EtIndonesia. Novel distopia “1984” karya penulis Inggris, George Orwell menggambarkan dunia yang berada di bawah bayang-bayang kekuasaan otoriter dan sistem pengawasan yang mengekang. Dalam cerita tersebut, dunia diliputi oleh perang permanen, di mana pengawasan negara mencapai seluruh aspek kehidupan warganya.
Baru-baru ini, Pastor Tom Hughes membahas novel tersebut dalam sebuah program siaran, menyatakan bahwa meskipun buku itu merupakan fiksi dari masa lalu, namun saat ini tampaknya berfungsi seperti cermin bagi realitas modern. Dia menegaskan bahwa Orwell bukanlah seorang nabi, bahkan seorang ateis, namun apa yang ditulisnya kini terlihat sangat relevan.
Berdasarkan nubuat-nubuat dalam kitab suci yang dia kaji, Tom menyandingkan bangkitnya sistem totalitarian modern dan kecocokannya dengan isi novel Orwell untuk menggambarkan situasi dunia saat ini.
1. Pengawasan Global
Dalam novelnya, Orwell membayangkan perangkat bernama telescreen—alat dua arah yang dapat melihat dan mendengar segala hal di rumah-rumah warga. Namun, kenyataan saat ini telah melampaui imajinasi tersebut.
Tom menjelaskan bahwa ponsel pintar, kamera kendaraan, perangkat rumah tangga pintar, dan peralatan kerja kini tersebar di seluruh lingkungan hidup manusia. Berbeda dari imajinasi Orwell yang masih terbatas, kamera dan mikrofon di perangkat masa kini hampir selalu aktif, diam-diam mengumpulkan data dalam jumlah luar biasa besar.
Dunia kini telah saling terhubung dan setiap informasi pribadi bisa tersebar dengan kecepatan cahaya.
2. Kecerdasan Buatan (AI)
Dulu, kecerdasan buatan hanya muncul dalam cerita fiksi sebagai penyebab kehancuran dunia. Saat itu, AI hanyalah konsep teoritis. Tapi kini, AI sudah menjadi bagian nyata dalam kehidupan manusia dan berkembang sangat pesat.
Dalam konteks sistem otoriter, AI bahkan bisa berperan sebagai hakim dan algojo. Jika sistem AI menganggap seseorang berperilaku “jahat”, maka aparat bisa segera dikerahkan—atau bahkan AI itu sendiri yang akan menegakkan hukum.
Tom bertanya secara retoris: “Bayangkan jika pada masa Uni Soviet, para penguasa memiliki mesin pembaca pikiran untuk mengendalikan negara. Betapa senangnya mereka saat itu?”
Kini, meskipun Uni Soviet telah runtuh, beberapa negara besar masih menjalankan pola kontrol total yang serupa. Ironisnya, ketika korban ketidakadilan muncul, tidak ada satu pun gambar atau rekaman yang diperlihatkan ke publik.
3. Perang Pemikiran dan Pengkhianatan dalam Lembaga Keagamaan
Dalam novel Orwell, pemerintah mengontrol pikiran rakyat melalui perubahan bahasa. Hal ini menurut Tom, kini terdengar sangat akrab. Karena bahasa sangat memengaruhi cara berpikir, dan salah satu cara paling efektif untuk mengubah pemikiran manusia adalah dengan memodifikasi pola bahasa.
Tom mengutip kitab suci yang memperingatkan: “Manusia menyebut yang jahat itu baik, dan yang baik itu jahat.”
Menurutnya, hal seperti ini bahkan terjadi dalam institusi keagamaan. Beberapa gereja telah menolak terang Tuhan dan justru memeluk kegelapan. Mereka membenarkan dosa-dosa dunia, membiarkan generasi muda dibentuk oleh sistem jahat dunia ini, bahkan mengejek kebenaran sejati.
Tom menyebut kondisi ini bukan hanya kejatuhan budaya, tetapi kemerosotan spiritual. Fenomena ini kini berlangsung baik di Timur maupun di Barat. Budaya kacau secara perlahan mengikis nilai-nilai dasar, dan apa yang disebut sebagai “kemajuan” atau “keterbukaan” ternyata hanyalah nilai-nilai kosong tanpa moralitas.
Cahaya Harapan di Tengah Kegelapan
Meski situasi saat ini tampak mengkhawatirkan, seolah-olah kegelapan menyelimuti dunia, Tom Hughes mengingatkan bahwa manusia tidak boleh menyerah dalam ketakutan atau diam dalam ketidakberdayaan.
Dia berkata: “Kita tidak sendirian. Dunia ini mungkin semakin menyerupai novel fiksi karya George Orwell, tetapi kerajaan yang sejati akan datang. Kita berada di dunia ini bukan secara kebetulan, melainkan memiliki misi.”Tom menyerukan agar orang-orang berjalan dalam kebenaran, kedamaian, dan sukacita. Dia menegaskan bahwa walau zaman semakin gelap, jangan biarkan itu menghentikan langkah kita. Apa pun bentuk kejahatan yang datang, manusia memiliki potensi untuk menjadi penakluk, pembawa terang di tengah kegelapan. (jhn/yn)