EtIndonesia. Konflik yang terus berlanjut antara Ukraina dan Rusia semakin memanas dengan serangkaian serangan udara dan darat yang signifikan dilakukan oleh pasukan Ukraina. Serangan terbaru ini menargetkan ibu kota Krimea, Kursk, serta daerah-daerah strategis lainnya, memperlihatkan eskalasi intensitas perang di kawasan tersebut.
Serangan Udara Besar-besaran ke Simferopol, Krimea
Pada tanggal 30 November, pasukan Ukraina melancarkan serangan udara besar-besaran ke Simferopol, kota terkaya di Krimea. Berdasarkan laporan teknologi intelijen sumber terbuka, serangan ini menargetkan basis militer di kota tersebut. Meskipun sistem pertahanan udara Rusia, S-400 Triumph, diaktifkan dengan cepat, ledakan besar yang terdengar menunjukkan kemungkinan keberhasilan serangan presisi dari Ukraina.
Simferopol tidak hanya menjadi pusat ekonomi utama Krimea, tetapi juga pusat transportasi penting bagi militer Rusia. Serangan ini tidak hanya memiliki dampak simbolis tetapi juga menyebabkan kerusakan serius pada logistik militer Rusia, termasuk kerusakan pada rel kereta api, jalan raya, dan bandara. Selain itu, pada 12 November, serangan serupa terhadap gudang minyak lokal menyebabkan lebih dari sepuluh ledakan, mengganggu suplai energi militer Rusia secara signifikan.
Penetrasi Pasukan Ukraina di Kursk
Di arah Kursk, pasukan Ukraina berhasil menembus pos terdepan Rusia di Kursk, memperkuat garis pertempuran di daerah tersebut. Batalyon Serangan Independen 225 Ukraina menggunakan taktik gerilya dengan memanfaatkan jalan raya untuk mendirikan titik baku, menghancurkan banyak peralatan dan personel pasukan Rusia. Kerusakan signifikan juga terjadi pada kendaraan lapis baja Rusia, termasuk dua BTR-82A dan satu kendaraan multifungsi MTLB yang dimodifikasi.
Selain itu, pasukan Ukraina melakukan operasi khusus pada 29 November yang berhasil menghancurkan tiga sistem radar militer Rusia, termasuk radar Kastala 212 dan dua radar PAR dekat. Radar Kastala 212, yang dikenal juga sebagai 39N6E, memainkan peran kunci dalam pengawasan udara dan peringatan awal jaringan pertahanan udara Rusia.
Kekalahan Brigade Marinir 810 Rusia
Brigade Marinir 810 Rusia yang menyerang Brigade Marinir 36 Ukraina telah dihancurkan sepenuhnya oleh pasukan Ukraina, mengalami kerugian besar. Sebagai respons atas tekanan yang meningkat di garis depan, pasukan Rusia telah memindahkan Divisi Lompatan Udara 76 dari garis depan Udong ke Kursk, berusaha memperkuat posisi mereka.
Peningkatan Kapasitas Pertahanan Ukraina
Pasukan khusus Ukraina, termasuk Regu UAREG, berhasil menyusup ke pos terdepan Rusia, menangkap delapan tentara Rusia, menghancurkan satu pos pengamatan, dan menewaskan tujuh tentara musuh tanpa menyebabkan korban di pihak Ukraina. Operasi ini menunjukkan efektivitas strategi deteksi dan serangan presisi yang diadopsi oleh pasukan Ukraina.
Sistem pertahanan udara Ukraina juga menunjukkan kinerja yang impresif dengan berhasil menembak jatuh 33 dari 78 drone Shaxid yang diluncurkan oleh Rusia dari Kursk, Orlien, dan Bryansk. Sistem perang elektronik Ukraina mampu mengganggu atau menghancurkan 45 drone lainnya, mencapai intercept 100% terhadap serangan drone ini.
Penunjukan Pemimpin Baru untuk Angkatan Darat Ukraina
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, telah menunjuk Mayor Jenderal Mykhailo Drapatyi sebagai komandan angkatan darat baru setelah prestasinya yang luar biasa di medan perang. Drapatyi dikenal karena kepemimpinannya yang tegas dan berhasil menstabilkan situasi di arah Kharkiv serta memainkan peran kunci dalam pertempuran di arah Kherson sejak serangan balik besar-besaran Ukraina pada 2022.
Selain itu, Kolonel Parisa, mantan komandan Brigade ke-93, ditunjuk sebagai Wakil Direktur Kantor Presiden. Parisa dikenal karena keberanian dan taktik fleksibel yang diterapkan dalam menghadapi pasukan Wagner dan Divisi Tank ke-4 serta 150 Riders Red.
Upaya Diplomatik dan Perubahan Opini Publik Ukraina
Presiden Zelenskyy dalam wawancara terbaru mengusulkan arah diplomasi baru yang melibatkan keanggotaan NATO untuk wilayah Ukraina yang belum diduduki dan pengakuan batas internasional Ukraina. Usulan ini mencerminkan perubahan strategi Ukraina dari hanya mengandalkan kekuatan militer menuju pendekatan yang lebih diplomatik untuk memastikan keamanan dan perkembangan jangka panjang negara.
Survei terbaru menunjukkan bahwa dukungan rakyat Ukraina untuk melanjutkan pertempuran telah menurun dari 73% menjadi kurang dari 50% sejak perang pecah pada 2022. Lebih dari setengah warga Ukraina saat ini mendukung penyelesaian perang melalui negosiasi damai, mencerminkan keinginan masyarakat untuk mengakhiri konflik dan menghindari kerugian lebih lanjut.
Situasi Memanas di Suriah
Selain konflik di Ukraina, situasi di Suriah juga mengalami peningkatan ketegangan. Kelompok oposisi melancarkan serangan kilat menggunakan senjata berat dan drone, merebut kota kedua terbesar, Aleppo. Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dikabarkan melarikan diri ke Rusia bersama keluarganya setelah menghadapi kudeta militer yang semakin intens di ibu kota Damascus.
Pasukan pemberontak berhasil merebut basis udara Kuvels sekitar 30 kilometer di timur Aleppo, memaksa pasukan pemerintah Suriah dan Rusia mundur dan meninggalkan banyak peralatan militer. Serangan ini juga menyebabkan pasukan Pemerintah Suriah mengalami kekalahan telak di Provinsi Hama, dengan banyak tentara melarikan diri dari medan perang.
Kesimpulan
Konflik antara Ukraina dan Rusia terus menunjukkan dinamika yang kompleks dengan serangan udara dan darat yang intens. Pasukan Ukraina tidak hanya berhasil menggempur posisi musuh tetapi juga memperkuat garis pertahanan mereka di berbagai wilayah strategis. Penunjukan pemimpin baru dan upaya diplomatik yang diusulkan oleh Presiden Zelenskyy menunjukkan upaya Ukraina untuk menggabungkan kekuatan militer dengan strategi diplomatik dalam menghadapi tantangan yang ada. Sementara itu, ketidakstabilan di Suriah menambah kompleksitas situasi geopolitik di kawasan tersebut, menyoroti pentingnya solusi diplomatik dan stabilitas regional untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.