Jakarta (12/11) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp10 miliar kepada PT Tamaris Hidro karena terlambat memberitahukan akuisisi saham atas PT Sumber Baru Hydropower. Putusan ini dibacakan pada Sidang Majelis Pembacaan Putusan Perkara Nomor 06/KPPU-M/2024 yang diselenggarakan di Kantor KPPU Jakarta pada 11 November 2024. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Budi Joyo Santoso, dengan Aru Armando dan Gopprera Panggabean sebagai Anggota Majelis.
Perkara ini berawal dari proses akuisisi saham PT Sumber Baru Hydropower oleh PT Tamaris Hidro, sebuah perusahaan energi terbarukan yang berfokus pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan minihidro (PLTM), serta merupakan bagian dari Grup Salim. PT Sumber Baru Hydropower sendiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga minihidro. Akuisisi ini dilakukan dalam dua tahap transaksi pada 14 April dan 16 April 2021, sehingga PT Tamaris Hidro berhasil menguasai 85% saham PT Sumber Baru Hydropower.
Latar Belakang Akuisisi
PT Tamaris Hidro melaksanakan akuisisi saham PT Sumber Baru Hydropower dalam dua transaksi bertahap. Pertama, pada 14 April 2021, perusahaan ini mengakuisisi 79,33% saham atau sebanyak 23.800 lembar saham PT Sumber Baru Hydropower. Transaksi kedua dilakukan dua hari kemudian pada 16 April 2021, dengan mengakuisisi 1.700 lembar saham tambahan. Dengan total akuisisi 25.500 lembar saham, PT Tamaris Hidro menguasai 85% saham perusahaan tersebut, mengambil alih kendali yang sebelumnya dipegang oleh PT Arsynergy Investment.
Kewajiban Notifikasi dan Ketentuan Hukum yang Berlaku
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, PT Tamaris Hidro wajib melakukan notifikasi kepada KPPU atas akuisisi ini. Ketentuan ini diberlakukan karena transaksi tersebut memenuhi beberapa kriteria, yakni melebihi nilai ambang batas aset gabungan, bukan merupakan transaksi afiliasi, serta melibatkan perubahan pengendalian dari PT Arsynergy Investment ke PT Tamaris Hidro.
Dalam kondisi normal, notifikasi akuisisi saham harus dilakukan paling lambat 30 hari sejak transaksi tersebut berlaku secara yuridis. Namun, di tengah pandemi COVID-19, KPPU mengeluarkan kebijakan relaksasi melalui Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2020 yang memperpanjang batas waktu notifikasi menjadi 60 hari kerja. Sehingga, seharusnya PT Tamaris Hidro menyampaikan notifikasi kepada KPPU paling lambat pada 14 Juli 2021. Namun, PT Tamaris Hidro baru melakukan notifikasi pada 25 Februari 2022, sehingga terjadi keterlambatan selama 156 hari kerja.
Keputusan KPPU atas Keterlambatan dan Besaran Denda
Melalui proses persidangan, Majelis Komisi KPPU menemukan bahwa PT Tamaris Hidro terbukti melanggar kewajiban notifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 PP Nomor 57 Tahun 2010. Majelis memutuskan bahwa keterlambatan ini telah melanggar hukum secara sah dan meyakinkan, yang mengharuskan perusahaan tersebut membayar denda administratif sebesar Rp10 miliar. Denda ini harus disetorkan ke Kas Negara sebagai pendapatan dari denda atas pelanggaran di bidang persaingan usaha, yang merupakan salah satu bentuk upaya penegakan hukum KPPU.
Denda tersebut wajib diselesaikan oleh PT Tamaris Hidro dalam waktu 30 hari setelah putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Jika kewajiban ini tidak dipenuhi dalam tenggat waktu tersebut, PT Tamaris Hidro dapat dikenakan sanksi tambahan sesuai peraturan yang berlaku.
Dampak dan Implikasi bagi Persaingan Usaha di Indonesia
Putusan KPPU ini menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap aturan persaingan usaha, terutama dalam hal notifikasi akuisisi saham yang berpotensi memengaruhi struktur pasar. Notifikasi akuisisi saham merupakan salah satu langkah penting dalam menjaga iklim persaingan usaha yang sehat, dengan mencegah dominasi dan praktik monopoli oleh satu atau beberapa entitas usaha. Melalui kewajiban ini, KPPU dapat menilai potensi dampak akuisisi terhadap persaingan di sektor terkait, serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuatan pasar.
Selain itu, kasus ini memberikan peringatan kepada pelaku usaha lain di Indonesia, terutama di sektor-sektor strategis seperti energi terbarukan, untuk selalu mematuhi ketentuan hukum dalam melakukan transaksi pengambilalihan atau penggabungan usaha. Pelanggaran terhadap ketentuan notifikasi dapat berdampak pada integritas pelaku usaha di mata KPPU dan publik, serta menimbulkan risiko denda yang besar.
KPPU dan Fokus Penegakan Hukum di Sektor Energi Terbarukan
Kasus ini menjadi bukti bahwa KPPU menaruh perhatian khusus pada sektor energi terbarukan, sebuah sektor yang semakin vital bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia. KPPU memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pertumbuhan di sektor ini berjalan dengan prinsip persaingan yang sehat dan adil, mengingat peran pentingnya dalam penyediaan energi ramah lingkungan serta potensi besarnya dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, sektor energi terbarukan telah mengalami pertumbuhan pesat, seiring dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada energi fosil. Oleh karena itu, setiap praktik penggabungan atau pengambilalihan di sektor ini harus tetap diawasi agar tidak terjadi monopoli yang dapat menghalangi pelaku usaha lainnya untuk berkembang.
Penutup
Putusan KPPU untuk menjatuhkan denda sebesar Rp10 miliar kepada PT Tamaris Hidro menunjukkan bahwa KPPU tidak akan ragu untuk menegakkan hukum dan memberikan sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran kewajiban notifikasi akuisisi saham. Keterlambatan dalam notifikasi, seperti yang terjadi pada PT Tamaris Hidro, dipandang sebagai pelanggaran serius yang berpotensi mengganggu iklim persaingan usaha yang sehat. Keputusan ini juga diharapkan menjadi pelajaran penting bagi seluruh pelaku usaha di Indonesia, khususnya dalam memperhatikan ketentuan notifikasi yang menjadi bagian dari regulasi persaingan usaha di tanah air.
KPPU berharap bahwa melalui pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas, seluruh perusahaan yang melakukan akuisisi atau penggabungan usaha di Indonesia dapat lebih disiplin dan patuh terhadap ketentuan yang berlaku. Hal ini pada akhirnya akan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif, kompetitif, dan adil bagi seluruh pelaku usaha di Indonesia.