EtIndonesia. Belakangan ini, Iran memperluas program nuklirnya, mengabaikan kritik dari masyarakat internasional dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), meningkatkan stok uranium yang diperkaya ke tingkat hampir mendekati senjata nuklir.
Pada Jumat (22/11), menurut laporan dari Associated Press yang mengutip agensi berita nasional Iran (IRNA), pemerintah Iran mengumumkan bahwa mereka sedang mengaktifkan “sejumlah besar dan berbagai jenis mesin sentrifugal baru yang canggih”; “mengambil langkah-langkah untuk melindungi kepentingan nasional dan mengembangkan lebih lanjut energi nuklir untuk tujuan damai.”
Pada hari Selasa (19/11), IAEA mengeluarkan laporan rahasia yang menyatakan bahwa cadangan uranium yang diperkaya Iran terus meningkat, dan sebagian sudah mendekati tingkat senjata. Per 26 Oktober 2024, Iran memiliki lebih dari 182 kg uranium yang diperkaya hingga kemurnian 60%, jumlahnya meningkat 17 kg dari Agustus. Sementara itu, total stok uranium yang diperkaya telah mencapai lebih dari 6.600 kg. Uranium yang diperkaya 60%, hanya memerlukan satu langkah pemrosesan teknis untuk mencapai tingkat senjata (Nuklir) 90%.
Rafael Grossi, Direktur Jenderal IAEA, menyatakan bahwa jika Iran memilih untuk lebih memperkaya uranium mereka, dengan jumlah uranium yang mereka miliki saat ini, cukup untuk membuat beberapa senjata nuklir, ini membuat dunia internasional khawatir.
Pada hari Kamis (21/11), IAEA mengeluarkan resolusi yang menginstruksikan Iran untuk segera memperbaiki kerja sama dengan badan tersebut. Mereka juga mengeluarkan pernyataan yang mendesak Iran untuk bekerja sama sepenuhnya dengan badan tersebut dan meminta “penilaian menyeluruh terhadap bahan nuklir Iran yang mungkin ada atau digunakan tapi belum dilaporkan.”
Namun, Kementerian Luar Negeri Iran mengeluarkan pernyataan sebagai tanggapan pada hari yang sama, menyatakan bahwa resolusi tersebut diambil “di bawah tekanan dan ketegasan dari tiga negara Eropa dan Amerika Serikat” dan memperingatkan bahwa ini dapat memicu “reaksi yang relevan dari Iran.”
Pejabat Iran menekankan bahwa program nuklir mereka hanya untuk tujuan damai dan bersikeras bahwa negaranya memiliki hak untuk mengembangkan teknologi nuklir. Namun, terkait permintaan IAEA untuk mengembalikan sebagian pemantauan dan menyediakan data fasilitas nuklir yang tidak diungkapkan, Iran belum memberikan respons.
Dengan meningkatnya ketegangan militer antara Israel dan Iran, kedua negara saling menuduh merusak stabilitas regional. Dan seiring kembalinya Trump ke Gedung Putih pada Januari mendatang, juga membawa ketidakpastian baru terhadap hubungan AS-Iran. Trump dikenal dengan sikap kerasnya terhadap Iran selama masa jabatan pertamanya, termasuk keluar dari kesepakatan nuklir 2015 dan kembali menerapkan sanksi berat, yang sangat merugikan ekonomi Iran. Kini, arah kebijakan AS terhadap Iran kembali menjadi perhatian.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel secara terbuka mendukung IAEA dan mengutuk Iran, mengajak masyarakat internasional untuk mengambil langkah lebih keras untuk menghentikan pengembangan senjata nuklir oleh Iran; namun, Iran membalas dengan tuduhan bahwa tindakan Israel memiliki motif politik, dan menekankan bahwa mereka akan terus bekerja sama dengan IAEA, tetapi tidak akan menerima permintaan apa pun yang melebihi “batas hak mereka.”
Meskipun Iran sebelumnya telah melunak, berjanji “tidak akan lagi meningkatkan stok uranium yang diperkaya 60% dan lebih lanjut,” IAEA masih menyatakan sikap hati-hati terhadap janji Iran.
Pada awal November 2024, saat Grossi mengunjungi Tehran, Iran mengizinkan lebih banyak inspektur internasional masuk ke fasilitas nuklir mereka. Namun, diplomat memperingatkan bahwa jika IAEA mengeluarkan resolusi yang mengutuk Iran dalam pertemuan dewan yang diadakan minggu ini di Wina, ini mungkin memicu tindakan balasan dari Tehran.
Di sini lain, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah memperingatkan bahwa Iran mungkin hanya membutuhkan beberapa minggu untuk mencapai “terobosan nuklir,” dan tanpa pencegahan yang efektif, kestabilan regional di Timur Tengah bisa semakin terganggu. Pertemuan dewan IAEA yang akan segera diadakan sangat penting dalam menentukan arah masa depan program nuklir Iran, yang pastinya akan mempengaruhi dinamika global.
Selain menghadapi tekanan internasional, Iran juga berada dalam dilema domestik dan ekonomi yang memperumit keputusan mereka mengenai program nuklir. Di satu sisi, mereka berusaha meyakinkan dunia tentang tujuan damai dari program nuklir mereka, sementara di sisi lain, mereka terus menghadapi sanksi yang membatasi ekonomi mereka.
Sebagai tanggapan atas tekanan dan kemungkinan sanksi tambahan, Iran mungkin harus mempertimbangkan untuk membuka lebih banyak dialog dengan IAEA dan masyarakat internasional untuk membuktikan transparansi dan keseriusan mereka dalam mengelola program nuklir secara aman. Hal ini tidak hanya untuk menghindari eskalasi konflik, tetapi juga untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara yang mungkin dapat membantu dalam pemulihan ekonomi mereka.
Dengan banyaknya variabel dan kepentingan yang saling bertentangan, masa depan program nuklir Iran tetap tidak pasti, dan komunitas internasional harus tetap waspada dan proaktif dalam menanggapi setiap perkembangan baru. Sesi mendatang di dewan IAEA akan menjadi momen kritis dalam menentukan seberapa efektif komunitas global dapat mengelola tantangan proliferasi nuklir ini. (jhn/yn)