EtIndonesia. Dunia saat ini menghadapi kekeringan yang semakin parah dan banjir. Sebuah laporan baru mengungkapkan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, terjadi ketidakseimbangan sirklus air global. Laporan terbaru Komisi Global Ekonomi Air (Global Commission on the Economics of Water atau GCEW) mengatakan dunia sedang menghadapi krisis air yang semakin memburuk.
Dalam laporan tersebut, GCEW mengatakan lebih dari separuh produksi pangan dunia berasal dari wilayah yang ketersediaan airnya tidak stabil.
GCEW dibentuk oleh Pemerintah Belanda dengan dukungan dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). OECD adalah organisasi yang terdiri dari 38 negara terkaya di dunia dan berkantor pusat di Paris, Prancis.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa bertahun-tahun pengelolaan yang buruk telah merusak ekosistem air tawar dan lahan kita, serta menyebabkan sumber daya air terus menerus tercemar.
“Kita tidak bisa lagi berharap pasokan air tawar mampu menopang masa depan bersama kita,” demikian dinyatakan dalam laporan tersebut. “Sumber air yang tidak aman dan fasilitas sanitasi menyebabkan lebih dari 1.000 anak di bawah usia 5 tahun meninggal setiap hari. Wanita dan anak perempuan menghabiskan 200 juta jam setiap harinya untuk mengumpulkan dan membawa air. Sistem pangan menguras air tawar, sementara kota-kota semakin tenggelam akibat habisnya air tanah.”
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Laporan tersebut menjelaskan bahwa air tawar di daratan dapat dibagi menjadi “air biru” dan “air hijau.” Air di sungai, danau, dan lapisan air tanah disebut sebagai “air biru,” sedangkan air yang terkandung dalam tanah dan vegetasi disebut sebagai “air hijau.”
Air hijau kembali ke atmosfer melalui transpirasi tumbuhan dan akhirnya turun sebagai hujan atau salju, meresap ke dalam tanah, mengalir ke sungai, danau, dan lapisan air tanah, membentuk siklus air. Curah hujan yang berasal dari air hijau mencakup sekitar setengah dari total curah hujan di daratan.
Pergerakan air hijau, yang dikenal sebagai aliran uap air terestrial (terrestrial moisture flows), terkadang melintasi jarak ribuan kilometer. Ini berarti deforestasi di satu wilayah dapat memengaruhi curah hujan di wilayah lain.
Curah hujan yang stabil dan level air tanah bukan hanya penting bagi produksi pertanian, tetapi juga menjadi fondasi penting bagi industri dan kegiatan ekonomi lainnya. Gangguan dalam sirklus air dapat meningkatkan frekuensi kekeringan dan banjir di seluruh dunia.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa sekitar dua pertiga populasi dunia tinggal di wilayah dengan cadangan air yang menurun, dan lebih dari sepertiga (38%) tinggal di wilayah di mana cadangan air menurun drastis. Wilayah yang padat penduduk, termasuk bagian barat laut India, timur laut China, serta Eropa selatan dan timur, sangat rentan terkena dampak.
Laporan ini juga memprediksi bahwa jika pendekatan saat ini tidak diubah, dampaknya terhadap ekonomi bisa “parah,” dengan perkiraan penurunan produk domestik bruto (PDB) rata-rata sebesar 8% di negara-negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2050, sementara negara-negara berpenghasilan rendah dapat mengalami penurunan PDB antara 10% hingga 15%. (jhn/yn)