Bakamla Usir Kapal Penjaga Pantai Tiongkok  dari Perairan Sengketa

Indonesia tidak memiliki klaim di Laut Tiongkok Selatan, tetapi “garis 10 putus-putus” Tiongkok yang menandai klaimnya tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Dorothy Li

Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI  menyatakan pada Kamis, 24 Oktober 2024 bahwa mereka mengusir kapal penjaga pantai Tiongkok  di bagian selatan Laut Tiongkok Selatan, yang merupakan pencegatan kedua dalam seminggu di perairan yang disengketakan dan diklaim Tiongkok serta beberapa negara Asia lainnya. 

Pertemuan pertama terjadi pada  21 Oktober pagi, ketika sebuah kapal Tiongkok mengganggu operasi survei data seismik yang dilakukan oleh PT Pertamina, menurut pernyataan pada 22 Oktober yang dikeluarkan oleh Badan Keamanan Laut Indonesia, atau Bakamla.

Mulanya, Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) Bakamla RI mendapatkan informasi intelijen tentang adanya gangguan terhadap aktivitas survei MV Geo Coral yang didampingi tiga Chase Vessel, yaitu UB Anugerah Bersama 17, AHT PSB Roller, dan TB Teluk Bajau Victory yang dilakukan oleh kapal penjaga pantai Tiongkok (CCG) 5402 di Wilayah Kerja PT. Pertamina East Natuna yang masuk dalam Landas Kontinen Indonesia di Laut Natuna Utara.

 Berdasarkan informasi tersebut, KN. Tanjung Datu-301 bergerak menuju lokasi kejadian dan mendeteksi kapal CCG 5402 pada pukul 05.30 WIB di baringan 125° dengan jarak 7,3 Nautical Miles (NM). KN. Tanjung Datu-301 mencoba berkomunikasi melalui radio dengan kapal tersebut, namun kapal CCG 5402 bersikeras bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari yurisdiksi Tiongkok.

Sekitar pukul 05.38 KN Tanjung Datu 301 mendapat perbantuan kekuatan dari kapal patroli TNI AL KRI Sutedi Senaputera 378 dan Pesawat Patroli Udara Maritim Bakamla RI. Bersama-sama, kedua kapal patroli Indonesia tersebut melaksanakan shadowing dan berhasil mengusir kapal CCG 5402 keluar dari wilayah yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara.

 Pada 24 Oktober, kapal penjaga pantai Tiongkok kembali memasuki perairan di sekitar Kepulauan Natuna, wilayah yang dikenal kaya akan sumber daya perikanan dan gas alam. 

Indonesia telah menamai perairan sengketa tersebut sebagai Laut Natuna Utara, yang berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil laut negara tersebut berdasarkan hukum internasional. 

Bakamla mengatakan upaya mereka untuk menjalin komunikasi dengan kapal Tiongkok kali ini tidak mendapat tanggapan. Sebaliknya, Penjaga Pantai Tiongkok mendekati dan mempersoalkan kegiatan survei Indonesia sebelum akhirnya diusir lagi dari wilayah ini, menurut pernyataan Bakamla pada 24 Oktober. 

Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengklaim kedaulatannya atas hampir seluruh Laut Tiongkok Selatan, salah satu jalur pelayaran utama dunia, yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia, Malaysia, Vietnam, Brunei, Filipina, serta Taiwan. Pengadilan internasional pada tahun 2016 menolak klaim kedaulatan luas PKT, menyimpulkan bahwa Tiongkok tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim hak sejarah di Laut Tiongkok Selatan. 

PKT menolak mengakui putusan ini dan justru mengeluarkan undang-undang maritimnya sendiri, memberi wewenang kepada penjaga pantainya untuk menahan individu asing hingga 60 hari jika mereka memasuki perairan yang diklaim oleh Tiongkok. 

Pada Agustus 2023, Kementerian Sumber Daya Alam Tiongkok mengungkapkan peta baru dengan sepuluh garis putus-putus berbentuk huruf U untuk mengajukan klaim di wilayah tersebut, yang memicu protes dari negara-negara tetangga. Indonesia menegaskan tidak akan mundur di tengah tekanan dari Tiongkok. 

“Bakamla akan terus melakukan patroli dan pemantauan intensif di perairan Natuna Utara untuk memastikan bahwa kegiatan survei seismik berjalan lancar serta menjaga kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia,” menurut pernyataan pada 22 Oktober. 

Menanggapi tuduhan Indonesia, Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada 24 Oktober mengatakan bahwa penjaga pantainya sedang melakukan “patroli rutin di perairan di bawah yurisdiksi Tiongkok sesuai dengan hukum internasional dan domestik.” 

“Tiongkok siap meningkatkan komunikasi dan konsultasi dengan Indonesia melalui saluran diplomatik untuk menangani masalah maritim antara kedua negara dengan baik,” kata juru bicara kementerian, Lin Jian, dalam pengarahan rutin di Beijing. 

Lin memberikan komentar tersebut pada hari yang sama ketika duta besar baru Tiongkok untuk Indonesia, Wang Lutong, bertemu dengan Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin. Catatan Indonesia mengenai pertemuan tersebut tidak menyebutkan mengenai insiden terbaru dengan Tiongkok. 

Dikatakan bahwa Sjamsoeddin menyampaikan harapan untuk memperkuat kerja sama antara kedua negara, termasuk latihan bersama di masa depan.

 “Saya berkomitmen untuk memperkuat kerja sama kita, terutama di bidang pertahanan,” kata Sjamsoeddin kepada Wang, menurut pernyataan pada 24 Oktober. 

Baik Wang maupun kedutaan besar Tiongkok di Indonesia tidak mengeluarkan pernyataan mengenai pertemuan tersebut pada saat publikasi. Wang, mantan direktur jenderal untuk urusan Eropa di kementerian luar negeri Tiongkok, tiba di Jakarta awal bulan ini.