EtIndonesia. Analisis dari penelitian berbasis big data menyimpulkan bahwa manusia kemungkinan besar merupakan “peradaban terakhir” di alam semesta. Hal ini karena diperkirakan peradaban generasi pertama sudah muncul sekitar 8 miliar tahun yang lalu.
Menurut para peneliti, jika berbicara khusus mengenai Galaksi Bima Sakti, mereka percaya bahwa area paling ideal untuk kemunculan kehidupan bukanlah di wilayah tepi galaksi, melainkan sekitar 1.300 tahun cahaya dari pusat galaksi. Wilayah ini dipandang sebagai “surga kehidupan” sesungguhnya, tempat di mana kehidupan mungkin telah berkembang pesat sejak lebih dari 8 miliar tahun yang lalu.
Kita adalah Peradaban dari Pinggiran
Sebagai perbandingan, jarak antara Bumi dan pusat galaksi adalah sekitar 25.000 tahun cahaya. Artinya, manusia berada sekitar 12.000 tahun cahaya jauhnya dari zona ideal tersebut, menjadikan kita sebagai peradaban pinggiran, yang terlambat hadir dalam sejarah galaksi dan tidak sempat bergabung dengan peradaban generasi awal.
Berdasarkan simulasi dan perhitungan model evolusi galaksi, para peneliti menduga bahwa berbagai peradaban besar yang sempat tumbuh subur di Bima Sakti sejak 8 miliar tahun silam kini telah punah. Bahkan, ketika tata surya baru terbentuk, masa keemasan peradaban-peradaban itu sudah berlangsung. Dan pada saat manusia akhirnya muncul di Bumi, jejak mereka telah lama lenyap dari sejarah galaksi.
Mengapa Kita Tak Menemukan Jejak Mereka?
Temuan ini menunjukkan bahwa peradaban-peradaban yang mampu menerima sinyal dari umat manusia, atau bahkan mengunjungi Bumi, bisa saja telah punah jauh sebelum kemunculan manusia.
Para peneliti menekankan bahwa peradaban lain yang masih tersisa di galaksi kemungkinan juga baru muncul seperti halnya manusia, sehingga masih tergolong peradaban muda yang belum mampu menguraikan sinyal komunikasi atau melakukan perjalanan antarbintang untuk merespons kehadiran kita.
Mengapa Peradaban Awal Musnah?
Apa yang menyebabkan peradaban canggih tersebut mengalami kehancuran diri secara massal? Para ilmuwan menyebutkan bahwa beragam faktor bisa menjadi penyebab, mulai dari:
- Perang nuklir skala besar
- Perubahan iklim ekstrem
- Bencana kosmik, seperti ledakan supernova di sekitar mereka
- Tabrakan dengan objek luar angkasa besar
- Atau bahkan perang antarperadaban, yang akhirnya membuat semuanya hancur dan tidak ada yang menang
Meskipun hipotesis ini masih memerlukan penelitian lanjutan, namun dia menawarkan penjelasan yang kuat mengapa kita belum menemukan makhluk cerdas lainnya di luar angkasa—hipotesis ini juga dikenal sebagai bagian dari “Paradoks Fermi”.
Peringatan bagi Manusia
Lebih dari sekadar teori kosmologis, gagasan ini juga menjadi peringatan serius bagi umat manusia. Saat ini, manusia masih terus merusak lingkungan Bumi, mendorong planet ini ke ambang kehancuran ekologi.
Jika kita tidak belajar dari kemungkinan kegagalan peradaban-peradaban sebelum kita, maka manusia pun bisa mengalami nasib serupa: musnah oleh ulahnya sendiri. (jhn/yn)