang ke dunia untuk menanggung cobaan kesengsaraan, setelah berhasil menghadapi cobaan, dia sukses kembali ke istana bulan, sungguh sangat menggugah pikiran.

Putri Kaguya lahir dari bambu

Ceritanya terjadi di Jepang kuno. Ada seorang lelaki tua bernama “Taketori no Okina” yang mencari nafkah dengan memotong bambu. Suatu hari, dia menemukan bambu bercahaya di hutan bambu, bersinar seperti emas. Karena penasaran, dia melihat lebih dekat dan menemukan seorang gadis kecil cantik yang tingginya hanya tiga inci di dalam bambu. Taketori dan istrinya tidak memiliki anak, jadi mereka memutuskan untuk membawa pulang gadis kecil itu dan membesarkannya sebagai anak sendiri. Karena dia lahir dari bambu bercahaya, dia diberi nama “Putri Kaguya”.

Menolak lamaran pernikahan dari pangeran dan bangsawan

Setelah dibawa pulang, Kaguya dengan cepat tumbuh dan berubah menjadi wanita yang cantik tiada tandingannya. Setelah itu, Taketori no Okina mulai menemukan bahwa emas dan harta karun terus bermunculan di bambu yang ditebangnya, yang membuat keluarganya menjadi kaya. 

Ketika reputasi Kaguya tersebar luas, banyak orang datang untuk melihat kecantikannya karena mendengar berita tersebut. Kecantikannya tak tertandingi sehingga menarik banyak pelamar dari kalangan pangeran dan bangsawan.

Tentu saja pasangan Taketori sangat senang dan memilih lima pelamar paling mulia. Namun, Kaguya mengetahui asal usulnya sendiri dan tidak tertarik dengan pernikahan pasangan di dunia ini, dia tidak ingin menikah dengan siapapun. Maka dia mensyaratkan tugas yang hampir mustahil bagi setiap pelamar, mengharuskan mereka menemukan beberapa harta langkah yang legendaris.

Pelamar pertama adalah Pangeran Ishisaku, yang diminta untuk mengambilkan “Mangkuk Batu sang Buddha”. Sang pangeran berbohong dan mengatakan bahwa dia telah menemukannya, tetapi terbongkar kepalsuannya oleh Kaguya dan misinya gagal.

Yang kedua adalah Pangeran Kuramochi, yang diminta untuk mengambil “Ranting pohoh batu Giok dari Gunung Penglai”. Dia membuat ranting batu giok palsu, yang ketahuan oleh Kaguya dan juga gagal.

Pelamar ketiga adalah Abe Right Minister – dia diminta untuk mengambil “baju bulu kulit tikus api” (Mantel bulu tikus api) yang tidak takut api. Dia mencoba membeli sebuah yang palsu untuk memenuhi permintaan, ternyata dapat terbakar rusak sehingga otomatis mengalami kegagalan.

Pelamar keempat, Daban Danagon, diminta untuk mengambil “mutiara lima warna di kepala naga” (manik-manik leher kepala naga). Dia pergi ke laut untuk mencari, namun menemui badai di tengah jalan dan hampir mati, dan akhirnya menyerah.

Yang kelima bahkan meninggal saat berburu harta karun. Oleh karena itu, semua orang gagal menyelesaikan tugas dan membatalkan lamarannya.

Ujian yang lebih besar: pernyataan cinta dari Sang Kaisar

Kaisar Jepang (Mikado) juga mendengar tentang kecantikan Kaguya dan sangat tertarik padanya. Dia mencoba memanggilnya dan mengungkapkan cintanya. Namun, Kaguya tetap tidak terpengaruh oleh posisinya yang paling berkuasa dan menolak ajakannya, mempertahankan hubungan korespondensi hanya untuk rasa hormat. Pada akhirnya, Kaisar Jepang tidak lagi memaksanya untuk menikah dengannya, meskipun dia masih sangat mencintainya, dia memilih untuk menunjukkan rasa hormat padanya.

Kaguya mengungkapkan identitas aslinya

Seiring berjalannya waktu, Kaguya tahu bahwa dia akan segera mengucapkan selamat tinggal kepada orang tua angkatnya, dan dia merasa tidak tega sehingga menjadi sangat melankolis. Taketori dan istrinya sangat khawatir dan menanyakan apa yang terjadi. 

Akhirnya, Kaguya memberitahu mereka bahwa dia bukanlah manusia, melainkan makhluk surgawi dari bulan. Dia dikirim ke bumi oleh seorang duta dari bulan hanya untuk menghabiskan beberapa waktu di dunia ini, dan waktunya tinggal di bumi akan segera berakhir. Dia akan dibawa kembali ke bulan pada malam bulan purnama, yang membuat Taketori dan istrinya sangat sedih.

