Konflik Ukraina-Rusia Memanas: Trump Siap Mediasi Setelah Ukraina Luncurkan Serangan Drone Revolusioner

EtIndonesia. Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah menyatakan keinginannya untuk segera bertemu guna membahas isu perang yang tengah berlangsung di Ukraina. Pernyataan ini disampaikan oleh Trump dalam pidato di acara tahunan Turning Point USA, sebuah organisasi konservatif di Amerika Serikat yang diadakan di Arizona.

Operasi Militer Ukraina di Kharkiv: Sejarah Baru dalam Perang Modern

Ukraina baru-baru ini melancarkan operasi militer istimewa di Kharkiv yang sepenuhnya mengandalkan penggunaan drone. Ini merupakan kali pertama dalam sejarah peperangan manusia di mana seluruh operasi militer dilakukan tanpa keterlibatan pasukan manusia secara langsung di garis depan. Menurut portal Tiongkok Wangyi (NetEase) dan kanal media sosial “Lao Yu Jiang Gu” (老鱼讲骨), serangan ini berhasil menghancurkan markas pasukan Rusia di desa Liptsi tanpa korban jiwa dari pihak Ukraina.

“Kami telah mengubah sejarah perang manusia. Kini, pasukan Rusia mungkin akan sering berhadapan dengan perang antara manusia dan mesin,” ujar analis dari “Lao Yu Jiang Gu”. Mereka menambahkan bahwa jika Ukraina terus memanfaatkan drone canggih, Rusia akan kehilangan keunggulan dalam hal perlengkapan dan personel. Meskipun demikian, penggunaan drone secara eksklusif untuk memenangkan perang modern masih menghadapi tantangan teknologi saat ini.

Trump Mengedepankan Prioritas Kebijakan Luar Negeri di Gedung Putih

Trump diperkirakan akan kembali ke Gedung Putih pada Januari tahun depan, dengan perang Ukraina menjadi prioritas utama dalam agenda kebijakan luar negerinya. Sebelumnya, sebelum keberangkatannya ke Prancis untuk menghadiri seremoni pembukaan kembali Katedral Notre-Dame di Paris, Trump telah melakukan pertemuan dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, serta Presiden Prancis, Emmanuel Macron. 

Dalam akun media sosial Truth Social, Trump menyatakan: “Gencatan senjata harus segera dilakukan dan negosiasi harus dimulai. Perang ini telah merenggut terlalu banyak nyawa, menghancurkan terlalu banyak keluarga. Jika terus berlanjut, bisa berubah menjadi sesuatu yang lebih besar dan lebih buruk.”

Reaksi Dunia Terhadap Konflik Ukraina-Rusia

Pada hari yang sama, Presiden Polandia Andrzej Duda mengungkapkan kepada surat kabar Neue Zürcher Zeitung bahwa negara-negara anggota NATO harus meningkatkan pengeluaran pertahanan mereka hingga 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk menahan ancaman Rusia. Duda menambahkan: “Saya sedang menunggu Trump kembali berkuasa. Menurut saya, di dunia ini hanya ada dua presiden yang benar-benar ditakuti Putin, yaitu Xi Jinping dan Trump.”

Selama tiga tahun perang berlangsung, pasukan Rusia telah menggunakan taktik “gelombang manusia” yang masih berakar dari era Perang Dunia II. Seorang mantan tentara Rusia mengungkapkan bahwa setiap kali menyerang satu target, pasukan dibagi menjadi beberapa gelombang berturut-turut, dengan setiap gelombang menyerbu setiap 10 menit sekali. Taktik ini menyebabkan korban jiwa yang sangat besar, seperti hilangnya 93 dari 100 prajurit dalam satu hari pertempuran.

Teknologi vs Taktik Tradisional dalam Perang Ukraina-Rusia

Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Jenderal Oleksandr Syrskyi, menyatakan kepada Die Welt bahwa Rusia telah menambah 100.000 tentara untuk dikirim ke Ukraina tahun ini. Namun, perang ini telah bertransformasi menjadi pertarungan teknologi melawan teknologi, menuntut taktik yang sama sekali baru dari kedua belah pihak.

Para pengamat meyakini bahwa serangan Ukraina pada tanggal 21 Desember yang sepenuhnya dilakukan oleh drone merupakan uji coba penting yang dapat mengakhiri dominasi taktik “gelombang manusia” oleh pasukan Rusia. Jika tren ini terus berlanjut, mustahil bagi pasukan Rusia untuk memenangkan perang ini secara strategis.

Kondisi Ekonomi dan Politik Rusia dalam Tekanan

Perekonomian Rusia saat ini berada di ambang kehancuran, dengan inflasi barang kebutuhan hidup diperkirakan mencapai hampir 30%, menurut perkiraan The Economist dan lembaga lainnya. Tekanan ekonomi ini diperparah oleh sanksi internasional dan kerugian dalam perang yang berkepanjangan.

Selain itu, tekanan internal di Rusia juga meningkat. The Jerusalem Post melaporkan bahwa Asma, istri Presiden Suriah yang lengser, telah mengajukan cerai di Moskow dan meminta izin kepada otoritas Rusia untuk kembali ke Inggris bersama anak-anaknya untuk pengobatan. Sementara itu, mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, masih berada di bawah pengawasan ketat. Pemerintah Rusia telah membekukan aset Assad senilai 2 miliar dolar AS serta 270 kilogram emas miliknya. Selain itu, saudara laki-laki Assad juga dikenai tahanan rumah di Rusia.

Persiapan Rusia untuk Serangan di Kherson dan Resistensi Ukraina

Intelijen menunjukkan bahwa pasukan Rusia telah mengumpulkan sekitar 2.000 personel serbu dan 300 kapal cepat di wilayah Kherson. Namun, organisasi perlawanan Ukraina, ATESH, mengungkapkan bahwa banyak perwira Rusia yang merasa misi ini adalah bunuh diri dan menolak untuk mengerahkan pasukan maupun peralatan. Di Krimea, pasukan Rusia bahkan menghancurkan kapal mereka sendiri untuk mencegah pengiriman ke Kherson.

Dengan kondisi ini, strategi militer Rusia di Ukraina dianggap telah gagal secara strategis, meskipun pasukan mereka masih bertahan di wilayah yang setara dengan luas negara Luksemburg. Dari perspektif strategi, posisi Rusia di medan perang telah mengalami kemunduran signifikan.

Kesimpulan

Konflik antara Ukraina dan Rusia terus berkembang dengan dinamika baru, terutama penggunaan teknologi drone oleh Ukraina yang mengubah cara perang modern dilakukan. Sementara itu, tekanan ekonomi dan politik di Rusia semakin memperburuk posisi mereka dalam konflik ini. Dengan pertemuan yang direncanakan antara Trump dan Putin, dunia mengamati dengan cermat bagaimana langkah selanjutnya akan diambil untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama tiga tahun ini.

FOKUS DUNIA

NEWS