Putri Kaguya kembali ke bulan setelah selesai menjalani penempaan

Ketika dia hendak kembali ke bulan, Kaisar Jepang mengetahui hal ini dan mengirim sejumlah besar prajurit ke rumah Taketori untuk mencegahnya dibawa pergi oleh utusan dari bulan. Namun, ketika utusan dari bulan tiba, semua prajurit manusia kehilangan kekuatan untuk melawan. 

Putri Kaguya menulis surat perpisahan kepada pasangan Taketori dan Kaisar Jepang, dan meninggalkan obat keabadian sebagai kenang-kenangan. Pada akhirnya, dia mengenakan pakaian surgawi, menghapus semua ingatan tentang dunia manusia, mengakhiri ikatan fana, dan mengikuti utusan dari bulan kembali ke istana bulan.

“Kaguya Kembali ke Bulan”, gambar dari “Kisah Pemotong Bambu” Jepang. (Domain publik)

Penyesalan Kaisar Jepang

Setelah menerima surat perpisahan Kaguya dan ramuan keabadian, sang Kaisar merasa sangat sedih. Alih-alih mengambil ramuan keabadian, ia malah memerintahkan ramuan itu dibawa ke gunung tertinggi di Jepang untuk dibakar. Gunung ini dipercaya sebagai “Gunung Fuji”, dan asap yang dihasilkan dari pembakaran obat dikatakan sebagai asap Gunung Fuji. 

Kisah ini sangat mirip dengan mitos Tiongkok kuno — Chang’e terbang ke bulan. Namun dewi Jepang di sini tidak terpesona oleh duniawi, Dia tahu bahwa dia telah turun ke bumi untuk menjalani penempaan kesengsaraan, dan dia berani memutuskan hubungan cinta kasih, untuk kembali ke surga, dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia. Sedangkan setelah Chang’e naik ke Istana Bulan, Houyi suaminya di dunia manusia akan melihat ke bulan dan memujanya selama Pertengahan Musim Gugur karena dia merindukan Chang’e, mengungkapkan kerinduannya untuk Bersatu kembali sebagai pasangan manusia. Tentu saja Festival Pertengahan Musim Gugur terbentuk karena hal ini.

Jelas sekali, legenda Jepang ini tidak memiliki konotasi reuni, melainkan untuk memberitahu manusia di dunia melalui cerita ini janganlah mereka terikat dengan dunia fana yang tidak kekal dan terjebak oleh cinta. Rumah yang sesungguhnya bukanlah di dunia, dan kembali ke surga barulah tujuan hidup manusia.

Mengapa kelinci menumbuk kue tahun baru?

Asal usul ekspresi “kelinci menumbuk kue tahun baru di bulan” dipercaya terkait dengan legenda Chang’e di Tiongkok kuno. Konon kelinci di bulan awalnya menggunakan alu dan lesung untuk membuat ramuan keabadian. Setelah legenda ini menyebar ke Jepang, menjadi “kelinci menumbuk kue tahun baru”. 

Ada banyak teori mengapa obat tersebut berubah menjadi kue tahun baru. Mungkin karena orang Jepang lebih menyukai kue tahun baru seperti halnya adat istiadat setempat. Mungkin juga “melihat bulan” (maksudnya bulan penuh} berhubungan dengan homofonik dengan “kue bulan” (Mochizuki ).

Kesimpulan

Tidak peduli bagaimana ceritanya berkembang dan betapa berbedanya Tiongkok dan Jepang, setiap Festival Pertengahan Musim Gugur, saat Anda melihat ke bulan, Anda akan memikirkan kelinci dan dewi yang tinggal di istana bulan. 

Lalu apakah mitos-mitos tersebut benar? Mengapa ketika pergi ke bulan, tidak ada seorang pun di sana? Kemungkinan besar Istana Bulan tidak berada di ruang permukaan bulan yang dapat dilihat oleh mata manusia, seperti halnya Istana Naga tidak berada di dasar laut di permukaan bumi yang dapat dilihat oleh mata manusia, istana bulan mungkin berada di ruang dan waktu yang berbeda.

Mitos kuno menciptakan festival tradisional kuno, dan festival memungkinkan orang untuk mengunjungi kembali mitos-mitos ini dari generasi ke generasi, mengingatkan orang akan hubungan antara manusia dan Ilahi. (Lin/mgln)